Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Mulai Burnout dan Cara Mengatasinya Tanpa Resign 

ilustrasi burnout (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kerja keras bisa menyebabkan burnout, yang tidak hanya lelah fisik tapi juga mental dan emosional.
  • Tanda-tanda burnout antara lain sulit bangun pagi, kehilangan motivasi, dan perubahan emosi yang ekstrem.
  • Solusi untuk mengatasi burnout termasuk atur ulang pola istirahat, temukan kembali motivasi, ekspresi emosi yang sehat, hargai pencapaian kecil, dan buka ruang obrolan ringan.

Kadang kerja keras justru bikin lupa batas. Deadline yang tumpuk-menumpuk, tuntutan atasan yang terus meningkat, sampai jam kerja yang gak kenal waktu bisa bikin energi terkuras habis. Tanpa sadar, rutinitas yang dulu dijalani dengan semangat mulai berubah jadi beban yang berat. Saat tubuh dan pikiran mulai terasa jenuh tapi tetap dipaksa produktif, di situlah burnout mulai mengintai diam-diam.

Burnout bukan cuma soal lelah fisik, tapi juga kelelahan mental dan emosional yang bikin semangat hidup terasa makin tipis. Banyak yang mikir resign adalah satu-satunya solusi, padahal belum tentu itu jalan terbaik. Ada cara lain yang bisa dicoba buat mengatasi burnout tanpa harus meninggalkan pekerjaan. Yuk kenali dulu tanda-tandanya biar bisa segera ambil langkah sebelum terlambat.

1.Energi habis terus meskipun sudah istirahat

ilustrasi burnout (freepik.com/freepik)

Kalau setiap pagi rasanya berat banget bangun dan siapin diri buat kerja, itu bisa jadi alarm awal burnout. Tidur cukup tapi tetap lelah, bahkan saat weekend pun tubuh tetap terasa capek tanpa alasan yang jelas. Ini bukan sekadar kelelahan biasa, tapi sinyal tubuh kalau udah terlalu sering dipaksa jalan tanpa diisi ulang. Energi mental dan fisik habis bersamaan, bikin semua kegiatan terasa berat dijalani.

Solusinya bisa mulai dari atur ulang pola istirahat. Coba kasih waktu buat diri sendiri benar-benar rehat, bukan cuma rebahan sambil scroll TikTok. Meditasi ringan, jalan santai pagi hari, atau sekadar minum teh hangat tanpa distraksi gadget bisa bantu banget balikin energi. Buat rutinitas self-care mingguan yang bikin tubuh dan pikiran kembali segar, meski simpel. Jangan nunggu burnout makin parah baru mulai peduli sama diri sendiri.

2.Semangat kerja menurun drastis

ilustrasi burnout (freepik.com/freepik)

Biasanya semangat banget buka laptop, sekarang cuma pengen nutup layar dan pura-pura sinyal hilang. Tugas kecil yang dulu terasa ringan sekarang jadi beban berat yang ditunda terus. Rasanya kayak kehilangan motivasi tanpa sebab, padahal kerjaan tetap sama, lingkungan juga gak banyak berubah. Ini tanda kalau api dalam diri mulai redup, karena terlalu lama dipaksa menyala tanpa bahan bakar baru.

Coba temukan kembali hal yang bikin kerja terasa berarti. Bisa mulai dari hal kecil kayak menghias meja kerja, ganti playlist saat kerja, atau ngobrol santai sama rekan kerja yang suportif. Kasih ruang buat eksplorasi ide baru biar gak terjebak rutinitas monoton. Kadang bukan kerjaannya yang bikin jenuh, tapi cara menjalaninya yang udah terlalu kaku dan gak fleksibel.

3.Emosi jadi gampang meledak

ilustrasi burnout (freepik.com/freepik)

Kalau hal kecil bisa bikin marah, kesal, atau sedih berlebihan, bisa jadi burnout udah sampai ke tahap emosional. Tiba-tiba pengen nangis pas baca email masuk atau jadi sinis sama rekan kerja tanpa alasan yang jelas. Emosi jadi gak stabil, kayak naik roller coaster tanpa pengaman. Ini terjadi karena pikiran udah terlalu penuh dan gak punya ruang buat istirahat.

Supaya emosi lebih terkontrol, penting banget untuk punya saluran ekspresi yang sehat. Curhat ke teman dekat, journaling setiap malam, atau ikut kelas yoga bisa bantu buang energi negatif. Jangan tahan semua rasa sendirian, karena itu cuma bikin makin meledak suatu saat nanti. Belajar mengalokasikan waktu buat healing secara emosional itu bagian penting dari proses keluar dari burnout.

4. Merasa gak pernah cukup padahal sudah maksimal

ilustrasi burnout (freepik.com/freepik)

Walau sudah kerja keras, tetap merasa hasilnya kurang dan selalu gagal memenuhi ekspektasi. Ada rasa bersalah tiap kali istirahat, seolah-olah harus terus produktif biar layak dihargai. Ini sering terjadi saat burnout mengikis rasa percaya diri pelan-pelan. Padahal sebenarnya bukan performa yang turun, tapi standar dalam diri yang makin gak realistis karena tekanan berlebih.

Langkah awal yang bisa dilakukan adalah belajar mengapresiasi pencapaian kecil. Gak semua progres harus besar dan sempurna. Punya to-do list harian dan mencentang satu per satu bisa jadi cara simple buat menghargai proses. Coba juga ngomong ke diri sendiri dengan lebih ramah, bukan terus-menerus mengkritik. Burnout bisa jadi lebih ringan kalau pikiran diajak berdamai duluan.

5.Merasa terisolasi meski dikelilingi orang

ilustrasi terisolasi (freepik.com/freepik)

Sering merasa kesepian di tengah rapat online atau bahkan saat nongkrong bareng teman kantor? Ini bisa jadi tanda burnout yang bikin koneksi emosional dengan sekitar jadi hambar. Perasaan disconnected ini bukan karena gak disukai orang lain, tapi karena batin udah terlalu capek buat membangun relasi. Akhirnya, lebih memilih diam atau menarik diri, padahal hati pengen didengar.

Cara mengatasinya bisa dimulai dari membuka ruang untuk obrolan ringan. Gak semua interaksi harus soal kerja. Mulai dari cerita soal makanan favorit, film yang lagi ditonton, atau pengalaman lucu di akhir pekan. Hubungan yang hangat bisa bantu banget mengurangi rasa sepi dan bantu sembuh dari tekanan kerja. Jangan ragu buat minta support, karena semua orang juga butuh teman buat bertahan.

Burnout bukan tanda lemah, tapi tanda tubuh dan pikiran minta diperhatikan. Gak harus buru-buru resign buat sembuh, kadang cukup dengan menyusun ulang ritme hidup. Pahami batasan diri dan berani bilang cukup sebelum benar-benar tumbang. Merawat diri itu bukan kemewahan, tapi kebutuhan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us