Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Shirley Clarke (instagram.com/shirleyclarkefilm)
Shirley Clarke (instagram.com/shirleyclarkefilm)

Intinya sih...

  • Shirley Clarke, sutradara eksperimental yang menantang norma dengan karya berani dan tak biasa.

  • Stephanie Rothman, sosok langka di tengah perfilman didominasi pria, memasukkan nuansa feminis dalam film debutnya.

  • Forough Farrokhzad, penyair dan pembuat film asal Iran yang meninggalkan jejak abadi lewat satu film pendeknya.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di balik nama-nama besar seperti Alfred Hitchcock atau François Truffaut, ada sejumlah sutradara dari era 1960-an yang justru tak banyak dikenal. Padahal karya mereka sangat berani dan berpengaruh. Mereka menghadirkan perspektif yang unik, menyentuh tema-tema sosial yang tabu, serta bereksperimen dengan gaya sinema yang tak biasa.

Beberapa dari mereka bahkan perempuan atau berasal dari negara-negara yang kala itu jarang mendapat sorotan di industri film global. Namun, karena berbagai alasan, nama-nama berikut perlahan tenggelam dari catatan sejarah populer. Padahal, jika diberi ruang yang layak, karya mereka bisa jadi telah membentuk lanskap sinema yang sangat berbeda hari ini. Berikut sederet sutradara era tahun 60-an yang terlupakan.

1. Shirley Clarke

Shirley Clarke (instagram.com/shirleyclarkefilm)

Pada era 1960-an, Shirley Clarke muncul dengan pendekatan film yang berani dan tak biasa. Ia menantang norma dengan menceritakan kisah-kisah dari orang-orang yang sering diabaikan. Film pertamanya, The Connection (1961), menggunakan gaya eksperimental untuk menggambarkan kehidupan para musisi pecandu heroin.

Ia juga dikenal lewat dokumenter Robert Frost: A Lover’s Quarrel With the World (1963), yang bahkan memenangkan Oscar untuk Dokumenter Terbaik. Meskipun pencapaiannya luar biasa, nama Clarke sering terlupakan jika dibandingkan dengan tokoh seperti John Cassavetes.

Clarke tak takut mengangkat tema sensitif, termasuk kehidupan orang kulit hitam dan komunitas LGBTQ lewat film seperti The Cool World (1963) dan Portrait of Jason (1967). Ia adalah salah satu dari sedikit perempuan pembuat film independen pada masanya.

2. Stephanie Rothman

Stephanie Rothman (wikimedia.org)

Di tengah perfilman yang didominasi pria, Stephanie Rothman muncul sebagai sosok langka di tahun 60-an. Ia banyak bekerja di genre eksploitasi, tapi film debutnya It’s a Bikini World (1967) tampil beda karena memasukkan nuansa feminis yang halus. Rothman juga turut menyutradarai Blood Bath (1966), film horor aneh yang memperlihatkan sentuhan khas dari perspektif perempuan.

Kariernya berlanjut ke tahun 70-an dengan film seperti The Velvet Vampire (1971), yang termasuk dalam sub-genre vampir lesbian. Meskipun sebagian besar karyanya berupa film kelas-B dengan unsur seks dan kekerasan, Rothman tetap patut diapresiasi. Ia adalah salah satu perempuan yang berhasil menembus batas genre dan membuktikan bahwa eksploitasi pun bisa punya sisi artistik.

3. Forough Farrokhzad

Forough Farrokhzad (nytimes.com)

Forough Farrokhzad adalah penyair dan pembuat film asal Iran yang kariernya tragisnya terhenti terlalu dini. Ia meninggal dalam kecelakaan mobil di usia 32 tahun, bahkan sebelum dekade 60-an berakhir. Selama hidupnya, ia hanya membuat satu film pendek berjudul The House is Black (1962), yang menggambarkan kehidupan penderita kusta di Iran dengan puitis dan penuh empati.

Farrokhzad lebih dikenal sebagai penulis, tapi film pendeknya menunjukkan sensitivitas dan bakat visual yang luar biasa. Ia bahkan mengadopsi seorang anak dari koloni kusta tempat ia syuting, sebagai wujud nyata kepeduliannya. Karyanya adalah bukti bahwa bahkan dalam durasi 20 menit, seseorang bisa meninggalkan jejak abadi dalam dunia seni.

4. Peter Watkins

Peter Watkins (harvardfilmarchive.org)

Peter Watkins adalah sutradara di balik film Privilege (1967) sebuah sindiran tajam tentang selebriti dan kontrol masyarakat. Film ini menyentil budaya pemujaan terhadap tokoh publik, dan meski sangat relevan, film tersebut lama terlupakan hingga akhirnya dikenali kembali lewat restorasi BluRay.

Watkins punya gaya visual kuat dan pesan sosial yang tajam, tetapi mungkin justru inilah yang membuatnya terlalu berani untuk zamannya. Salah satu karya terkenalnya adalah The War Game (1966), dokumenter fiktif tentang serangan nuklir di Inggris.

Film tersebut begitu realistis hingga BBC memutuskan untuk melarang penayangannya karena dianggap terlalu menakutkan. Watkins bukan nama yang akrab di kalangan penonton umum Inggris, tapi sumbangsihnya terhadap film eksperimental dan politis sangat penting.

5. Barney Platt-Mills

Barney Platt-Mills (theguardian.com)

Film Inggris tahun 60-an dikenal dengan genre kitchen sink drama, yang menggambarkan realitas keras seperti kemiskinan, rasisme, dan aborsi. Namun di antara film-film besar era itu, Bronco Bullfrog (1969) karya Barney Platt-Mills adalah hidden gem. Film ini menggambarkan kehidupan remaja Inggris dengan jujur dan tanpa glamor.

Platt-Mills juga membuat film Private Road (1971), kisah cinta yang tenang tapi getir. Ia pandai menangkap sisi kehidupan yang jarang ditampilkan dengan cara yang tulus dan realistis. Setelah beberapa karya awal, ia lebih banyak fokus ke proyek sosial, termasuk bekerja dengan narapidana, menunjukkan dedikasinya pada cerita-cerita yang sering diabaikan masyarakat.

Mereka mungkin tak disebut dalam buku pelajaran film pada umumnya, tapi warisan sinematik mereka tetap terasa hingga kini. Siapa tahu, mungkin setelah mengenal lima sutradara ini, kamu akan menemukan film favorit barumu dari era yang sering disebut sebagai dekade keemasan sinema.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team