Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sutradara Hebat yang Kehilangaan Arah, Gagal Memenuhi Potensi!

Richard Kelly dan James Marsden (dok. Warner Bros/The Box)
Richard Kelly dan James Marsden (dok. Warner Bros/The Box)

Dalam dunia perfilman, tidak sedikit sutradara yang sempat dipuji sebagai calon legenda karena karya debutnya yang brilian. Mereka datang membawa visi segar, pendekatan unik, dan cerita yang menyentuh atau mengguncang pasar. Banyak penonton dan kritikus berharap mereka akan terus menghadirkan film berkualitas tinggi yang memperkaya sinema dunia.

Namun, harapan itu tak selalu jadi kenyataan. Beberapa dari mereka justru kehilangan arah, memilih proyek yang salah, atau terlalu larut dalam tekanan industri. Alih-alih membangun portofolio mengesankan, mereka malah terjebak dalam franchise kosong, keputusan kreatif yang membingungkan, atau bahkan menghilang dari radar. Kira-kira sutradara siapa saja?

1. George Lucas

George Lucas dan Steven Spielberg (dok. Paramount Pictures/Indiana Jones and the Last Crusade)

Mungkin ini akan membuat beberapa orang tidak setuju, tapi nama George Lucas memang layak masuk dalam daftar ini. Setelah menciptakan Star Wars pada 1977, Lucas dianggap sebagai jenius sinema yang akan menjadi rival berat Steven Spielberg dalam hal konsistensi dan kualitas film.

Namun sayangnya, Star Wars justru seperti mengurung kreativitas Lucas dan membuatnya lebih fokus pada dunia fiksi antargalaksi itu ketimbang mengeksplorasi ide-ide segar lainnya. Fakta mengejutkan bahwa sepanjang kariernya, Lucas hanya menyutradarai dua film non-Star Wars yakni THX 1138 (1971) dan American Graffiti (1973).

Sisanya, ia lebih banyak duduk di kursi produser atau menciptakan cerita untuk film lain seperti Indiana Jones. Sayang sekali, Lucas tampak tidak pernah benar-benar memanfaatkan potensinya sebagai sutradara, dan akhirnya hanya dikenang sebagai “bapak Star Wars”.

2. Greta Gerwig

Greta Gerwig (dok. Netflix/White Noise)

Greta Gerwig memulai kariernya sebagai ratu film indie dengan gaya mumblecore yang unik, terutama lewat film Frances Ha (2012) yang ia tulis dan bintangi. Karya penyutradaraannya seperti Lady Bird (2017) dan Little Women (2019) menunjukkan kemampuannya dalam menyajikan cerita emosional dengan sentuhan komedi yang cerdas.

Saat itu, banyak yang berharap Gerwig akan menjadi suara baru di dunia perfilman yang segar dan bermakna. Namun, semua berubah setelah Barbie (2023). Film ini dipenuhi pesan yang terlalu sentimental dan penggambaran feminisme yang dangkal. Alih-alih menyampaikan ide kuat lewat cerita yang kuat, Barbie terasa seperti produk dagangan lengkap dengan segala jenis merchandise.

Kini, Gerwig tampak lebih tertarik menggarap film-film berdasarkan IP besar ketimbang karya orisinal. Sayang sekali, potensi emas dari sang sutradara indie seolah terjual demi kejayaan komersial.

3. Alex Cox

Alex Cox (dok. Blue Dragon Films/The Curse of the Dragon Sword)

Pada dekade 1980-an, nama Alex Cox sempat bersinar lewat film-film cult seperti Repo Man dan Sid and Nancy, yang membawa semangat punk yang otentik ke layar lebar. Gayanya yang bebas dan berani sempat menjanjikan arah baru dalam dunia sinema independen. Namun, semuanya berubah setelah kegagalan film Walker (1987) yang membuat karier Cox nyaris tenggelam.

Setelah itu, ia beralih ke produksi film super low-budget yang kualitasnya sulit untuk dibanggakan. Beberapa bahkan terlihat lebih buruk daripada tugas kuliah anak film. Tentu, Cox mungkin masih setia pada semangat punk-nya, tapi punk bukan alasan untuk membuat film yang buruk. Bandingkan saja dengan Jim Jarmusch yang juga nyentrik namun tetap punya kualitas.

4. Patty Jenkins

Patty Jenkins dan Charlize Theron (dok. Newmarket Films/Monster)

Debut Patty Jenkins lewat Monster pada 2003 langsung mendapat pujian luas. Film ini mengangkat kisah nyata Eileen Wuornos dan berhasil mengantar Charlize Theron meraih Oscar. Banyak yang mengira Jenkins akan menjadi salah satu sutradara perempuan paling berpengaruh di dekade berikutnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Setelah vakum cukup lama, ia kembali menyutradarai film Wonder Woman pada 2017, yang meski sukses secara finansial, dianggap biasa-biasa saja secara sinematik. Sekuelnya, Wonder Woman 1984, bahkan mendapat banyak kritikan negatif. Sayangnya, hingga kini, Jenkins belum kembali dengan karya yang sekuat Monster.

5. Richard Kelly

Richard Kelly (dok. Warner Bros/The Box)
Richard Kelly (dok. Warner Bros/The Box)

Donnie Darko (2001) dianggap sebagai salah satu film indie paling berpengaruh dalam dua dekade terakhir. Disutradarai oleh Richard Kelly, film ini menunjukkan kemampuan naratif dan atmosferik yang luar biasa. Banyak yang mengira Kelly akan menjadi pembuat film hebat yang terus mengejutkan dunia. Tapi sayang, kariernya terhenti nyaris di titik itu saja.

Dua proyek berikutnya, Southland Tales (2006) dan The Box (2009), gagal mencuri perhatian dan malah menuai kritik. Southland Tales terutama dianggap terlalu berantakan dan ambisius tanpa arah yang jelas. Sejak 2009, Kelly tak lagi menyutradarai film panjang. Dari sutradara muda yang menjanjikan, ia kini hanya jadi catatan kaki dalam sejarah sinema.

Jika melihat perjalanan para nama besar ini, kita jadi sadar bahwa bakat saja tidak cukup untuk bertahan di dunia film. Butuh arah, konsistensi, dan kadang keberuntungan. Pertanyaannya, dari kelima sutradara ini, siapa yang menurutmu masih bisa bangkit kembali?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us