Fakta Film No Other Land, Kolaborasi Sineas Palestina dan Israel

Ada satu film menarik yang rilis pada 2024, judulnya No Other Land. Itu adalah sebuah dokumenter hasil kolaborasi sineas, aktivis, dan jurnalis asal Palestina dan Israel yang tinggal di Yerusalem dan beberapa kota di Tepi Barat. Mereka adalah Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham, Rachel Szor yang tinggal di lokasi berdekatan, tetapi nasibnya beda drastis.
Sudah berkecimpung lama di jalur aktivisme, mereka memberanikan diri untuk mengabadikan perjuangan mereka lewat karya sinematik. Berformat dokumenter, No Other Land berisi dokumentasi kezaliman tentara zionis Israel di Tepi Barat. Berikut beberapa fakta menariknya.
1. Pemenang film dokumenter terbaik di Berlin International Film Festival 2024

No Other Land pertama kali tayang pada ajang Berlin International Film Festival (Berlinale) 2024 dan berhasil merebut gelar Film Dokumenter Terbaik berdasar penilaian juri serta penonton. Isinya dokumentasi penggusuran paksa dan persekusi warga Palestina di Tepi Barat yang dikumpulkan Basel Adra, seorang pemuda Palestina, dan beberapa tetangganya selama kurang lebih 20 tahun. Namun, film ini juga memotret pertemanan yang terjalin antara Adra dan Yuval Abraham, seorang jurnalis asal Israel yang setia mengikuti perjuangan warga Palestina untuk menuntut keadilan.
Isu apartheid juga jadi sorotan. Abraham yang merupakan seorang Yahudi berkewarganegaraan Israel bisa menikmati berbagai kebebasan dan privilese. Ini bertolakbelakang dengan Adra dan keluarganya yang beretnik Arab Palestina. Mereka harus menghadapi pembatasan dan perlakuan tak manusiawi dari tentara zionis Israel yang menduduki Tepi Barat sejak ia masih kanak-kanak.
2. Film pasifis yang jadi favorit di berbagai film festival dan dapat skor tinggi di Letterboxd

Film ini langsung dapat sambutan positif karena relevan dengan situasi di Palestina saat itu, yang sayangnya belum membaik hingga kini. Apalagi, keempat sineas tersebut terutama Adra dan Abraham yang melakukan proses pengambilan gambar harus menghadapi banyak risiko intimidasi. Mulai dari penggeledahan paksa, perampasan barang, dan lain sebagainya.
Tak hanya berjaya di Berlinale, film ini tayang pula di berbagai festival bergengsi lain sepanjang 2024. Sebut saja Karlovy Vary International Film Festival, Toronto International Film Festival, Busan International Film Festival, dan New York Film Festival. Ia juga sempat tayang di Jakarta World Cinema 2024. Pemutarannya relatif ramai dan menuai pujian karena pesan pasifis dan kemanusiaannya yang kuat.
Bahkan pengguna Letterboxd ikut mengamini kualitas film ini. Sampai 5 November 2024, No Other Land masih bertengger dalam daftar resmi 50 Film Terbaik 2024 versi pengguna Letterboxd. Film ini berada di posisi 5 besar, bersanding dengan Dune: Part Two, Look Back, How to Make Millions Before Grandma Dies, dan Sing Sing.
3. Belum banyak distributor yang membeli hak penayangan massalnya

Sayangnya, pujian dari penonton ternyata tak membuat distributor berebut hak siar massalnya. Ini bisa karena berbagai faktor. Salah satunya tentu keengganan distributor terlibat dalam kemelut politik Palestina-Israel yang terpolarisasi secara hebat, terutama sejak Oktober 2023. Tentunya, mereka khawatir dapat backlash dari konsumen bahkan klien yang mengidentifikasi diri sebagai zionis (pro-agresi Israel di Palestina).
Padahal, film ini bisa jadi referensi yang memperkaya wawasan dan tentunya menggugah empati. Sebuah tamparan untuk siapapun yang masih menganggap situasi di Palestina dan Israel adalah konflik biasa antara dua pihak yang punya kekuatan setara atau hampir sama. Sayangnya, kita memang tak bisa berharap banyak pada aktor-aktor ekonomi dunia yang tak bisa lepas dari kepentingan penguasa.
Tak banyak yang bisa kita lakukan selain menanti film ini dapat distributor dan bisa ditonton khalayak luas. Amat disayangkan bila No Other Land hanya bisa dinikmati segelintir orang yang berkesempatan datang ke festival film.