5 Alasan Merger Netflix dan Warner Bros Adalah Ide Buruk

- Ancaman besar bagi industri bioskop
- Potensi kenaikan harga langganan
- Monopoli dan kurangnya kompetisi
Kabar mengejutkan baru saja mengguncang industri hiburan dunia. Netflix dikabarkan siap mengakuisisi Warner Bros. Discovery dalam kesepakatan bernilai fantastis. Bayangkan saja, dua raksasa media ini berpotensi bersatu di bawah satu payung perusahaan. Sekilas, hal ini terdengar seperti mimpi indah bagi pencinta film karena kamu bisa menonton tayangan Harry Potter atau Game of Thrones langsung di dalam satu aplikasi, yakni Netflix, tanpa perlu berpindah platform.
Sayangnya di balik kemudahan tersebut ada ancaman serius yang mengintai penikmat film dan pelaku industri. Banyak pakar memprediksi langkah ini justru bisa menjadi mimpi buruk, mulai dari potensi matinya bioskop hingga biaya langganan yang semakin mencekik dompet. Jika kesepakatan ini benar-benar terjadi, berikut merupakan alasan merger Netflix dan Warner Bros adalah ide buruk bagi beberapa pihak.
1. Ancaman besar bagi industri bioskop

Netflix sudah lama dikenal dengan model bisnis yang lebih memprioritaskan layanan streaming daripada penayangan di layar lebar. Jika mereka berhasil mengambil alih studio legendaris seperti Warner Bros., masa depan film blockbuster di bioskop menjadi sangat tidak menentu.
Kekhawatiran ini disuarakan langsung oleh para sineas papan atas. Sutradara pemenang Oscar, Sean Baker, dalam Red Sea Film Festival menegaskan bahwa industri seharusnya memperluas, bukan mempersempit jendela tayang bioskop. Menurutnya, perilisan langsung ke streaming akan "mengurangi nilai penting sebuah film."
Senada dengan Baker, sutradara legendaris James Cameron juga menyebut potensi merger ini sebagai sebuah "bencana". Dalam podcast The Town, Cameron mengkritik keras sikap CEO Netflix, Ted Sarandos, yang dinilai tidak menghargai pengalaman sinematik di bioskop. Jika studio sebesar Warner Bros. tunduk pada model bisnis ini, pengusaha bioskop akan terkena pukulan paling telak.
2. Potensi kenaikan harga langganan

Menggabungkan dua layanan raksasa memang terdengar praktis, namun kenyamanan tersebut pasti tidak akan murah. Untuk menutupi biaya akuisisi yang nilainya mencapai puluhan miliar dolar, Netflix kemungkinan besar akan menaikkan harga langganan secara signifikan. Kamu mungkin akan dipaksa membayar tarif premium untuk satu paket gabungan yang mahal, menghilangkan opsi fleksibel untuk memilih layanan yang lebih terjangkau sesuai dengan kebutuhan bulananmu.
3. Monopoli dan kurangnya kompetisi

Kesepakatan ini ternyata berpotensi menciptakan raksasa media yang menguasai porsi pasar terlalu besar, sehingga persaingan sehat di industri hiburan bisa mati. Tanpa adanya kompetitor yang seimbang, perusahaan gabungan ini bisa seenaknya menentukan harga dan aturan main.
Aktris senior Jane Fonda bereaksi keras terhadap kabar ini. Dalam pernyataannya kepada The Wrap, ia menyebut kesepakatan ini sebagai "eskalasi konsolidasi yang mengkhawatirkan" dan bahkan berpotensi menjadi pelanggaran antitrust (hukum monopoli). Situasi ini sangat berbahaya bagi pekerja kreatif, karena pilihan tempat untuk menjual karya mereka menjadi semakin terbatas yang pada akhirnya bisa menekan standar upah di industri tersebut.
4. Hilangnya banyak pekerjaan

Dalam setiap penggabungan perusahaan skala global, efisiensi selalu menjadi alasan utama manajemen untuk memangkas biaya operasional. Dilansir dari analisis IndieWire, merger ini diprediksi akan memicu penghematan biaya awal sekitar 2 hingga 3 miliar dolar AS atau setara Rp33 triliun hingga Rp50 triliun.
Angka penghematan tersebut hampir pasti akan diikuti oleh gelombang pemutusan hubungan kerja besar-besaran karena adanya duplikasi peran atau redundansi. Banyak karyawan di berbagai departemen, mulai dari tim pemasaran hingga kru produksi, terancam kehilangan mata pencaharian mereka saat proses restrukturisasi manajemen baru dimulai.
5. Aplikasi yang terlalu padat dan membingungkan

Menjejalkan ribuan judul film dan serial dari katalog Warner Bros. serta HBO Max ke dalam Netflix bisa menciptakan aplikasi yang terlalu padat. Kritikus film Ben Travers dari IndieWire menyoroti perbedaan fundamental antara kedua layanan ini; Netflix berbisnis dengan membuat "banyak" tayangan, sementara HBO berfokus membuat tayangan "bagus".
Jika digabungkan, kurasi konten yang rapi ala HBO dikhawatirkan akan hilang. Banyak film bagus atau permata tersembunyi mungkin akan terkubur dalam tumpukan konten algoritmik Netflix yang tak ada habisnya. Pengalaman pengguna bisa memburuk karena aplikasi menjadi terasa berat dan membingungkan bagi penikmat film yang mencari kualitas, bukan sekedar kuantitas.
Rencana penggabungan dua raksasa ini memang menawarkan kemudahan akses konten dalam satu platform, namun harga yang harus dibayar mungkin terlalu mahal bagi masa depan industri hiburan. Bagi beberapa pihak, merger Netflix dan Warner Bros adalah ide buruk. Hal ini dilihat dari dampak panjang yang berpotensi merugikan, mulai dari matinya budaya sinema hingga dominasi pasar yang membatasi pilihan tontonan berkualitas. Jadi, apakah kamu setuju dengan bergabungnya dua raksasa ini?


















