Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Meski tak berhasil tembus nominasi Oscar 2023, Boy From Heaven sempat jadi perbincangan hangat di Cannes Film Festival 2022. Film karya sutradara Tarik Saleh ini berlatarkan sebuah institusi Islam terbesar di dunia di Mesir, Universitas Al Azhar. 

Keputusannya memilih latar tersebut tentu menimbulkan pertanyaan dan prasangka, mengingat Al Azhar merupakan institusi pendidikan yang jadi kiblat cendekiawan muslim dunia.

Namun, benarkah Saleh berniat mendulang kontroversi seperti spekulasi yang berkembang? Coba kamu cari tahu sendiri melalui review film Boy From Heaven berikut ini.

1. Tarik Saleh mendapuk seorang bocah alim dari keluarga underclass sebagai lakonnya

film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Meski durasinya 2 jam penuh, film ini cukup padat. Tidak ada filler tak perlu di dalamnya. Dengan rapi, Saleh langsung memperkenalkan latar belakang sang lakon, Adam yang tinggal di desa nelayan bersama ayah dan dua adik laki-lakinya. 

Adam diceritakan sebagai bocah alim dan rajin yang berhasil dapat beasiswa dari pemerintah untuk berkuliah di kampus negeri paling bergengsi di Mesir, Al Azhar. Kabar ini disambut baik mentor dan keluarganya. Dengan bekal secukupnya, Adam yang terlihat masih naif dan cenderung berhati-hati mendarat di Kairo.  

Al Azhar bagi Adam adalah tempat yang sempurna untuk dirinya yang haus pengetahuan, disiplin, rajin, dan tak neko-neko. Namun, ternyata profilnya yang biasa-biasa saja itu justru menarik badan intelijen negara setempat merekrutnya sebagai agen rahasia. 

2. Mengajak penonton mengenal dan mengulik sistem pemerintahan teokrasi

film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Sama seperti kebanyakan negara-negara Arab lainnya, Mesir menganut sistem pemerintahan teokrasi. Kebalikan dari sekuler, imam besar dan para ulama merupakan bagian penting dalam konstelasi politik Mesir.

Pada awal film, Saleh bahkan menyertakan disklaimer tentang betapa krusialnya sosok imam besar Al Azhar dalam masyarakat Mesir. Pemerintah pun mau tak mau punya kepentingan untuk bisa rukun dan sejalan dengan tokoh-tokoh prominen di Al Azhar. 

Kedatangan Adam di Al Azhar bebarengan dengan kematian imam besar yang memicu pergolakan. Tidak hanya pemerintah, kelompok radikal juga punya urgensi untuk menempatkan figur yang bisa mewakili suara mereka.

3. Kritik terhadap hipokrisi dan korupsinya dikemas hati-hati tanpa menista agama

film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Konflik tersebut dijadikan Saleh sebagai jalannya untuk mengkritik dan mengekspos betapa korup dan hipokritnya para pengambil keputusan di Mesir. Semua ia lakukan dengan amat hati-hati dan cermat.

Saleh, melalui adegan dan dialog dalam karyanya, memastikan bahwa tidak ada yang salah dengan ajaran agama. Melainkan interpretasi dan penyalahgunaan kekuasaan serta pengetahuan oleh pihak-pihak tertentu yang jadi akar masalahnya. Dengan berlindung di bawah bendera negara dan label agama, tokoh-tokoh ini sebenarnya hanya ingin kekuasaan dan kehormatan demi memuaskan ego masing-masing. 

4. Film konspirasi agen rahasia dengan tambahan isu perjuangan kelas

film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Adam, bocah alim dari keluarga underclass yang tak punya daya, terjebak dalam proses perebutan kekuasaan itu. Ini yang jadi poin unik dalam Boy From Heaven. Tidak seperti film mata-mata Hollywood yang tokohnya sering kali berasal dari keluarga kaya raya atau berprivilese, Adam adalah sosok yang relevan bagi banyak orang. 

Ia rakyat biasa yang dieksploitasi dan dimanipulasi untuk kepentingan kalangan atas. Menjelang akhir cerita, Adam pun terancam "dibuang" setelah dianggap tak lagi berguna untuk para pengambil keputusan yang telah menggunakan jasanya. 

Secara tidak langsung, Tarik Saleh menyertakan isu perjuangan kelas dalam film ini. Ini membuat plot Boy From Heaven lebih kaya dan dalam. Menyertakan isu sosial dalam film memang umum dilakukan. Tak jarang sutradara dapat apresiasi atas kepekaannya itu. 

5. Polanya sedikit mirip dengan film A Prophet (2009) yang dibintangi Tahar Rahim

film Boy From Heaven (dok. Festival de Cannes/Boy From Heaven)

Pola cerita ini sebenarnya memiliki kemiripan dengan A Prophet (2009). Saat itu, Tahar Rahim yang masih berstatus pendatang baru didapuk memerankan seorang pemuda Arab, Malik, yang terdampar di sebuah penjara sebagai hukuman atas tindak kriminalnya. 

Malik, sama seperti Adam, diceritakan sebagai sosok yang naif dan tak memiliki karisma yang mencolok. Profil ini ternyata menarik tahanan politik pemberontak Corsica di penjara tersebut untuk merekrutnya sebagai utusan mereka. 

Awalnya terpaksa dan dilakukan untuk bertahan hidup, ternyata Malik menemukan kepercayaan diri dan tak kalah pandainya melakukan manipulasi untuk keuntungannya sendiri. Ini sama persis dengan character development Adam dalam Boy From Heaven.

Bedanya, Adam tidak seperti Malik dalam A Prophet yang mengalami kenaikan status sosial. Sesuai dengan kutipan monolog salah satu karakter dalam filmnya, "manusia tidak bisa menentukan takdirnya sendiri", Adam harus merelakan hal-hal di luar kontrolnya untuk melanjutkan hidup. 

Penasaran dengan kisah Adam yang terjebak konspirasi intelijen saat kuliah di Al Azhar? Jangan puas dengan membaca ulasan dan sinopsisnya, tonton langsung juga karya terbaru sutradara Tarik Saleh ini. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team