Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[REVIEW] Ayka, Nasib Jadi Minoritas Ganda di Negeri Orang

Ayka (dok. MUBI/Ayka)

Ayka adalah film termutakhir sutradara asal Kazakhstan, Sergey Dvortsevoy, yang dikenal luas saat merilis karya debutnya, Tulpan (2008). Film ini tayang perdana di Cannes Film Festival 2018 dan berhasil merebut satu piala di kategori Best Actress atas penampilan apik Samal Yeslyamova. Ayka juga sempat diajukan jadi submisi resmi Kazakhstan pada Academy Awards 2019, tetapi gagal dapat nominasi. 

Meski begitu, ia mengonfirmasi gaya sinematik Dvortsevoy yang setia menggunakan pendekatan kritisnya saat berkarya. Kalau Tulpan ditulis lewat perspektif pemuda pengangguran yang beraspirasi punya peternakan sendiri, tetapi terhalang status ekonomi, Ayka mengangkat isu-isu yang identik dengan perempuan dan minoritas.

Film berdurasi 100 menit ini jauh dari kesan hangat dan menyenangkan. Sebaliknya, dingin, menyedihkan, dan melelahkan, tetapi layak jadi bahan diskusi. Supaya kamu tergugah menontonnya, simak review film Ayka berikut ini terlebih dahulu, ya.

1. Balada imigran Kyrgyztan yang mengadu nasib di Rusia

Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)
Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)

Film dibuka dengan adegan perempuan muda yang kabur dari  rumah sakit bersalin, meninggalkan bayi yang baru ia lahirkan begitu saja. Dari aksi nekatnya melompat dari jendela rumah sakit, sang lakon yang bernama Ayka terburu-buru menuju sebuah tempat sambil menerima panggilan dari ponselnya yang dari tadi berdering. Dari panggilan itu, barulah penonton paham kalau sang lakon sedang terjerat hutang. 

Harinya belum selesai, bersamanya kita akan menyusuri Kota Moskow yang dingin dan tak bersahabat. Selain hutang, Ayka ternyata punya sejumlah masalah lain, mulai dari visa kerjanya yang kedaluwarsa, tertipu perekrut kerja yang kabur tanpa membayar gajinya, hingga fakta bahwa ia tinggal di kos tak layak huni bersama belasan imigran ilegal lain dari Asia Tengah.

Namun, ada satu hal lagi yang mengganggunya, yakni efek pascamelahirkan yang menimbulkan perubahan dan ketidaknyamanan di tubuhnya. Dengan amat terpaksa karena keadaan yang membekuknya dari berbagai sisi, Ayka mencoba sekuat tenaga mengabaikan reaksi alamiah tersebut. 

2. Teknik pengambilan gambarnya inovatif

Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)

Untuk mendemonstrasikan berbagai kesulitan dan pergolakan yang harus Ayka rasakan, Dvortsevoy bekerja sama dengan sinematografer Jolanta Dylewska. Menarik karena ia memilih teknik close-up untuk sebagian besar porsi film tersebut. Keputusan itu membuat penonton bisa turut merasakan urgensi yang dirasakan sang lakon. Teknik meletakkan kamera lekat-lekat di kepala dan wajah lakon macam itu sudah pernah dilakukan oleh Mátyás Erdély saat menggarap film pemenang Oscar, Son of Saul (2015). 

Hal menarik lain adalah fakta bahwa kamera sering kali terlihat ikut bergoyang mengikuti gerak-gerik sang lakon. Seolah atau memang dipegang menggunakan tangan, bukannya tripod dan sebangsanya. Ketidakstabilan kamera tersebut seakan disengaja untuk memberikan kesan grasah-grusuh, sesuai situasi Ayka yang genting dan penuh ketidakpastian.  

3. Potret miris pekerja migran perempuan yang harus menghadapi segregasi ganda

Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)
Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)

Dari segi plot, Ayka merupakan cerminan realitas yang patut jadi bahan refleksi. Film ini dengan akurat menggambarkan segregasi ganda yang harus dihadapi pekerja migran perempuan. Sudah dapat diskriminasi di tempat kerja karena statusnya sebagai migran alias warga negara kelas dua, Ayka juga perempuan yang lebih rentan jadi korban eksploitasi maupun kekerasan seksual. Ini yang kemudian menjelaskan adegan awal film. Faktanya, ia tak pernah merencanakan bahkan mengharapkan kehamilan tersebut. 

Tak selamanya tegang, Dvortsevoy juga memberi sedikit harapan bagi Ayka dan penonton lewat pertemuannya dengan sesama pekerja migran perempuan di sebuah klinik. Pertemuan ini setidaknya memberikan kelegaan sekaligus waktu rileks bagi Ayka yang sedari tadi didera masalah bertubi-tubi. Sang sutradara juga menutup filmnya dengan cara yang tak biasa. Ia memang memberikan solusi untuk masalah Ayka, tetapi menyelipkan ambiguitas moral yang mengusik kompas moralmu sebagai penonton. 

Terlepas dari nuansanya yang suram dan menyedihkan, Ayka berhasil mengangkat isu sosial yang sebenarnya umum terjadi, tetapi lebih sering kita abaikan ketimbang pikirkan. Apresiasi besar pula buat aktris Samal Yeslyamova yang jadi bintang utama di film ini. Performanya tak main-main. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us