7 Tindakan Korup Biro Kepolisian di The Murky Stream

- Kepolisian Mapo Naru dipimpin oleh Lee Dol Gae menindas masyarakat dan menjalin kerja sama dengan bandit untuk mengendalikan ekonomi setempat.
- Kepolisian memungut "pajak" ilegal dari buruh melalui bandit, memperkaya pejabat kepolisian dan memberikan upeti kepada pejabat kerajaan.
- Korupsi merambah ke dalam struktur internal kepolisian, memaksa pedagang membayar uang percepatan, dan menunjukkan manipulasi anggaran serta rusaknya peralatan perang.
Kepolisian Mapo Naru yang dipimpin oleh Lee Dol Gae (Choi Gwi Hwa) dalam drama Korea The Murky Stream digambarkan sebagai lembaga yang justru menindas masyarakat alih-alih melindungi mereka. Bukannya menjadi garda depan keadilan, biro kepolisian ini berubah menjadi bagian dari jaringan kriminal yang menjarah rakyat kecil. Kondisi ini memperlihatkan wajah kelam penegakan hukum di masa Joseon, di mana hukum kerap kali hanya berpihak pada mereka yang berkuasa.
Situasi ini semakin jelas terlihat setelah kehadiran Jung Chun (Park Seo Ham), seorang asisten inspektur yang dipindahkan ke Mapo Naru. Dengan idealisme dan rasa keadilan yang masih kuat, ia terkejut mendapati bahwa korupsi di biro kepolisian sudah begitu mengakar dan berjalan sistematis.
Korupsi bukan hanya dilakukan oleh oknum, melainkan sudah menjadi praktik sehari-hari yang dilegalkan secara tidak langsung oleh atasannya. Berikut tujuh tindakan korup yang paling menonjol dari kepolisian Mapo Naru dalam drakor The Murky Stream.
1. Menjalin kerja sama dengan bandit

Alih-alih memberantas kejahatan, Lee Dol Gae justru menjalin kerja sama dengan para bandit. Mereka diberi kuasa untuk menguasai pelabuhan dan mengatur buruh. Kolaborasi gelap ini bukan hanya menciptakan rasa takut di kalangan rakyat, tetapi juga mengukuhkan posisi kepolisian sebagai penguasa bayangan yang mengendalikan ekonomi setempat.
2. Mengutip ’pajak’ dari buruh

Dengan memanfaatkan bandit sebagai perantara, kepolisian memungut “pajak” ilegal dari para buruh. Uang ini tidak pernah masuk ke kas kerajaan, melainkan dipakai untuk memperkaya para pejabat kepolisian dan memperluas jaringan pengaruh mereka. Para buruh yang sudah miskin pun semakin menderita karena harus menanggung beban pungutan liar.
3. Memberikan upeti kepada pejabat kerajaan

Hasil korupsi tidak berhenti di tingkat lokal. Sebagian dana yang terkumpul disalurkan sebagai upeti kepada pejabat kerajaan. Strategi ini dipakai agar kejahatan mereka tetap bisa berjalan mulus tanpa ancaman dari pemerintah pusat. Dengan demikian, korupsi di Mapo Naru terlindungi oleh sistem yang lebih besar.
4. Suap internal antar polisi

Korupsi juga merambah ke dalam struktur internal kepolisian. Lee Dol Gae menerima suap dari para polisi berpangkat rendah. Dengan uang ini, mereka bisa menghindari tugas berat, mendapatkan posisi strategis, atau sekadar membeli perlakuan istimewa. Budaya suap ini memperlihatkan bahwa integritas aparat benar-benar sudah runtuh.
5. Suap dari pedagang pelabuhan

Selain buruh, para pedagang pun tak luput dari jeratan korupsi. Untuk mempercepat bongkar muat barang, mereka dipaksa membayar “uang percepatan”. Tidak hanya itu, mereka juga dikenai pungutan inspeksi palsu. Semua ini membuat kegiatan perdagangan di Mapo Naru berjalan di bawah tekanan, di mana pedagang kecil semakin tersisih.
6. Catatan inventaris yang dipalsukan

Jung Chun menemukan fakta mengejutkan ketika membandingkan catatan inventaris dengan kondisi nyata di lapangan. Jumlah logistik, perlengkapan, dan aset kepolisian jauh lebih sedikit dibandingkan data resmi. Hal ini membuktikan adanya manipulasi anggaran dalam skala besar yang sudah berlangsung lama tanpa pengawasan.
7. Peralatan perang rusak dan tak terawat

Lebih parah lagi, peralatan perang seperti senjata dan kuda kepolisian tampak tidak terawat, bahkan sebagian besar rusak. Padahal, dalam catatan resmi selalu ada anggaran perawatan rutin. Fakta ini menjadi bukti kuat bahwa dana perawatan diselewengkan, memperlihatkan betapa bobroknya sistem administrasi mereka.
Melalui drama The Murky Stream, penonton disuguhkan potret kelam birokrasi kepolisian yang korup dan menindas rakyat. Jung Chun yang masih idealis dipaksa menghadapi kenyataan pahit, bahwa hukum bisa dimanipulasi untuk kepentingan pribadi mereka yang berkuasa. Tindakan korup yang dilakukan oleh Lee Dol Gae dan bawahannya menjadi simbol betapa rapuhnya keadilan ketika aparat berubah menjadi predator. Drama ini tidak hanya menyajikan konflik kriminal dan politik, tetapi juga menyelipkan kritik sosial yang tajam mengenai kekuasaan, uang, dan hilangnya moralitas.