Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi wanita karier (pixabay.com/This-is-Engineering)

Intinya sih...

  • Burnout bisa datang diam-diam, menurunkan performa kerja dan motivasi.
  • Gunakan teknik Pomodoro untuk istirahat otak, batasi jam kerja untuk recharge.
  • Hindari multitasking berlebihan, ubah cara pandang target kerja menjadi proses.

Kita mungkin berpikir burnout itu harus kelihatan jelas, kayak stres berat atau sampai meledak emosinya. Padahal, burnout bisa datang diam-diam alias silent burnout. Gak kelihatan, tapi efeknya bisa bahaya. Performa kerja menurun, motivasi luntur, bahkan bisa bikin kita ragu dengan kemampuan sendiri. Masalahnya, banyak dari kita yang gak sadar sudah masuk ke fase ini.

Buat generasi milenial dan gen Z yang hidup di tengah hustle culture dan tuntutan serba cepat, silent burnout sering banget kejadian. Apalagi kalau kerja kantoran yang intens tapi kurang ruang buat nafas. Nah, supaya kita tetap waras dan produktif, ada baiknya mulai sadar dan lakukan pencegahan dari sekarang. Berikut ini tujuh tips yang bisa bantu cegah silent burnout di kantor! Yuk simak!

1. Membuat jeda di tengah aktivitas pekerjaan

Ilustrasi seseorang mengambil jeda saat bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kadang kita terlalu tenggelam dalam kerjaan sampai lupa istirahat. Padahal, otak butuh waktu buat recharge, terutama setelah mikir keras berjam-jam. Melewatkan jeda bikin performa kerja malah makin menurun.

Cobalah menggunakan teknik Pomodoro, misalnya kerja fokus 25 menit lalu break 5 menit. Di waktu jeda ini, bisa stretching ringan, liat tanaman, atau sekadar menutup mata sejenak. Hal-hal ini terlihat simpel, tapi efeknya bisa bikin pikiran lebih ringan dan semangat balik lagi.

2. Membuat batasan yang jelas antara kerja dan kehidupan pribadi

Ilustrasi wanita karier (unsplash.com/Magnet.me)

Kerja keras itu penting, tapi bukan berarti hidup kita cuma soal kerja doang. Tanpa batasan yang jelas, waktu kerja bisa bercampur dengan waktu istirahat, dan itu salah satu pemicu utama burnout. Apalagi di era hybrid atau WFH, di mana jam kerja jadi makin fleksibel tapi rawan disalahgunakan.

Coba disiplin bikin "jam pulang" buat diri sendiri. Misalnya, setelah jam 6 sore, gak membuka email kantor atau stop mengerjakan revisian. Beri ruang untuk otak dan tubuh kita buat recharge. Gak perlu merasa bersalah kalau kita istirahat, karena istirahat juga bagian dari produktivitas.

3. Hindari multitasking berlebihan

Ilustrasi multitasking (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Multitasking mungkin sering dipuja sebagai skill wajib zaman sekarang. Tapi, faktanya, terlalu banyak multitasking justru bisa bikin otak cepat lelah dan hasil kerja jadi kurang optimal. Fokus pada satu tugas dalam satu waktu jauh lebih efektif.

Misalnya, kalau lagi balas email, fokuslah ke email dulu, jangan disambi meeting virtual atau menyusun laporan. Selesai satu, baru pindah ke yang lain. Cara ini bisa membantu otak bekerja lebih terstruktur dan minim stres.

4. Mengubah cara pandang tentang target kerja

Ilustrasi wanita karier (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Target kerja itu penting, tapi kalau cara pandangnya terlalu kaku, justru bisa jadi beban. Mulailah melihat target sebagai proses, bukan sekadar hasil. Ini bikin kita lebih mindful dalam bekerja dan gak gampang stres.

Misalnya, daripada berpikir “aku harus selesai hari ini!”, ubah jadi “hari ini aku akan progress sejauh mungkin.” Perspektif ini bikin kita lebih fokus pada usaha, bukan tekanan.

5. Membangun lingkungan kerja yang suportif

Ilustrasi rekan kerja (pexels.com/Monstera Production)

Lingkungan kerja yang toksik bisa jadi pemicu utama silent burnout. Tapi sebaliknya, lingkungan yang suportif bisa jadi perisai kita dari stres berlebihan.

Coba mulai dari diri sendiri, jadilah rekan kerja yang positif dan terbuka. Ajak rekan kerja untuk mengobrol santai saat istirahat dan berikan semangat ke teman yang sedang down. Hal kecil seperti ini bisa jadi booster mood dan bikin kantor terasa lebih manusiawi.

6. Komunikasikan beban kerja

Ilustrasi komunikasi dengan atasan (pexels.com/Thirdman)

Silent burnout sering muncul karena kita menahan perasaan sendiri. Kita merasa gak enak buat bilang kalau udah overwhelmed. Padahal, mengobrol dengan atasan atau tim justru bisa jadi solusi.

Coba bangun komunikasi terbuka di tempat kerja. Misalnya, bilang kalau kita butuh waktu lebih untuk mengerjakan tugas tertentu atau minta bantuan rekan kerja. Komunikasi yang sehat bisa mencegah stres menumpuk diam-diam.

7. Selektif terhadap informasi dari media sosial

Ilustrasi seseorang sedang berselancar di media sosial (pexels.com/Karolina Grabowska)

Overload gak cuma datang dari kerjaan, tapi juga dari informasi digital yang masuk terus-menerus. Terlalu sering scroll medsos atau baca berita bisa bikin kepala makin penuh dan memicu kelelahan emosional.

Kita bisa mulai dengan menetapkan waktu khusus untuk mengakses media sosial atau berita, misalnya hanya 30 menit pagi dan malam. Di luar jam itu, kita bisa fokus ke hal-hal yang lebih produktif atau menenangkan, seperti baca buku atau olahraga ringan.

Nah, itulah tadi tujuh tips yang bisa kita lakukan untuk mencegah silent burnout di kantor. Silent burnout memang tricky karena sering gak kita sadari sampai sudah kejadian. Tapi dengan peka terhadap sinyal tubuh dan rutin mengecek kesehatan mental, kita bisa mencegahnya sejak awal. Produktivitas yang sehat datang dari tubuh dan pikiran yang terjaga, bukan dari terus-menerus memaksa diri.

Ingat, kerja keras itu penting, tapi diri kita jauh lebih penting. Gak ada gunanya pencapaian besar kalau kita kehilangan diri sendiri dalam prosesnya. Yuk mulai rawat kesehatan mental dari sekarang agar kita bisa tetap semangat, bahagia, dan tentunya, produktif dengan cara yang sehat! Semangat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team