Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal yang Harus Dihindari saat Menerapkan Gentle Parenting

Ilustrasi ibu (unsplash.com/Xavier Mouton Photographie)
Ilustrasi ibu (unsplash.com/Xavier Mouton Photographie)
Intinya sih...
  • Membiarkan anak tanpa batas, gentle parenting tetap butuh batasan yang jelas dan aman.
  • Menghindari konfrontasi berlebihan, konflik sehat membantu anak belajar mengelola emosi dan menyelesaikan masalah.
  • Mengabaikan diri sendiri, orang tua harus prioritaskan kebutuhan fisik dan mentalnya untuk memulai gentle parenting dari keutuhan emosi sendiri.

Gentle parenting adalah pendekatan pengasuhan yang mengedepankan empati, penghargaan terhadap emosi anak, dan hubungan yang penuh kasih. Namun, dalam praktiknya, ada beberapa kesalahan umum yang bisa menghambat tujuan utama dari gentle parenting. Berikut lima hal yang perlu dihindari agar pendekatan ini tidak disalahartikan atau kehilangan esensinya.

1. Membiarkan anak tanpa batas

ilustrasi Ayah (pexels.com/Movidagrafica Barcelona)
ilustrasi Ayah (pexels.com/Movidagrafica Barcelona)

Meski pola asuh seperti ini sangat lembut dan tidak memaks, namun juga harus punya batasan. Orang tua harus menetapkan prinsip yang kuat supaya anak tetap mengikuti aturan. Hindari membiarkan anak tanpa batasan yang jelas.

Gentle parenting bukan berarti membebaskan anak sepenuhnya tanpa aturan. Justru, anak tetap membutuhkan batas yang jelas dan aman. Hindari bersikap terlalu permisif karena anak tetap butuh struktur untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka.

 

2. Menghindari konfrontasi secara berlebihan

ilustrasi ayah mengatur anak (pexels.com/August de Richelieu)
ilustrasi ayah mengatur anak (pexels.com/August de Richelieu)

Adanya konflik sebenarnya akan menguji kualitas komunikasi antara orang tua dan anak. Tentu saja saat menghadapi konflik usahakan untuk menghindari konfrontasi secara berlebihan. Ini yang kadang masih sulit dilakukan karena harus melawan emosi dan ego.

Tak semua konflik harus dihindari. Konfrontasi sehat justru membantu anak belajar mengelola emosi dan menyelesaikan masalah. Gentle parenting bukan berarti menghindari semua bentuk ketegangan, tapi membimbing anak melewatinya dengan tenang dan penuh kasih.

3. Mengabaikan diri sendiri

ilustrasi Ibu dan anak (pexels.com/ Yan Krukau)
ilustrasi Ibu dan anak (pexels.com/ Yan Krukau)

Gentle parenting memang cenderung lembut dalam mendidik. Namun, orang tua juga harus batasan supaya anak tetap mengetahui mana yang baik dan tidak. Hindari mengabaikan diri sendiri saat berhadapan dengan anak.

Misalnya orang tua yang terus menerus menahan emosi tanpa ruang untuk diri sendiri bisa kelelahan secata emosional. Jangan abaikan kebutuhan fisik dan mentalmu. Gentle parenting harus dimulai dari keutuhan emosi orang tua itu sendiri. Tetap prioritaskan diri sendiri supaya dirimu tetap sehat.

 

4. Menganggap semua perilaku anak harus direspons dengan lembut

ilustrasi keluarga (pexels.com/Elina Fairytale)
ilustrasi keluarga (pexels.com/Elina Fairytale)

Respons lembut bukan berarti selalu lunak. Orang tua harus paham kapan harus bersikap sesuai yang dibutuhkan. Kadang, tegas juga merupakan bentuk cinta.

Jangan ragu untuk bersikap tegas pada anak, ini juga demi kebaikan mereka kedepannya. Penting bagi orang tua untuk membedakan antara bersikap lembut dengan tidak serta memberi arahan yang tegas dan jelas.

5. Tidak konsisten dalam pendekatan

Ilustrasi ibu (unsplash.com/Xavier Mouton Photographie)
Ilustrasi ibu (unsplash.com/Xavier Mouton Photographie)

Inkonsistensi bisa membingungkan anak. Saat aturan berubah-ubah tergantung suasana hati, anak kesulitan memahami mana yang besar atau salah. Gentle parenting menuntut kejelasan dan konsistensi dalam komunikasi maupun tindakan. Maka hindarilah bersikap tidak konsisten dalam melakukan pendekatan pada anak. Tentu anak juga akan menilai apa yang dilakukan orang tua.

 

Dengan mengindari lima kesalahan di atas, gentle parenting bisa menjadi pendekatan yang efektif dalam membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak tanpa kehilangan arah maupun prinsip dasarnya.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us