Tembus 2 Juta Penonton, 10 Makna Terpendam dari Film Dua Garis Biru

Di menit-menit awal, kita melihat kemesraan Bima dan Dara sebagai pasangan remaja yang sedang dimabuk asmara. Ketika keduanya sedang makan seafood kaki lima, Dara begitu fokus memisahkan kerang yang sudah terbuka dari yang masih tertutup.

Perdebatan pun terjadi antara Bima dan Dara. Si cowok bersikeras bahwa gak ada bedanya kerang yang sudah terbuka dengan yang sudah tertutup. Sementara si cewek berpikir sebaliknya.

Walau terlihat seperti pertengkaran biasa, namun adegan ini sebenarnya meninggalkan pesan tersirat. Keperawanan seolah dilambangkan sebagai kerang. Yang tertutup berarti masih suci, sementara yang terbuka seakan sudah ternoda.

Ketika akhirnya Dara memenuhi tantangan Bima untuk menyantap kerang yang sudah terbuka, ia langsung mendapatkan konsekuensi berupa rasa mual. Belakangan kita tahu bahwa hal tersebut dipicu kehamilannya.

Adegan yang saling tandem ini semakin memperkuat analogi bahwa hilangnya kesucian akibat kecerobohan keduanya jadi penyebab konsekuensi yang harus Dara tanggung (mual dan hamil).

Setelah yakin bahwa dirinya hamil, Dara sempat memikirkan nasibnya dan kandungannya seorang diri. Ia pun mencari tahu tentang ukuran janin kehamilan di usia 10 minggu yang ternyata baru sebesar sebutir stroberi. Untuk semakin memahami apa yang dialaminya, ia pun meletakkan buah tersebut di atas perutnya.

Beberapa adegan kemudian Bima dan Dara sepakat akan mengugurkan kandungan tersebut dengan jasa seorang tukang pijat. Kebetulan di depan praktik pijat ada pedagang jus. Bima memilih buah stroberi dan Dara pun menyaksikan stroberi-stroberi itu hancur lebur dalam blender.

Hal ini membuatnya panik dan mengurungkan niatnya untuk menggugurkan kandungan. Seolah ia membayangkan stroberi yang dihancurkan itu adalah janin dalam perutnya sendiri.

Sepintar-pintarnya kamu menyimpan bangkai, pasti baunya akan tercium juga.

Itu yang terjadi pada Dara dan Bima pada akhirnya. Ketika sang guru olahraga akhirnya mengetahui kehamilan Dara, ia segera dibawa ke UKS.

Ia beristirahat di sana sementara orang tua dua sejoli tersebut tengah menghadap kepala sekolah. Pemandangan ini begitu ironis, karena di samping perut Dara yang mulai membesar ada poster tentang pendidikan anatomi dan alat reproduksi manusia.

Adegan ini seakan memberi pesan bahwa kebodohan atau ketidaktahuan mereka berdualah yang membuat konsekuensi itu harus terjadi. Pendidikan seks adalah sesuatu yang fundamental di usia ABG dan remaja. Tetapi keduanya justru tidak mencernanya dengan baik.

Adegan ini juga seolah memberi tamparan keras, di mana seharusnya guru dan orang tua bisa memberikan pendidikan seksual serta risikonya yang fatal. Namun yang terjadi kebanyakan guru dan orang tua hanya membahas bagian luar saja karena dianggap tabu.

Karena emosi sesaat, Rika ibu Dara sempat menolak membawa pulang anaknya tersebut dan menyuruh Bima mengurusnya. Untuk mencapai rumah Bima yang berada di tengah perkampungan, pasangan remaja ini harus melalui berbagai jalan berliku.

Mereka juga berkali-kali berpapasan dengan pertengkaran pasangan yang dipicu problematika berbeda-beda. Entah itu masalah finansial, kompromi, sampai kepercayaan. Dara sempat bertanya di mana letak rumah kekasihnya yang dijawab masih lumayan jauh.

Pada satu momen, ibu belia ini berhenti di ujung sebuah lorong dan menengok ke belakang dengan wajah cemas. Adegan ini seolah melambangkan jalan panjang, berliku, penuh risiko, dan gelap. Konsekuensi dari kesalahan yang ia dan kekasihnya lakukan.

Ondel-ondel jadi salah satu fitur yang berulang kali muncul dalam film ini. Banyak interpretasi yang bisa dihasilkan dari kehadiran Pong si ondel-ondel.

Dalam filosofinya, ondel-ondel perempuan (wajah putih) kerap diidentikkan dengan sosok ibu hamil. Lantaran bentuknya sebagai tubuh perempuan besar dengan seseorang di dalamnya. Bisa jadi kehadiran ondel-ondel dalam beberapa adegan ini merupakan perlambangan Dara yang tengah berbadan dua.

Ada pula adegan di mana Dara dan Bima bertengkar lantaran sang suami tak mau mengejar pendidikan. Selepas itu Dara bermimpi mengikuti ondel-ondel tersebut entah ke mana. Mungkin ini juga merepresentasikan bahwa ondel-ondel itu adalah masa depan suram Bima yang ngotot gak mau belajar demi keluarga kecilnya. Oleh karena itu, Dara pun cemas dan membulatkan tekadnya untuk kembali berkuliah di Korea.

Saat Dara menjalani pemeriksaan USG bersama seluruh keluarganya, mereka pun mengetahui bahwa jenis kelamin bayi tersebut adalah laki-laki. Bima pun nyeletuk kalau dia kira warna garis di alat tes kehamilan menentukan jenis kelamin sang anak.

Jika yang keluar dua garis biru berarti anak cowok, sementara jika dua garis pink berarti cewek.

Jelas ini merupakan salah kaprah yang sangat besar. Walau terasa sepele dan humoris, namun bagian ini bisa menjadi tamparan keras bagi penonton tentang betapa rendahnya pemahaman pendidikan seksual yang baik di tanah air.

Ini salah satu bagian yang juga menyadarkan kita akan risiko pernikahan dan kehamilan di usia anak dan remaja. Selama ini pernikahan di usia dini terkadang dimaklumi. Padahal sejatinya menikah dan bereproduksi di usia belum matang punya begitu banyak risiko.

Ini bukan hanya soal harga diri lagi, tetapi juga keselamatan jiwa terutama bagi sang perempuan. Mungkin saat pertama menyaksikan kamu hanya merasa lucu karena adegan ini memang dikemas dengan gaya komedi. Tetapi seiring berjalannya cerita, kamu jadi dapat pelajaran berharga tentang risiko kesehatan bagi para ibu di usia belia.

Beberapa kali jam pasir milik Dara disorot dengan cara yang cukup menarik perhatian. Menurut saya, jam pasir ini punya interpretasi sendiri dalam setiap kemunculannya.

Misalnya melambangkan waktu yang terus mengalir, tak bisa dihentikan, atau diundur kembali. Adegan saat Bima menatap jam tersebut seolah hanya bisa menyesali kecerobohannya dan berharap bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahannya namun tanpa daya.

Jam pasir juga membuat David, ayah Dara sadar bahwa putrinya sudah tumbuh besar dan punya jalan pikirannya sendiri.

Sebelum insiden hamil di luar nikah tersebut, Zara adalah seorang gadis berprestasi yang punya hobi mendengarkan musik KPop. Dindingnya penuh dengan poster para idolanya yang disebut "suami" olehnya.

Ia juga menempelkan stiker berisi kosakata bahasa Korea di beberapa perabotan untuk menempa kemampuan berbahasanya. Cita-cita terbesarnya adalah berkuliah di sana.

Sayangnya, begitu ia positif hamil perlahan tapi pasti mimpi-mimpi ini seolah terkikis. Pelan-pelan hobi dan segala hal yang dulu pernah membuatnya bersemangat terasa tak tergapai. Dara pun melepaskan satu per satu poster idola dan juga stiker pelajaran bahasa Korea-nya.

Ini seolah menandakan perubahan pola pikir dan prioritas yang terjadi pada dara. Ini juga bisa dilambangkan sebagai berakhirnya semua potensi dan cita-citanya akibat keteledorannya dan sang kekasih.

Meski begitu, ia masih menempelkan satu poster motivasi bertuliskan semangat alias "Hwaiting" dalam huruf hanggul di dindingnya. Seakan-akan berusaha mendorong dirinya untuk terus bersemangat menghadapi apa pun yang akan datang setelah kehamilan tak direncanakan tersebut.

Ada satu lagi adegan memorable yang terasa lucu, namun ternyata punya pesan terpendam. Saat Bima datang untuk melamar Dara, ia lupa mematikan aplikasi penunjuk arah di handphone-nya. Ketika sedang duduk tenang di ruang tamu keluarga Dara, tiba-tiba handphone Bima bersuara "Jalan buntu, putar balik."

Adegan ini seakan menggambarkan bahwa keputusan yang selama ini dianggap jadi jalan keluar terbaik belum tentu demikian. Manusia hanya bisa menyesali dan berusaha memperbaiki keadaan dengan cara yang sebenarnya tidak selalu menyelesaikan masalah. Menikah untuk melindungi nama baik juga tidak selalu jadi happy ending bagi siapa pun yang terlibat dalam perkara seperti ini.

Itu dia 10 adegan dengan makna terpendam dari Dua Garis Biru. Ternyata satu kejadian sederhana bisa meninggalkan banyak pesan yang mendalam ya! Selain itu sebenarnya masih ada beberapa bagian lain yang membuat saya terpekur saat sedang menyaksikannya.

Misalnya kemunculan lagu Naif yang berjudul "Jikalau" atau perbandingan adegan setiap Bima dan kedua orang tuanya salat. Penonton rasanya dimanjakan dengan cerita yang bagus dan gambar yang penuh filosofi. Ditambah pulang dengan ilmu yang penting namun sering diabaikan. Gak heran kalau film besutan Gina S. Noer ini berhasil raup dua juta penonton dalam waktu dua minggu.