Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Membangun Gaya Hidup di Era Digital Tanpa Terjebak Overworking

ilustrasi bekerja
ilustrasi bekerja (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Era digital menawarkan kemudahan luar biasa. Kit bisa bekerja dari mana saja, akses informasi tanpa batas, dan peluang karier yang terbuka lebar. Namun, di balik fleksibilitas itu, ada jebakan yang kerap tak disadari, yaitu overworking. Batas antara kerja dan hidup pribadi menjadi kabur. Notifikasi tak pernah berhenti, dan rasa harus selalu produktif seolah menjadi standar baru.

Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menguras energi, kesehatan mental, hingga makna hidup itu sendiri. Agar teknologi menjadi alat pendukung, bukan sumber kelelahan, berikut lima cara membangun gaya hidup di era digital tanpa terjebak overworking. Kita dapat merasakan kembali ketenangan dan keseimbangan.

1. Menetapkan batas waktu kerja yang jelas dan disiplin dalam menjaganya

ilustrasi jam tangan (pexels.com/Energpic.com)
ilustrasi jam tangan (pexels.com/Energpic.com)

Fleksibilitas kerja sering disalahartikan sebagai bekerja kapan saja. Padahal tanpa batas waktu yang tegas, jam kerja bisa meluas tanpa disadari. Menetapkan waktu mulai dan selesai kerja adalah fondasi utama gaya hidup digital yang sehat. Misalnya, memutuskan bahwa pekerjaan hanya dilakukan pukul 09.00–17.00, lalu benar-benar berhenti setelahnya.

Disiplin menjaga batas ini sama pentingnya dengan menetapkannya. Hindari kebiasaan membuka email atau pesan kerja di luar jam tersebut, kecuali benar-benar darurat. Dengan batas yang jelas, otak memiliki waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri. Inilah yang membuat produktivitas justru meningkat keesokan harinya.

2. Mengelola notifikasi agar fokus tetap terjaga

ilustrasi media sosial (pexels.com/plann)
ilustrasi media sosial (pexels.com/plann)

Salah satu pemicu utama overworking di era digital adalah notifikasi yang terus berdatangan. Setiap bunyi pesan atau pop-up dapat memecah konsentrasi dan menimbulkan dorongan untuk selalu siaga. Tanpa disadari, hal ini membuat kita merasa selalu bekerja, bahkan saat sedang beristirahat.

Mulailah dengan memilah notifikasi yang benar-benar penting. Matikan notifikasi aplikasi non-esensial, dan atur waktu khusus untuk mengecek pesan kerja. Dengan fokus yang lebih terjaga, pekerjaan bisa diselesaikan lebih cepat dan efisien, sehingga tidak perlu mengorbankan waktu pribadi.

3. Menata ulang kembali definisi produktivitas

ilustrasi menetapkan prioritas baru (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi menetapkan prioritas baru (pexels.com/Yan Krukau)

Di era digital, produktivitas sering diukur dari seberapa sibuk seseorang terlihat. Contohnya berapa banyak tugas yang dikerjakan, seberapa cepat membalas pesan, atau seberapa panjang jam kerjanya. Pola pikir ini berbahaya karena mendorong kerja tanpa henti.

Produktivitas seharusnya diukur dari kualitas hasil, bukan kuantitas aktivitas. Menghasilkan satu pekerjaan bermakna dengan fokus penuh jauh lebih bernilai daripada menyelesaikan banyak tugas dengan setengah perhatian. Dengan mengubah definisi produktivitas, kita memberi ruang untuk bekerja secara lebih sadar dan manusiawi, tanpa tekanan untuk terus-menerus terlihat aktif.

4. Menjadwalkan waktu offline secara sengaja

ilustrasi minum teh (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi minum teh (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Ironisnya, untuk hidup sehat di era digital, kita justru perlu menjadwalkan waktu offline. Waktu tanpa layar seperti membaca buku, berjalan kaki, memasak, atau sekadar duduk diam memberi kesempatan bagi pikiran untuk bernapas. Aktivitas offline membantu memutus siklus kerja terus-menerus yang sering dipicu oleh perangkat digital.

Menjadwalkan waktu offline bukan tanda kemalasan, melainkan bentuk perawatan diri. Dengan jarak sementara dari dunia digital, kita dapat kembali bekerja dengan perspektif segar dan energi yang lebih stabil. Banyak ide terbaik justru muncul saat kita tidak sedang menatap layar.

5. Mengutamakan keseimbangan, bukan kesempurnaan

ilustrasi bekerja santai (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi bekerja santai (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Gaya hidup sehat di era digital bukan tentang menjalankan rutinitas sempurna setiap hari. Adakalanya pekerjaan menuntut ekstra waktu, dan itu wajar. Yang perlu dijaga adalah keseimbangan jangka panjang, bukan performa tanpa cela.

Belajar mengenali sinyal kelelahan seperti sulit fokus, mudah lelah, atau kehilangan motivasi adalah bagian penting dari menjaga keseimbangan. Saat tanda-tanda itu muncul, memberi diri sendiri izin untuk melambat adalah keputusan bijak, bukan kegagalan.

Membangun gaya hidup di era digital tanpa terjebak overworking membutuhkan kesadaran dan keberanian untuk menetapkan batas. Teknologi seharusnya membantu kita hidup lebih baik, bukan membuat kita kelelahan tanpa jeda. Dengan langkah-langkah sederhana namun konsisten, kita bisa tetap produktif sekaligus menjaga kualitas hidup. Karena hidup bukan hanya tentang bekerja, tetapi juga tentang merasakan makna di luar layar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Desain Ruang Tamu Terbaik di Tahun 2025, Super Comfy!

25 Des 2025, 05:03 WIBLife