Paperback, Sebuah Inovasi Genius dalam Industri Penerbitan

Ada satu penerbit yang memeloporinya

Apakah kamu salah satu penggemar buku? Kalau iya, kamu pasti sudah hapal beberapa tipe jilidan buku yang beredar di pasaran. Ada dua sebenarnya, hardback dan paperback. Sesuai namanya, hardback atau dikenal pula dengan hardcover adalah buku bersampul tebal dan kaku. Ini adalah tipe buku paling awal. 

Kebalikannya, paperback adalah jenis jilidan buku dengan sampul yang gramasi atau ketebalannya tak beda jauh dengan ketebalan kertas isi buku. Meski relatif baru dibanding tipe pertama, paperback ternyata jadi jenis jilidan buku paling populer dan umum ditemukan di pasaran.

Bagaimana paperback bisa menginvasi industri penerbitan? Siapa pula pelopornya? Berikut sejarah singkatnya!

Baca Juga: 5 Buku Karya Desi Anwar, Belajar Memaknai Kehidupan Lewat Buku!

1. Dipelopori penerbit Penguin

Paperback, Sebuah Inovasi Genius dalam Industri Penerbitandesain sampul legendaris Penguin. (instagram.com/penguinclassics)

Melansir tulisan Anne Trubek untuk Smithsonian, inovasi paperback untuk buku pertama kali ditemukan oleh Aldus Manutius, pemilik perusahaan penerbitan Aldine Press asal Italia. Namun, upayanya mempopulerkan tipe buku ini gagal. Naiknya pamor paperback justru terjadi kala Allen Lane di Inggris mencoba hal serupa lewat perusahaan yang ia namai Penguin. 

Keberhasilannya didukung oleh kepiawaian Lane mengurasi judul-judul yang kiranya menarik untuk dicetak ulang dalam format paperback. Tulisan-tulisan penulis populer, seperti Agatha Christie dan Ernest Hemmingway, jadi beberapa judul yang Penguin terbitkan pada awal kemunculan mereka. Lewat inovasi Lane itu, biaya produksi buku bisa ditekan dan karya-karya sastra berkualitas jadi lebih mudah diakses siapa saja. 

Penguin juga punya branding kuat. Sebenarnya sama dengan buku-buku lain, belum ada desain ilustrasi yang mencolok saat itu. Buku biasanya hanya mengekspos judul dan nama penulisnya saja. Penguin pun melakukan hal serupa, tetapi menambahkan kekhasannya sendiri.

Sampul buku-buku terbitan Penguin biasanya berupa tiga kotak warna; kotak teratas dan terbawah berwarna solid (warna tergantung pada genre buku) dan kotak di bagian tengah berwarna putih. Pada kotak tengah itulah judul dan nama penulisnya berada.

Tidak seperti penerbit lain pada masa itu, Penguin memelopori penggunaan font minimalis. Sampai sekarang, desain sampul signatur Penguin itu masih diproduksi, bahkan jadi buruan para kolektor. 

2. Alasan paperback populer di kalangan pembaca

Paperback, Sebuah Inovasi Genius dalam Industri Penerbitanbuku hardback dan paperback (instagram.com/vikingbooks)

Model bisnis Lane terbukti tahan banting. Bahkan selama Perang Dunia II, buku-buku paperback terbukti mudah dibawa di kantong-kantong para tentara. Tipe buku ini juga tidak begitu terdampak kelangkaan bahan baku. Tak pelak, perusahaan-perusahaan lain pun mengekor model produk Penguin. 

Paperback tak hanya menawarkan harga murah, tetapi juga kemudahan akan akses dan kenyamanan untuk konsumen. Dibanding tipe hardcover, buku paperpack jelas lebih ringan dan nyaman digenggam untuk mode membaca dalam berbagai posisi. Namun, bukan berarti hardcover sepenuhnya ditinggalkan.

Masih ada beberapa kolektor dan pencinta buku yang suka dengan tipe hardback. Kamu mungkin juga bisa mengamati sendiri bagaimana penerbit cenderung merilis buku-buku baru dengan format hardback terlebih dahulu sebelum menelurkan versi softcover. Itu karena dari kacamata bisnis, hardback sebenarnya jauh lebih menguntungkan. 

3. Tidak kehilangan penggemarnya di tengah tren digitalisasi

Paperback, Sebuah Inovasi Genius dalam Industri Penerbitanilustrasi buku elektronik (instagram.com/amazonkindle)

Tren digitalisasi sering dianggap sebagai ancaman untuk industri penerbitan. Nyatanya ini tidak sepenuhnya benar. Dampaknya jelas ada, tetapi permintaan terhadap buku cetak ternyata tidak hilang sama sekali.

Menurut data yang dihimpun CNBC dari berbagai sumber di Amerika Serikat dan Inggris Raya pada 2019, volume penjualan buku cetak ternyata mengalahkan buku elektronik. Ini menandakan bahwa buku cetak belum kehilangan penggemarnya, terutama untuk buku-buku bacaan dari genre biografi, fiksi dan sains populer. 

Kasusnya mungkin berbeda untuk buku-buku teks pelajaran. Seperti yang ditemukan Suyatna, dkk. dan dipublikasikan lewat Jurnal Pendidikan IPA Indonesia berjudul 'Electronic Versus Printed Book: A Comparison Study on the Effectivity of Senior High School Pyshics Book', buku elektronik interaktif justru efektif dalam proses pembelajaran fisika di sebuah SMA di Lampung.  

Paperback bisa dibilang inovasi genius dalam industri penerbitan buku. Hingga kini, temuan Allen Lane itu membantu banyak orang mengakses buku-buku berkualitas dengan harga yang relatif lebih murah. Kemudahannya untuk dibawa-bawa juga bikin aktivitas membaca jadi lebih menyenangkan. Temuan yang mungkin terdengar sederhana, tapi legasinya bertahan dari zaman ke zaman. 

Baca Juga: 5 Buku yang Mampu Mengubah Gerak dan Sejarah Dunia

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya