Kenapa Angka Kelahiran Korea Selatan Rendah di Law and the City?

Drakor Law and the City (2025) menggambarkan tentang kehidupan pengacara Korea Selatan yang punya segudang pekerjaan. Drakor ini memang berusaha memotret kehidupan pekerja Korea Selatan dengan segudang masalah sosialnya secara realistis. Kondisi ini juga gak lupa untuk memasukkan masalah angka kelahiran yang tergolong rendah di negara tersebut.
Bae Mun Jeong (Ryu Hye Young) merupakan seorang pengacara yang sangat berbakat. Dia bahkan dipercaya mengerjakan 50 kasus hukum. Di tengah kerusuhan pekerjaannya, Mun Jeong diketahui telah hamil muda. Sayangnya, banyak hal yang membuat Mun Jeong cukup terkejut dengan keadaan yang dihadapinya selama periode kehamilan ini.
Gak hanya itu, proses ini juga membuat penonton sadar dan menemukan berbagai alasan mengenai penurunan angka kelahiran di Korea Selatan. Lalu, apa saja alasan yang ditemukan hingga permasalahan angka kelahiran ini muncul di drakor Law and the City?
Peringatan, artikel ini mengandung spoiler.
1. Biaya hidup dan pendidikan yang mahal

Terlepas dari kehamilan Bae Mun Jeong, banyak adegan yang menyoroti mahalnya biaya hidup di Korea Selatan. Salah satu gambarannya adalah sosok Ha Sang Gi (Im Sung Jae) yang terus mengumpulkan dana untuk hidup layak. Bagi Ha Sang Gi, dia hidup bekerja keras untuk mengumpulkan uang agar ibunya bisa menikmati jaminan kesehatan dan kehidupan yang baik.
Ha Sang Gi sendiri bukanlah sosok yang hidup di tengah keluarga mampu. Ibunya hanya seorang janda miskin yang harus banting tulang untuk menghidupi anak-anaknya. Ha Sang Gi sendiri berkuliah dengan bekerja paruh waktu untuk membiayai pendidikannya. Kondisi ini membuat Sang Gi harus lulus lebih lama dari temannya yang lain.
Kehidupan Ha Sang Gi ini menunjukkan jika kehidupan di Korea Selatan cukup mahal untuk dijalani. Para orangtua bahkan harus bekerja keras dan mempersiapkan biaya pendidikan serta kehidupan anak jauh-jauh hari.
2. Kurangnya sekuritas karier pada perempuan

Kehidupan di Korea Selatan memang gak mudah untuk dijalani. Mereka harus belajar dengan keras agar bisa masuk perguruan tinggi berkualitas dengan jaminan karier yang mapan. Sayangnya, kondisi ini membuat kompetisi antar masyarakat Korea Selatan sangat tinggi.
Budaya kompetitif ini terus berlanjut hingga mereka membangun karier professional. Meskipun gak berkompetisi dengan rekan kerjanya, tapi para pekerja di Korea Selatan punya budaya kerja yang cukup keras, lho. Mereka rela bekerja seperti robot dan menghabiskan waktunya untuk mengerjakan pekerjaannya. Kondisi ini membuat banyak pekerja perempuan yang memutuskan untuk gak memiliki anak bahkan gak menikah.
Selain itu, di berbagai sektor pekerjaan, banyak hak pekerja perempuan yang gak dipenuhi oleh kantor meskipun tercantum di undang-undang negara. Hal ini membuat para pekerja perempuan harus bisa memilih dan memprioritaskan kehidupan pribadi dan kariernya sedini mungkin.
3. Periode kehamilan yang berat bagi perempuan

Selain faktor eksternal, ada faktor internal yang turut mempengaruhi pertimbangan perempuan bahkan pasangan untuk memiliki anak. Kondisi ini merupakan perubahan biologis yang dialami perempuan selama masa kehamilan. Periode ini membuat perempuan banyak mengalami berbagai rintangan kehidupan yang dialaminya secara pribadi.
Para perempuan harus mengalami perubahan hormonal yang membuat mereka harus beradaptasi lagi dengan tubuh dan mental mereka. Kondisi ini bisa sangat mempengaruhi pola kerja bahkan hubungan dengan pasangan. Sayangnya, banyak juga para suami yang gak mau memahami perubahan ini di hidup perempuan.
Dengan pandangan patriarkis yang kental, gak menutup kemungkinan jika perempuan Korea Selatan sangat menghindari periode kehamilan ini. Akibatnya, angka kelahiran di negara tersebut terus turun drastis karena masalah budaya dan sosial mereka. Menurutmu, apa lagi alasan yang menyebabkan angka kelahiran turun di drakor Law and the City?