ilustrasi kuburan (pexels.com/Micael Widell)
Tiba-tiba aku melihat sosok kakak perempuan yang telah lama menghilang. Sosok tersebut menangis dan merintih “Tolong Mbak, Ian..Tolong Mbak.” Mendengar suara rintihan kakakku, aku hanya bisa ikut menangis merasakan kepedihan yang luar biasa. Tiba-tiba suara rintihan kakakku berubah menjadi suara jeritan kesakitan, Ia berteriak “Ampuun! Sakit! Tolong, sakit!” di sela-sela teriakannya mendadak darah muncrat dari lehernya yang perlahan-lahan seperti putus karena digorok.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara tangisan bayi yang berasal dari berbagai penjuru. Aku benar-benar ketakutan dan ingin menjerit sejadi-jadinya namun lagi-lagi lidahku hanya bisa diam di tempatnya. Aku hanya bisa pasrah sambil bolak-balik beristigfar, berharap Tuhan segera menolongku dari semua teror ini.
Doaku terjawab, seketika azan Subuh berkumandang. Aku langsung bangun dari mimpi burukku, suara-suara jeritan, tangisan, dan sosok menyeramkan kakak perempuanku lenyap tidak berbekas. Seolah-olah apa yang kualami tadi memang hanya mimpi buruk semata.
Keesokan harinya, aku langsung menceritakan teror yang kualami kepada orang tuaku. Alih-alih percaya orang tuaku justru mengatakan aku hanya mengalami ‘erep-erep’ atau mengigau. Namun, sejak saat itu teror mengerikan tersebut juga dialami oleh orang tuaku, mulai dari suara tangisan bayi, hingga suara rintihan perempuan yang mirip dengan suara kakak.
Lebih anehnya lagi, teror-teror tersebut hanya terjadi setiap bulan Safar dan semakin parah ketika mendekati hari Rabu Wekasan. Firasatku dan ibu benar-benar tidak enak, kami sangat khawatir dengan keadaan kakak. Hanya bapak saja yang masih bergeming dengan egonya, beliau selalu berkata “Mbakmu mah sudah senang hidupnya, dia aja gak mikirin kita.”
Akhirnya, aku memutuskan untuk bertanya ke orang pintar dan jawabannya benar-benar di luar dugaan. Orang pintar tersebut mengatakan kemungkinan besar kakak perempuanku dan anaknya telah menjadi korban tumbal dari ritual Rabu Wekasan.