Review Film La Tahzan: Cinta, Dosa, Luka, Bagus Gak Ya?

- Film La Tahzan: Cinta, Dosa, Luka mengombinasikan genre drama, horor, dan komedi
- Durasi film terlalu panjang dengan twist yang melelahkan
- Rekomendasi menonton film ini tergantung pada nyali dan selera humormu
La Tahzan: Cinta, Dosa, Luka (2025) akhirnya rilis di Indonesia. Dengan durasi 2 jam 19 menit dan rating 17 tahun ke atas, film ini coba memadukan drama keluarga, horor mistis, dan komedi. Disutradarai oleh Hanung Bramantyo, yang sebelumnya menggarap Ipar Adalah Maut (2024), film ini awalnya terlihat menjanjikan. Apalagi mengusung judul yang terdengar Islami. Namun, benarkah itu?
Diadaptasi dari kisah viral Elizasifaa, film ini mengisahkan cinta segitiga antara Alina (Marshanda), Reza (Deva Mahenra), dan Asih (Ariel Tatum). Jika kamu datang dengan ekspektasi menyaksikan drama yang grounded, siap-siap dibanting ke dimensi lain. Di film ini, konfliknya tidak cukup diselesaikan dengan konfrontasi dan air mata. Seperti apa? Yuk, simak ulasannya di bawah!
1. Kombinasikan genre drama, horor, dan komedi

Film ini seperti hasil kawin silang antara Ipar Adalah Maut, Guna-Guna Istri Muda, dan Sihir Pelakor. Dari awal, penonton dibombardir dengan plot drama keluarga. Sampai di third act, semuanya berubah. Ada satu adegan yang seolah memaksa nyambung ke cerita. Padahal, film ini bisa sekali dibuat murni drama religi atau drama keluarga tanpa embel-embel "horor."
Uniknya, di tengah konflik, ada momen komedi yang entah disengaja atau tidak. Bayangkan, di satu momen kita melihat adegan intens, kemudian di detik berikutnya kita mendengar teriakan "MAMPUS LO!" dari ibu-ibu di studio. Terdengar seperti sound effect resmi film.
2. Durasi terlalu panjang, twist melelahkan

Durasi 2 jam 19 menit sebenarnya bukan masalah. Dengan catatan: kalau setiap menitnya efektif. Kita ambil contoh The Shining (1980) karya Stanley Kubrick di mana setiap adegan terasa pas dari awal sampai akhir. Sayangnya, La Tahzan justru menghabiskan 20 menit pertama untuk menjejalkan informasi-informasi yang, spoiler, tidak punya pengaruh signifikan ke cerita utama.
Terlalu banyak subplot dan belokan aneh membuat penonton kelelahan mengikuti alurnya. Lalu datanglah twist di babak ketiga dan di sinilah sebagian penonton langsung mengernyit kebingungan. Bisa dibilang, "Dajjal kalau lihat kelakuan Asih pasti geleng-geleng kepala."
3. Apakah La Tahzan (2025) reccomended untuk ditonton?

Jawabannya tergantung pada nyali dan selera humormu. Kalau kamu tipe orang yang suka drama realistis, La Tahzan jelas bukan tontonan yang tepat. Tapi, kalau kamu mau pengalaman nonton yang absurd, penuh teriakan spontan dari penonton, plus sensasi melihat karakter antagonis yang bikin darah mendidih, La Tahzan menawarkan hiburan itu dengan porsi berlebihan.
Sebagai karya yang mencoba memadukan tiga genre sekaligus—drama, horor, dan komedi—hasilnya memang tidak seimbang. Sinematografi oke, beberapa momen komedi kena, tapi plotnya terasa terlalu ingin jadi "beda" sampai lupa menjaga konsistensi cerita. Satu hal yang saya rasakan saat keluar bioskop, "Barusan gue nonton apa, sih?"