Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Post-Credit Scene: Dulu Gimik, Sekarang Sayang untuk Dilewatkan

Thunderbolts* (dok. Marvel Studios/Thunderbolts*)
Thunderbolts* (dok. Marvel Studios/Thunderbolts*)

Dihadapkan pada kritikan pedas dan kerugian finansial yang fantastis akibat kualitas yang tidak merata di beberapa proyeknya, Fase 5 dari Marvel Cinematic Universe berhasil ditutup dengan apik oleh Thunderbolts*. Juga dikenal sebagai The New Avengers, film yang disutradarai oleh Jake Schreier ini tampil memuaskan dan menjadi angin segar lewat konsep ala film indie.

Sudah menjadi tradisi bagi Marvel Studios memberikan bocoran film mendatang mereka melalui mid dan post-credit scene. Spoiler alert! Dalam Thunderbolts*, kita diperlihatkan roket milik The Fantastic Four memasuki orbit Bumi. Menandai debut The Fantastic Four di MCU sekaligus menjadi pembuka Fase 6 pada Juli 2025 mendatang.

Tidak heran jika muncul anggapan soal Marvel Studios yang pertama kali memperkenalkan mid dan post-credit scene dalam film. Namun benarkah demikian? Atau ada film lain yang telah lebih dulu menggunakan post-credit scene? IDN Times siap menjawab rasa penasaran kamu lewat pembahasan berikut ini.

1. Apa itu post-credit scene?

Spider-Man: Homecoming (dok. Marvel Studios/Spider-Man: Homecoming)
Spider-Man: Homecoming (dok. Marvel Studios/Spider-Man: Homecoming)

Mengutip dari Studiobinder, post-credit scene merupakan sebuah scene atau adegan yang muncul setelah kredit film selesai ditayangkan. Ada juga yang muncul di tengah kredit film berlangsung dan disebut dengan mid-credit scene. Lumrah digunakan dalam film, post-credit scene turut digunakan dalam serial televisi hingga video game. 

Dikenal juga dengan sebutan stinger, adegan yang ditampilkan pun cukup beragam. Mulai dari blooper atau kesalahan yang terjadi selama proses syuting berlangsung, cuplikan adegan yang mengindikasikan adanya sekuel atau prekuel, hingga cuplikan adegan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan plot.

2. Berangkat dari panggung teater

Wicked the Musical (wickedthemusical.co.uk)
Wicked the Musical (wickedthemusical.co.uk)

Nerdist menyebutkan jika post-credit scene dalam sinema modern mengadopsi konsep encore dalam pentas teater. Encore sendiri merujuk pada para artis yang memberikan pertunjukan tambahan di penghujung pentas. Mereka akan membawakan lagu atau adegan tertentu berkat tingginya permintaan dan antusiasme penonton yang luar biasa. 

Encore pertama yang berhasil direkam datang dari pentas opera perdana Mozart bertajuk Marriage of Figaro pada tahun 1786. Encore sendiri masih bertahan hingga saat ini. Tidak hanya eksis dalam pentas teater modern, encore merambah industri musik lintas genre. Dimana menjadi sebuah kewajiban bagi para musisi untuk membawakan kembali lagu-lagu hits mereka di puncak konser mereka.

3. Post-credit scene pertama dalam film

The Silencers (dok. Columbia Pictures/The Silencers)
The Silencers (dok. Columbia Pictures/The Silencers)

Pada awal mula kemunculannya, mayoritas film Hollywood menaruh kredit film di awal durasi beriringan dengan title sequence. Ketika sudah berada di penghujung cerita, film akan ditutup dengan, “THE END.” Lalu di akhir tahun 1950-an, kredit film mulai ditaruh di akhir film dengan pertimbangan penonton tidak perlu menunggu lama untuk menikmati filmnya. Praktik tersebut baru menjadi hal lumrah di tahun 1960-an.

Film parodi mata-mata besutan sutradara Phil Karlson, The Silencers (1966), tercatat menjadi film pertama yang memiliki post-credit scene. Adegannya sendiri memuat informasi mengenai Dean Martin yang akan kembali berperan sebagai Matt Helm di sekuelnya, Murderer’s Row, yang juga tayang di tahun yang sama.

Jika ditarik lebih jauh, Around the World in 80 Days (1956) besutan sutradara Michael Anderson telah lebih dulu memperkenalkan post-credit scene. Hal ini masih menjadi perdebatan mengingat pada masa itu kredit film tidak terlalu panjang karena tidak mencantumkan banyak staf yang terlibat dalam produksi film tersebut.

4. Eksistensi post-credit scene dari masa ke masa

Deadpool (dok. 2oth Century Studios/Deadpool)
Deadpool (dok. 2oth Century Studios/Deadpool)

Usai kemunculan pertamanya dalam The Silencers (1966), popularitas post-credit dan mid-credit scene mulai meroket. Horor klasik arahan George A. Romero, Night of the Living Dead (1968), menampilkan adegan pamungkas yang menjadi konklusi dari keseluruhan ceritanya usai kredit film rampung.

Memasuki tahun 1970-an, penggunaan post-credit semakin bervariatif. Sebut saja The Muppet Movie (1979) yang menggunakan teknik breaking the fourth wall dengan meminta penontonnya untuk segera pulang. Konsep serupa turut digunakan dalam Ferris Bueller’s Day Off (1986) yang kemudian diparodikan dalam Deadpool (2016).

Sementara di tahun 1980-an, post-credit mulai digunakan sebagai alat untuk menjembatani sekuel di masa depan. Salah satunya ada Young Sherlock Holmes (1985) dimana musuh utamanya bangkit dari kematian dan mengganti namanya menjadi Moriarty yang mengindikasikan antagonis di film berikutnya. 

Sementara di tahun 1990-an dan awal 2000-an, post-credit dan mid-credit scene lebih berfokus pada bloopers atau scene adegan berisi lelucon singkat. Sebut saja Lethal Weapon 3 (1992), Super Mario Bros. (1993), Love Actually (2003), hingga He’s Just Not That Into You (2009).

5. Post-credit scene sebagai elemen penting dalam MCU

Iron Man 2 (dok. Marvel Studios/Iron Man 2)
Iron Man 2 (dok. Marvel Studios/Iron Man 2)

Marvel Cinematic Universe menjadi sosok dibalik popularitas post-credit dan mid-credit scene saat ini. Seperti yang kita ketahui, Marvel Studios menggunakan post-credit untuk memberikan bocoran proyek film berikutnya, memperkenalkan karakter baru, atau sekedar membagikan easter eggs.

Beriringan dengan naiknya pamor platform media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Youtube, post-credit pertama mereka dalam Iron Man (2008) perihal Avengers Initiative seketika menjadi sensasi. Tingginya antusiasme penggemar membantu MCU berkembang dengan pesat. Sejak saat itu, post-credit scene menjadi salah satu identitas penting bagi MCU.

Post-credit scene kini menjelma sebagai pemikat atensi. Kesuksesannya dalam memancing antusias penonton telah menciptakan sebuah fenomena budaya modern. Evolusinya masih terus berlanjut dari lelucon sederhana hingga jembatan antar film dalam sebuah waralaba besar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febby Arshani
EditorFebby Arshani
Follow Us