Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Tanda Kamu Perfeksionis dan Cara Mengatasinya Biar Gak Burnout!

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Quang Anh Ha Nguyen)
Intinya sih...
  • Perfeksionis menetapkan target tinggi, bisa membuat kekecewaan dan merasa 'belum cukup'
  • Penting untuk membedakan antara standar sehat dan ekspektasi yang mustahil
  • Ambisi yang berlebihan bisa membuatmu lupa beristirahat dan fokus pada hasil akhir

Perfeksionisme sering dianggap sebagai tanda kerja keras atau sebuah dedikasi yang tinggi. Namun, jika kamu memiliki sisi perfeksionisme yang terlalu ekstrem, hal tersebut justru bisa menjadi jebakan mental. Ujung-ujungnya, kamu gak hanya mengalami stres, tapi juga bikin kamu sulit menikmati proses, hasil, bahkan tidak bisa memberikan penghargaan pada diri sendiri. Jika kamu merasa kalau hidup seperti perlombaan tanpa garis akhir, bisa jadi kamu termasuk perfeksionis yang perlu tarik napas sejenak dan refleksi. Yuk, kenali tandanya dan cari tahu gimana cara menghadapinya!

1. Punya standar tinggi yang kurang realistis

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Andre Furtado)

Perfeksionis cenderung menetapkan target yang sangat tinggi, hingga terkadang terasa tidak realistis. Jika kamu sering membuat standar yang terlampau tinggi, maka kamu juga perlu bersiap untuk menghadapi kekecewaan karena kenyataan yang gak sesuai ekspektasi. Jangan sampai, standar ini membuat kamu terus merasa 'belum cukup', alih-alih puas dengan progres yang telah kamu capai.

Lalu, bagaimana cara menghadapinya? Kamu perlu membedakan antara standar yang sehat dan ekspektasi yang mustahil. Gak apa-apa jika kamu punya impian besar, tetapi kamu juga perlu pastikan kalau impian tersebut masih dalam jangkauan logika, kondisi, serta kemampuanmu. Evaluasilah targetmu, dan pahami apakah hal tersebut sesuatu yang bisa dicapai atau cuma beban yang akan membuatmu stres.

2. Sangat ambisius terhadap tujuan

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Andrea Piacquadio)

Punya ambisi dan menjadi ambisius adalah dua hal yang berbeda. Jika ambisi membuatmu lupa beristirahat atau kehilangan arah, itu adalah tanda bahaya dari sikap perfeksionismu. Kebanyakan perfeksionis sering mengejar tujuan dengan intensitas tinggi, seolah gak ada ruang untuk gagal atau mundur. Mereka fokus pada hasil akhir, sampai lupa menikmati perjalanan.

Jika kamu mengalami hal ini, kamu perlu memiliki keterampilan untuk membangun ambisi yang sehat. Kamu bisa mulai menyisipkan jeda dengan merayakan keberhasilan kecil, dan mengingatkan dirimu selalu bahwa hidup bukanlah kompetisi. Terkadang, lebih baik berjalan konsisten daripada kelelahan karena mengejar target yang gak realistis.

3. Sulit menerima kesalahan walau kecil

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Matheus Bertelli)

Dampak lain dari menjadi perfeksionis adalah terlalu sensitif terhadap kesalahan, bahkan sekecil apapun itu. Jika kamu merasa panik hanya karena salah ketik, atau langsung overthinking karena apa yang kamu harapkan gak berjalan sesuai rencana. Pahamilah, bahwa setiap kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh.

Untuk mengatasinya, kamu harus mengubah perspektifmu soal kesalahan. Alih-alih menganggap kesalahan sebagai musuh, jadikanlah kesalahan sebagai guru yang jujur. Belajar bilang, “It’s okay, yang penting aku belajar sesuatu dari ini,” bisa menjadi langkah kecil untukmu mengubah pola pikirmu ke depan.

4. Sangat kritis pada diri sendiri atau orang lain

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Godisable Jacob)

Perfeksionis seringkali gak cuma keras pada diri sendiri, tapi juga ke orang sekitar. Sedikit-sedikit komentar, sedikit-sedikit evaluasi. Tanpa sadar, sikap ini bisa bikin hubungan jadi renggang karena orang merasa dihakimi terus-menerus. Bahkan untuk urusan yang sepele sekalipun.

Kamu perlu belajar memberi ruang bagi orang lain untuk berkembang dengan cara mereka sendiri. Ingat, gak semua orang punya standar atau cara kerja yang sama seperti kamu. Dan kecepatan serta progres yang orang lain buat juga berbeda-beda. Latihlah dirimu agar lebih banyak empati dan memiliki penerimaan. Agar hubunganmu jadi jauh lebih sehat dan suportif.

5. Takut menghadapi kegagalan

ilustrasi bahagia (pexels.com/ Julia Avamotive)

Mengalami kegagalan bagi seorang perfeksionis bukanlah sekadar kesalahan, tapi dianggap sebagai krisis identitas. Ketakutan untuk gagal bisa begitu besar sampai bikin mereka enggan mencoba hal baru. Terkadang, mereka bahkan memilih untuk gak memulainya daripada menghadapi kemungkinan jatuh.

Jika kamu mengalami hal tersebut, caramu untuk melawannya adalah dengan mendefinisikan ulang arti 'gagal'. Apa makna gagal bagimu? Dan apa yang bisa kamu lakukan dalam menghadapi kegagalan tersebut? Gagal bukanlah akhir segalanya, melainkan bagian dari proses belajar. Setiap orang sukses pasti pernah gagal. Tetapi yang membedakan adalah siapa yang tetap bangkit setelahnya.

6. Defensif terhadap feedback dari orang lain

Ilustrasi bahagia (pexels.com/ Hassan Ouajbir)

Karena takut terlihat tidak sempurna, orang perfeksionis juga biasanya sering sulit menerima kritik. Diberikan saran sedikit saja bagi mereka bisa terasa seperti serangan. Padahal, feedback adalah cermin yang bisa membantu kamu berkembang lebih baik.

Cobalah melatih dirimu untuk mendengarkan secara terbuka. Tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang bisa aku pelajari dari kejadian ini?” daripada “Apa yang salah denganku?” Atau jika mendapatkan feedback dari orang lain, belajarlah untuk membedakan antara apa yang telah kamu lakukan dengan siapa dirimu. Karena, kritik tidak pernah menyerang dirimu, tetapi lebih ditujukan pada apa yang kamu kerjakan.

7. Cenderung menunda-nunda

illustrasi bahagia (pexels.com/ Jill Wellington)

Hal yang ironis bagi seorang perfeksionis ketika mereka menjadi seorang penunda ulung. Hanya karena menginginkan hasil yang sempurna, mereka justru takut memulai sesuatu kalau belum merasa siap. Akibatnya, banyak proyek penting jadi terbengkalai karena overthinking dan revisi yang gak kelar-kelar.

Kalau kamu sudah mulai terjebak dalam procrastination seperti ini, langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah memulai dulu saja, lalu sempurnakan belakangan. Fokus pada progres, bukan kesempurnaan. Lebih baik selesai dengan baik daripada tak kunjung selesai karena mengejar versi ideal yang hanya ada di kepala. Karena itu jauh lebih baik dan bisa diterima.

Pada akhirnya, perfeksionisme bukanlah musuh, tapi juga bukan sahabat sejati. Sikap tersebut bisa menjadi alat bantu kalau digunakan dengan bijak, tapi bisa berubah jadi beban kalau terus dibiarkan liar. Kamu boleh punya standar, tapi jangan lupa untuk punya hati yang lembut dan bersikap bijak pada diri sendiri. Karena hidup tak selalu tentang mengejar kesempurnaan, tapi menjadi cukup dengan terus bertumbuh dari waktu ke waktu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us