Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jeremias Nyangoen dan poster film Women from Rote Island
Jeremias Nyangoen dan poster film Women from Rote Island (Instagram.com/jeremiasnyangoen | Instagram.com/raffinagita1717)

Surabaya, IDN Times - Terpilihnya SORE: Istri dari Masa Depan untuk mewakili Indonesia di ajang Oscars 2026 menimbulkan diskusi di kalangan netizen; apakah film ini mampu menembus nominasi lima besar Best International Feature Film? Bukan tanpa alasan, sebab, selama bertahun-tahun mengirimkan perwakilan, Indonesia belum pernah sekali pun menjadi nomine.

Jeremias Nyangeon, sutradara yang filmnya juga pernah jadi utusan Indonesia di Oscars 2025, Woman From Rote Island, mengemukakan pendapatnya. Apa alasan Indonesia selalu gagal, ya?

1. Indonesia harus gandeng publisher internasional untuk promosi film utusan

Jeremias Nyangoen (Instagram.com/jeremiasnyangoen)

Jeremias Nyangoen, sutradara film Women From Rote Island, mengatakan, sulit bagi film Indonesia untuk menembus nominasi Piala Oscar. Pasalnya, butuh effort hingga dana besar, serta dukungan dari pemerintah agar hal tersebut bisa terjadi.

"Kalau saya hanya bisa mengatakan, bahwa sulit ya kita bisa tembus kalau pemerintah kita juga tidak turun tangan. Biasanya bukan hanya bicara kualitas film saja, tetapi untuk tembus ke sana, nominasi saja, itu membutuhkan effort yang besar. Dana yang cukup besar," ungkap Jeremias ketika dihubungan IDN Times melalui WhatsApp Call pada Minggu (28/9/2025).

Ia menambahkan, film Asia yang berhasil tembus nominasi Oscar rata-rata harus menggandeng publisher internasional. Biaya yang dibutuhkan untuk menggaet publisher internasional tersebut bisa mencapai Rp1,5 sampai Rp2 miliar.

"Publisher itu yang akan mengantur bahwa film-film kita, film nominator, nominasi, atau yang sudah lolos seleksi untuk diputar di sejumlah negara bagian," lanjutnya. Ia juga mengaku mengetahui fakta tersebut baru-baru ini.

2. Buat pemutaran di sejumlah negara dan undang tokoh-tokoh penting

Poster SORE: Istri dari Masa Depan (Instagram.com/cerita_films)

Selanjutnya, film yang dikirim juga butuh menggelar pemutaran khusus di negara-negara lain. Tujuannya agar film tersebut makin dikenal oleh masyarakat luas sehingga kemungkinan untuk bisa masuk nominasi akan makin besar.

"Pemutaran di tempat-tempat khusus, bisa di bioskop atau apa, karena saya belum pernah, saya tidak tahu. Tapi ya di sejumlah negara bagian. Asumsi saya dan teman-teman, bahwa mungkin diputar di sejumlah bioskop atau tempat khusus pemutaran film, misalnya museum. Nah, itu kan butuh biaya, paling tidak tiga sampai tujuh negara bagian," ujar sutradara yang pernah membintangi film Kanibal - Sumanto (2004) itu.

Ia juga menjelaskan, saat pemutaran, publisher atau distributor harus mengundang orang-orang yang bergerak di bidang-bidang yang terkait dengan tema filmnya. Misalnya untuk film Women From Rote Island, maka sebaiknya ada mereka yang bergerak di bidang kemanusiaan, atau seperti profesor dan dokter. Selain itu, yang tidak kalah penting, mereka juga harus mengundang tokoh yang memiliki peran dalam pengambilan suara di Academy Awards.

"Yang tidak kalah penting, yang punya posisi pengambilan suara di Academy. Nah, itu perlu diundang juga, sangat penting, supaya mereka menonton. Dari ratusan atau ribuan film, tidak mungkin mereka bisa menonton film kita, kalau mereka tidak diberi tahu," tambahnya.

3. Pengalaman Jeremias, pendanaan baru dicari setelah dinyatakan lolos 95 besar

Poster Women from Rote Island (Instagram.com/raffinagita1717)

Menurut Jeremias, pemberitaan di dalam negeri ketika film tersebut memenangkan penghargaan di festival film juga penting. Namun, hal tersebut masih kurang, karena perlu dukungan dari pemerintah, seperti film Parasite (2019), yang digadang-gadang menggolontarkan dana mencapai puluhan miliar untuk distribusi di luar negeri.

"Kayak Korea kemarin, Parasite. Sebagai contoh ya, itu pemerintahnya turun tangan, karena biaya itu kan tidak kecil, tidak bisa ditanggung oleh rumah produksi. Parasite, isu yang saya dengar dengan teman-teman, menghabiskan 50 miliar untuk hal itu," katanya.

Kenapa peran pemerintah penting? Jawabannya karena film yang dikirim ke ajang luar negeri juga akan mengangkat nama negara, serta berguna untuk tujuan ekonomi, pariwisata, hingga isu yang dibicarakan. Sayangnya, berdasarkan pengalaman Women From Rote Island, pendanaan baru dicari saat film tersebut masuk ke dalam daftar 95 besar untuk Best International Feature Film di Oscars 2025.

"Dapat satu judul, kemudian dikirimkan ke sana (Oscar), kemudian dari pihak Oscar baru mengatakan, 'Oh ini lolos. Indonesia lolos,' misalkan. Nah, saat diumumkan lolos, seharusnya pemerintah sudah siap. Ketika lolos, bukan malah cari uang dulu. Nah, kalau pas Woman From Rote Island kemarin, sudah lolos, baru cari uang, ya sudah ketinggalan," ungkap Jeremias.

Di sisi lain, film-film negara lain langsung menyewa publisher internasional dan melakukan kampanye. Salah satunya, How to Make Millions Before Grandma Dies. Meski akhirnya gagal tembus 5 besar, tapi film ini jadi film Thailand pertama yang berhasil masuk shortlist, 15 besar, nominasi Oscars 2025 Best International Feature Film.

Jeremias menambahkan, "Sementara negara lain, seperti Thailand, mereka sudah nyiapin, pas lolos, mereka langsung sewa publisher, langsung jalan kampanye mereka."

Indonesia tercatat mengirimkan wakilnya pertama kali ke Academy Awards pada tahun 1987 melalui film Nagabonar. Sejak saat itu, film Indonesia sering ikut mengirimkan wakil, termasuk beberapa tahun belakangan. Selain Sore: Istri Masa Depan dan Women from Rote Island, beberapa film yang pernah mewakili Indonesia di Oscar antara lain Autobiography, Ngeri Ngeri Sedap, Yuni, dan Perempuan Tanah Jahanam.

Editorial Team