Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pria merasa kesal saat bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Intinya sih...

  • Memilih pekerjaan baru yang salah.

  • Tidak membuat rencana dan tujuan karir yang jelas.

  • Kurang konsisten sehingga mudah putus asa.

Karir yang bagus tidak tercipta dalam waktu yang singkat. Butuh proses yang panjang dan komitmen untuk tetap setia pada profesi meski berganti tempat kerja. Kalau pun ingin berganti pekerjaan, setidaknya kita harus menguasai dulu kemampuan yang dibutuhkan sebelum memutuskan keluar dari pekerjaan lama.

Setelah pindah kerja pun tidak menjamin karirmu akan langsung melesat sukses, karena semuanya tergantung pada usaha, keberuntungan, dan kemampuan adaptasi di tempat kerja baru dengan profesi yang baru. Tapi, gimana nih, kalau seandainya kamu sudah menguasai kemampuan untuk pekerjaan baru tapi karirmu tetap stuck? Apakah memang sudah takdirmu untuk tidak bisa sukses? Eits, tidak seperti itu, ya!. Coba simak lima alasan berikut ini biar kamu paham kenapa karirmu tetap mandek meski sudah transisi berkali-kali.

1. Salah pilih pekerjaan baru

ilustrasi pria sedang bekerja (pexels.com/Kampus Production)

Transisi karir ada dua jenis, yaitu yang berganti pekerjaan tapi tetap di industri sejenis, ada juga yang berganti pekerjaan sekaligus terjun ke industri baru. Saat kamu memutuskan pindah, mungkin industri ini ada di level maju, tapi karena pengaruh ekonomi atau karena faktor internal, bisa saja industri ini tiba-tiba collaps. Peluang untuk bekerja dengan layak dan mendapat jenjang karir pun bisa hilang.

Akibatnya, kamu akan merasa sial karena salah pilih pekerjaan. Karena itulah, untuk mencegah risiko seperti ini terjadi padamu, lakukan dulu riset sebelum memutuskan untuk berganti karir. Cari tahu juga info langsung dari orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang karir baru yang sedang kamu minati.

2. Tidak membuat rencana dan tujuan karir yang jelas

ilustrasi wanita menulis rencana karir (pexels.com/Mikhail Nilov)

Saat memutuskan untuk transisi karir, berarti kamu harus mulai dari awal lagi di profesi baru yang kamu pilih. Kamu juga harus beradaptasi dengan rekan kerja di tempat barumu. Kalau di pekerjaan sebelumnya kamu sudah di level senior, sekarang kamu harus mulai lagi dari awal di level staff.

Pasti akan muncul rasa tidak nyaman di awal, namun hal ini bisa hilang kalau punya rencana dan tujuan karir yang jelas. Karena itulah, susun dengan baik apa yang ingin kamu capai di karir, dan rencana apa saja yang akan kamu lakukan untuk mencapai tujuanmu. Laksanakan secara bertahap setiap rencana yang kamu buat.

Jangan lupa juga untuk berinvestasi pada kemampuan. Kamu bisa mulai mendaftar pelatihan sesuai skill yang ingin kamu kembangkan, baik secara daring maupun luring. Dengan begitu, kamu tidak akan menghabiskan waktu untuk memikirkan hal yang tidak penting, apalagi sampai menyesali keputusan pindah dari tempat kerja lama.

3. Tidak konsisten sehingga mudah putus asa

ilustrasi pria sedang bekerja (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Sikap konsisten menjadi hal utama untuk membantumu beradaptasi di pekerjaan baru. Kamu harus selalu berkomitmen untuk tidak mudah resign karena alasan sepele. Selain bisa membuat kamu terlihat tidak profesional, karirmu juga akan sulit untuk meningkat dan kamu bisa terjebak terus di jabatan yang sama selama bertahun-tahun.

Jadi, apapun masalah yang ada, hadapi dengan tenang. Jangan terus gonta-ganti pekerjaan karena terlalu melibatkan perasaan pribadi di dunia kerja. Sebaiknya fokus saja tingkatkan kemampuan yang kamu miliki dengan ikut pelatihan dari mentor profesional dan jangan lupa kembangkan koneksi untuk mempermudah peluang naik jabatan.

4. Kurangnya apresiasi sehingga merasa rendah diri

ilustrasi wanita sedang bekerja (pexels.com/RDNE Stock project)

Apresiasi penting untuk meningkatkan performa supaya tetap produktif kerja. Tapi, kalau baru pindah ke tempat kerja baru, rekan kerjamu tentu belum mengenal lebih jauh tentang kamu dan mereka belum tahu seberapa baik kemampuan yang kamu punya. Karena itulah, penting untuk membangun koneksi.

Beranikan diri untuk memulai obrolan dan saling bertukar ide dengan rekan kerja di luar jam kerja. Ikuti juga acara-acara yang diselenggarakan orang kantor untuk menambah kenalan. Kalau ingin punya jaringan koneksi yang lebih luas lagi, cobalah untuk hadir di acara workshop yang diselenggarakan industri yang kamu pilih.

Semakin banyak rekan yang kamu kenal, semakin tinggi juga peluangmu untuk terus berkarir di bidang yang kamu pilih hingga berada di level jabatan tertinggi. Jangan lupa juga untuk mencari mentor yang bagus di antara senior yang sudah berpengalaman. Dengan begitu, kamu bisa belajar secara langsung setiap permasalahan yang ada di industri beserta solusinya.

5. Tidak punya pola pikir untuk maju

ilustrasi pria sedang bekerja (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Saat memutuskan untuk berganti pekerjaan, berarti kamu harus sudah siap menanggung segala risikonya. Termasuk memenuhi ekspektasi atasan sebagai pemberi kerja. Atasan di tempat kerja tidak peduli dengan karirmu yang dulu, yang penting kamu pandai bekerja dan bisa menyelesaikan masalah yang ada dengan solusi terbaik.

Karena itulah, kamu haru selalu berpikir positif dan mengembangkan kemampuan untuk semakin maju ke arah jenjang karir yang kamu impikan. Posisikan diri kamu sebagai gelas kosong supaya kamu selalu merasa butuh diisi dengan ilmu. Dengan begitu, kamu akan punya kemauan untuk terus belajar hal baru dari setiap rekan kerja yang kamu temui.

Perasaan mandek ini bisa dengan mudah kamu hilangkan selama fokus pada kegiatan yang bisa membantu karirmu semakin naik. Jadi, gak usah berkutat melulu di hal-hal yang negatif, ya. Mari terus meningkatkan skill, menambah koneksi, mencari saran dari mentor terbaik, dan meyibukkan diri dengan kegiatan baik biar karir semakin moncer.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team