5 Peran yang Dibuat untuk Oscar, tapi Malah Dihadiahi Razzie

- Daryl Hannah di Wall Street (1987) : Karakternya berpotensi besar untuk nominasi aktris terbaik, tapi penampilannya dinilai lemah dan membingungkan.
- Kevin Costner di Wyatt Earp (1994) : Gagal meraih Oscar dan malah mendapat Razzie sebagai Worst Actor, kekalahan yang terasa pahit.
- Jon Voight di Megalopolis (2024) dan Reagan (2024) : Penampilannya dalam proyek ambisius justru memperparah keadaan, hingga ia dinobatkan sebagai Worst Supporting Actor Razzie.
Tidak semua peran besar di Hollywood berakhir dengan gemilang. Ada kalanya sebuah proyek film terlihat menjanjikan dan terkesan Oscar banget. Namun, ekspektasi tinggi justru berubah jadi kekecewaan besar ketika hasil akhirnya jauh dari yang diharapkan.
Bukannya mendulang penghargaan bergengsi, beberapa aktor malah mendapat “penghormatan” dari Razzie Awards, ajang parodi yang diberikan untuk penampilan terburuk. Fenomena ini membuktikan bahwa nama besar dan proyek ambisius bukanlah jaminan kesuksesan.
Kadang, justru peran yang dianggap bisa jadi tiket menuju piala Oscar malah mempermalukan aktornya di depan publik. Dari drama serius, biopik bersejarah, hingga warisan film legendaris, beberapa aktor berikut merasakan pahitnya harapan yang berbalik arah.
1. Daryl Hannah dalam Wall Street (1987)

Film Wall Street karya Oliver Stone menjadi salah satu potret paling tajam tentang ambisi dan kerakusan di era 1980-an. Michael Douglas berhasil meraih Oscar lewat perannya sebagai Gordon Gekko, simbol keserakahan yang ikonik.
Namun, nasib berbeda dialami oleh Daryl Hannah yang berperan sebagai Darien Taylor, seorang desainer interior sekaligus kekasih dari Bud Fox (Charlie Sheen). Karakternya sebenarnya punya potensi besar sebagai sosok glamor yang haus akan kemewahan, cocok untuk jadi nominasi aktris terbaik.
Sayangnya, penampilan Hannah justru dinilai lemah dan membingungkan. Bahkan ia sendiri mengakui kurang memahami peran yang dimainkan, sehingga karakternya terasa tidak utuh. Kritikus menilai kehadirannya kontras dengan intensitas akting para aktor utama. Alih-alih Oscar, Hannah justru dihadiahi Razzie untuk kategori Worst Supporting Actress pada 1988.
2. Kevin Costner dalam Wyatt Earp (1994)

Menghidupkan tokoh sejarah biasanya dianggap sebagai jalan pintas menuju Oscar. Inilah yang coba dilakukan Kevin Costner ketika menerima peran utama sebagai penegak hukum legendaris Wild West, dalam film biopik Wyatt Earp. Dengan rekam jejak sukses lewat Dances with Wolves (1990), Costner tampak yakin kalau peran ini bisa mengantarnya meraih penghargaan besar.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Film ini gagal merebut perhatian penonton, apalagi jika dibandingkan dengan Tombstone, film lain tentang Wyatt Earp yang dirilis enam bulan sebelumnya dan jauh lebih dipuji.
Costner bukan hanya gagal meraih Oscar, tapi juga mendapat Razzie sebagai Worst Actor. Kekalahannya terasa makin pahit karena ia mengalahkan nama-nama yang memang langganan Razzie seperti Sylvester Stallone dan Steven Seagal.
3. Jon Voight dalam Megalopolis (2024) dan Reagan (2024)

Jon Voight, aktor senior yang dulu dikenal lewat film-film serius, justru mengalami tahun kelam pada 2025. Ia dinobatkan sebagai Worst Supporting Actor Razzie bukan hanya untuk satu film, tapi empat sekaligus, termasuk Megalopolis karya Francis Ford Coppola dan Reagan yang menceritakan sosok presiden Amerika.
Padahal, biasanya film dengan nuansa politik atau proyek ambisius sutradara legendaris sering jadi incaran Oscar. Sayangnya, kedua film itu justru hancur total di mata kritikus. Megalopolis dianggap proyek gagal Coppola yang penuh kekacauan, dan penampilan Voight makin memperparah keadaan.
Sementara di Reagan, perannya sebagai agen KGB pensiunan yang terlibat dalam kisah politik malah terasa kaku dan membosankan. Alih-alih masuk nominasi penghargaan bergengsi, Voight justru dihukum Razzie.
4. Melanie Griffith dalam A Stranger Among Us (1992)

Melanie Griffith, yang berasal dari keluarga aktor ternama, mungkin berharap bisa memperkuat reputasi aktingnya lewat proyek ambisius di awal 1990-an. Salah satunya adalah A Stranger Among Us karya Sidney Lumet, di mana ia memerankan seorang detektif polisi yang menyamar di komunitas Yahudi Hasidic untuk mengungkap kasus pembunuhan.
Secara konsep, film ini punya peluang besar untuk jadi drama serius yang menyentuh isu budaya dan sosial. Namun, hasil akhirnya jauh dari ekspektasi. Alih-alih tampil intens dan penuh kedalaman, akting Griffith justru terasa hambar, bahkan sering dianggap mirip adegan dalam sitkom murahan.
Tahun 1993, ia pun mendapat Razzie untuk Worst Actress berkat penampilannya di dua film sekaligus yakni Shining Through dan A Stranger Among Us. Dengan sutradara besar di belakang layar, Griffith pasti mengira ada peluang menuju Oscar, tapi justru berakhir sebagai bahan olok-olok.
5. Sofia Coppola dalam The Godfather Part III (1990)

Sebagai anak sutradara legendaris Francis Ford Coppola, Sofia Coppola langsung mendapat sorotan ketika menggantikan Winona Ryder untuk peran Mary Corleone dalam The Godfather Part III. Peran ini sebenarnya punya beban besar, karena dua film sebelumnya berhasil meraih total sembilan Oscar. Harapan tentu saja besar bahwa bagian ketiga akan melanjutkan kejayaan tersebut.
Namun, realitas berkata lain. Sofia sendiri mengaku tidak nyaman berakting, terlebih dengan ayahnya sebagai sutradara. Aktingnya dianggap canggung, kaku, dan tak mampu mengimbangi lawan main sekelas Al Pacino. Alih-alih menjadi batu loncatan ke Oscar, penampilannya justru mendapat Razzie sebagai Worst Supporting Actress. Setelah itu, Sofia lebih memilih menekuni karier sebagai sutradara dan ironisnya, ia sukses besar di balik kamera, bukan di depan.
Ada aktor yang tampil brilian di proyek kecil dan justru memenangkan Oscar, sementara ada pula yang gagal total meski tampil di film besar yang digadang-gadang jadi karya prestisius. Lalu, siapa lagi aktor berikutnya yang akan terjebak dalam jebakan Oscar bait dan justru berakhir jadi bahan ejekan di Razzie Awards?