Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret Jepang yang memiliki sisi gelap tersembunyi (pexels.com/Nick Kwan)
potret Jepang yang memiliki sisi gelap tersembunyi (pexels.com/Nick Kwan)

Jepang terus membuat dunia terkesan dengan berbagai inovasi cemerlangnya di berbagai aspek. Mulai dari teknologi, seperti kereta cepat, hingga makanan, seperti anggur muscat dan daging wagyu grade A5 yang sangat lezat.

Tradisi budaya yang masih kental di tengah modernisasi, budaya disiplin dan integritas yang kuat, tingkat keamanan yang tinggi, serta panorama alam yang memukau menambah sederet alasan mengapa Jepang sangat mengesankan. Kamu terpukau, kan?

Namun, Negeri Matahari Terbit juga menyimpan rahasia gelap yang berbanding terbalik dengan segala kemajuan dan keindahan yang ditawarkan. Kira-kira apa saja itu? Simak informasinya berikut.

1. Industri hiburan yang kelam

potret gemerlap Tokyo yang juga memiliki sisi gelap (pexels.com/Aleksandar Pasaric)

Industri hiburan Jepang, seperti idoru (idol) dan JAV (Japanese Adult Video), memiliki sisi kelam yang jarang terungkap. Di balik glamornya dunia hiburan ini, terdapat eksploitasi, penindasan, dan perlakuan tidak adil terhadap individu-individu yang terlibat di dalamnya.

Para idol kerap ditempa untuk menjalani kontrak ketat dan larangan kencan demi menjaga citra mereka. Sementara itu, di industri JAV, terdapat kontroversi seputar pemenuhan hak pekerja dan isu-isu moral yang menuai banyak kontroversi meski dilegalkan pemerintah. 

Tak sampai di situ, majalah internasional Time mengungkapkan fakta yang cukup mengejutkan. Disebutkan, pemaksaan terhadap perempuan muda untuk melakukan pornografi dan prostitusi telah menjadi masalah di Jepang. Fetish terhadap remaja menjadi hal yang umum, tapi perlindungan hukum terhadap anak-anak sangat lemah.

Bahkan di jalan-jalan Kabuchiko, salah satu kawasan prostitusi di Tokyo, penuh dengan perempuan berseragam sekolah yang mengundang para pekerja kantoran ke bar-bar kumuh dan panti pijat yang dikenal sebagai bisnis joshi kosei, atau “gadis sekolah menengah”. Tentu ini dinilai sebagai fenomena yang cukup miris.

2. Budaya kerja keras yang "mematikan"

potret Shibuya Station yang dipenuhi para pekerja (unsplash.com/Manuel Cosentino)

Para pekerja di Jepang dikenal memiliki etos kerja yang tinggi. Dijelaskan Big Think, ini tak terlepas dari sejarah bubble economy di Jepang pada 1990-an dan resesi global yang mendorong banyak perusahaan di negara ini untuk melakukan layoff masal guna memangkas biaya.

Alhasil, karyawan yang bertahan harus menanggung beban kerja besar, sehingga jam kerja panjang menjadi makanan sehari-hari. Mereka tak punya pilihan karena takut turut menjadi korban layoff. Ini kemudian menjadi budaya kerja di Jepang, terlebih dengan berkurangnya tenaga kerja seiring menurunnya populasi di negara ini.

"Di Jepang, karyawan bekerja lembur karena ada banyak pekerjaan yang harus ditangani satu orang," papar Yohei Tsunemi, seorang dosen di Chiba University of Commerce kepada The World

Selain itu, pekerja yang pulang tepat waktu dinilai tidak serius dengan pekerjaan mereka. Mereka juga dianggap tak rajin dan tak punya loyalitas. Tak jarang, ini berdampak pada penilaian performa kerja mereka. Inilah mengapa budaya kerja lembur sangat langgeng di salah satu negara maju di Asia menurut Human Development Index pada 2020.

Akibatnya, kelelahan akibat kerja menjadi hal lumrah di Jepang. Stres dan kelelahan kronis pun tak jarang berujung pada kematian. Fenomena ini kemudian dikenal dengan karoshi.

3. Tingginya angka bunuh diri

potret kereta yang dipenuhi pekerja di Jepang (unsplash.com/Kenny Kuo)

Ternyata ada "harga" yang harus dibayar dari kemajuan Jepang. Budaya yang menekankan prestasi, standar yang tinggi, dan ekspektasi masyarakat dapat menyebabkan stres dan kecemasan berlebih pada individu.

Ini mengakibatkan beberapa orang merasa terjebak dan tidak memiliki jalan keluar selain bunuh diri. Fenomena ini menjadikan Jepang sebagai negara dengan tingkat bunuh diri cukup tinggi, yang angka kasusnya meningkat setiap tahunnya, seperti dilaporkan Nippon.

4. Adanya fenomena hikikomori

potret jalanan Shibuya di Tokyo, Jepang yang padat (unsplash.com/Andre Benz)

Di balik gambaran modern dan dinamisnya kehidupan di Jepang, ada sisi gelap yang juga jarang diketahui. Yap, fenomena hikikomori, di mana para remaja hingga dewasa muda memilih untuk mengisolasi diri dari masyarakat. Dilansir The Himalayan Times, mereka menutup diri dari dunia luar dengan tinggal di kamar selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Faktor-faktor seperti tekanan sosial, ekspektasi dan tuntutan yang tinggi, dan tantangan hidup yang kian kompleks menjadi alasan mengapa banyak orang memilih hidup seperti ini. Fenomena ini mencerminkan dampak psikologis dari tuntutan sosial yang berlebihan di masyarakat.

5. Semakin menurunnya populasi penduduk

potret Jepang dengan sisi gelapnya (pexels.com/Dex Planet)

Berkurangnya populasi penduduk di setiap tahunnya menjadi tantangan serius yang juga dihadapi Jepang. Dilaporkan CNN, penurunan jumlah kelahiran mengakibatkan populasi Jepang semakin menua dan merosot.

Lagi-lagi, perubahan nilai tradisional dan kesulitan ekonomi berkontribusi pada fenomena ini. Ini berdampak pada piramida usia yang tidak seimbang, dengan proporsi populasi lansia yang terus meningkat, sementara jumlah generasi muda semakin berkurang.

6. Banyaknya gelandangan di pinggir jalan

potret tuna wisma di Tokyo, Jepang (commons.wikimedia.org/Graham Stanley)

Di tengah gambaran Jepang sebagai negara maju dengan infrastruktur modern dan ekonomi kuat, nyatanya masih banyak tuna wisma yang bisa ditemui di sejumlah tempat, seperti Tokyo, Osaka, dan Kanagawa Prefecture.

Meski begitu, jumlah tuna wisma di Jepang termasuk yang terendah di dunia dan jumlahnya terus menurun setiap tahunnya. Ini dilaporkan dari survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang melalui Nippon.

Itulah rahasia gelap Jepang yang tak banyak diketahui orang. Fakta-fakta "kelam" ini menyadarkan kita bahwa negara maju seperti Jepang sekali pun memiliki persoalannya tersendiri. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kamu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team