[REVIEW FILM] 5 Penjuru Masjid: Bagaimana Caramu ‘Mengaspal’ Jalan Menuju Tuhan?

Bertepatan dengan hari pertama bulan Ramadan yang jatuh pada Kamis (17/05) lalu, perfilman Indonesia merilis sinema religi berjudul ‘5 Penjuru Masjid (5 PM)’. Mengangkat kisah hijrah empat pemuda kekinian, seorang pengurus masjid bernama Gani, dan Bewok Si Maling kotak amal yang mereka selamatkan.
Film berdurasi 98 menit ini digarap oleh sutradara Humar Hadi dan Umank Ady selaku penulis skenario. Awal Ramadan menjadi momentum tepat bagi rilisnya film ‘5 Penjuru Masjid’. Mengajak generasi milenial untuk sejenak mengesampingkan urusan duniawi dan kembali menautkan hati pada Sang Pencipta.
Apakah jalan hijrah mereka mulus tanpa hambatan? Berikut ulasan lengkapnya.
1.Menghadirkan wajah-wajah segar yang siap jadi idola baru kaum hawa

Film ‘5 Penjuru Masjid’ dibintangi oleh Zikri Daulay (Abian), Aditya Surya Pratama (Budi), Faisal Azhar Harahap (Gani), Zaky Ahmad Rivai (Usman), dan Ahmad Syarief (Lukman) sebagai lima sekawan pemuda masjid Al Kautsar. Pemeran pendukung menempatkan selebgram hijab Ressa Rere dan suami, serta Arafah Rianti yang makin diandalkan sebagai penyumbang humor di beberapa tayangan religi.
Mayoritas pemain adalah wajah-wajah segar yang baru turun ke dunia seni peran, kecuali Zikri Daulay yang sudah lebih dulu dikenal lewat sinetron ‘Dear Nathan The Series’. Nama Aditya Surya Pratama juga gak asing, dia populer sebagai penulis dan selebgram yang banyak digandrungi kaum hawa.
Dalam film, mereka berlima dikisahkan sebagai pemuda lajang. Membuka peluang jadi idola baru di tengah kaum hawa, terlebih dibayangi sosok religius yang mereka perankan. Atau menjadi parameter menantu idaman bagi sebagian ibu-ibu, siapa yang menolak anak gadisnya dilamar pemuda ganteng lagi saleh?
2.Jika Tuhan selalu dekat, apakah hati kita yang sebenarnya menjauh?

‘5 Penjuru Masjid’ mengusung tagline “Dia yang hatinya tertaut pada masjid”. Dipertegas lagi di awal film dengan munculnya dua potong kalimat berbunyi “bukan masjidnya jauh, tapi hati kita yang jauh”. Bagi umat Islam, masjid adalah rumah Allah SWT. Tempat menjalankan shalat sebagai ibadah wajib, dan melakukan amalan-amalan baik lainnya.
Konten film ini sepenuhnya soal kewajiban dan hak-hak beragama Islam. Tapi premis utamanya bisa dimaknai secara umum: jika Tuhan selalu dekat, apakah sebenarnya hati kita yang menjauh? Ironis memang, kebanyakan manusia baru benar-benar mengingat Tuhan dalam keadaan terpuruk. Entah itu sedih, resah, takut, kecewa atau yang lainnya.
‘5 Penjuru Masjid’ coba menyentil menonton dengan konflik ini, jangan menunggu terpuruk baru mengingat Tuhan. Pintu masjid selalu terbuka kapan saja, tapi kenapa hanya berkunjung saat sedih dan susah?
Budi gagal lolos beasiswa, Lukman menyesal gak ada di samping ibunya menjelang ajal beliau, Abian sepi panggilan manggung, dan Usman di-PHK dari kantornya. Empat orang pemuda ini lantas bertemu di masjid Al Kautsar, setelah cobaan demi cobaan menerpa hidup mereka.
3.Mengedepankan nuansa kekinian yang tidak kearab-araban, sebuah strategi jitu?

Film religi Indonesia yang sukses sejauh ini mengandalkan nilai kearab-araban sebagai produk utama, sebut saja ‘Ayat-ayat Cinta’ dan ‘Ketika Cinta Bertasbih’. Dengan jalan cerita yang cukup serius, simpelnya begini: anak muda kekinian mana betah menonton drama tanpa humor?
‘5 Penjuru Masjid’ hadir sebagai gebrakan baru. Mengangkat kisah hidup anak muda, nuansanya kekinian, dan diselingi humor syarat makna. Memberi nuansa segar untuk genre religi di perfilman Indonesia, bahwa kesan religius gak identik dengan budaya Timur Tengah.
Dari 1-10, bolehlah memberi nilai 7 untuk sinematografi dan pemilihan tone warna. Setting tempatnya sempit, hanya seputaran masjid Al-Kautsar dan tempat tinggal para tokoh, wajar jika eksplorasinya cukup berjalan mulus. Suara latarnya minim tapi muncul di saat yang tepat, membantu menyampaikan emosi tokoh pada penonton.
4.Mengandalkan inti cerita, mengesampingkan tokoh sentral

Menariknya sebuah film terletak di konflik inti dan tokoh utama. Keduanya menjadi pusat perhatian yang memainkan emosi penonton. Hal inilah yang menjadi sedikit nilai minus bagi ‘5 Penjuru Masjid’. Kelima tokoh posisinya setara, gak ada satu yang lebih ditonjolkan sebagai penggerak konflik inti.
Film ini mengandalkan konflik inti, soal pentingnya mengingat Tuhan dan menghidupkan aktivitas masjid. Imbasnya, konflik personal masing-masing tokohnya terasa dangkal. Memang cukup emosional, tapi latar belakang hijrah mereka disajikan kurang kuat.
Ambil contoh kisah Abian yang ngebet ingin nonton konser Dream Theatre dengan harga tiket selangit. Tapi rutin mendengarkan lantunan ayat suci Al Quran dan membaca terjemahannya membuat ia berubah pikiran. Uang belasan juta dari ayahnya gak jadi dibelikan tiket, lalu digunakan untuk beramal.
Jika dieksplor lebih jauh didukung penjiwaan yang lebih dalam lagi, konflik klasik di atas bisa terasa lebih spesial. Durasi 98 menit terasa terlalu padat dengan konflik masing-masing tokoh yang dibuat setara porsinya. Bahkan kehadiran Bewok terasa agak sia-sia. Ia tak lagi jadi masalah setelah 10 menit pertama, meski sudah mencuri kotak amal.
Ditambah kehadiran sosok Arde (Alfie Alfandy) yang terasa tiba-tiba dan janggal. Ia berperan sebagai preman kampung asal Aceh yang menaruh dendam pada masjid. Tanpa menjelaskan latar belakang yang kuat, ia mampu menggerakkan lima sekawan untuk memberi bantuan dana. Bahkan sampai mengantar pulang ke Aceh secara eksklusif dan cuma-cuma.
5.Cocok buat tontonan saat ngabuburit nih, siraman rohani sembari menunggu waktu buka puasa

Terlepas dari banyak kejanggalan di sana-sini, ‘5 Penjuru Masjid’ cocok dijadikan tontonan mengisi waktu ngabuburit. Ambil jam tayang selepas Ashar, nanti keluar dari studio sudah dekat dengan waktu buka puasa deh!
Banyak pesan positif yang coba disampaikan film ini untuk generasi muda. Semangat berapi-api dan ambisi mengejar asa kadang membuat kita lalai. Bahwa dunia ini hanyalah sementara, ada kehidupan setelah kematian yang menunggu kita kekal abadi di sana. Jika bekal yang kita cari hanya soal duniawi, bagaimana nasib kita nanti setelah mati?
Bagi kamu para generasi muda Muslim zaman now, manfaatkan bulan Ramadan ini untuk introspeksi yuk! Sudah sejauh mana kamu menjaga kualitas keimanan? Menonton fillm ini mungkin bisa membantumu mencari jawaban.