Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menghadapi Burnout Saat Kamu Gak Bisa Ambil Cuti

ilustrasi alami burnout (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Intinya sih...
  • Beri napas di tengah kesibukan dengan microbreak
  • Kurangi tekanan dengan menurunkan standar sementara
  • Atur ulang batasan dan komunikasikan dengan jelas

Burnout bisa menyerang siapa saja terutama saat tuntutan kerja datang bertubi-tubi, tapi kamu tetap harus "jalan terus" karena cuti belum bisa diambil. Dalam situasi seperti ini, banyak orang merasa terjebak: sudah lelah secara fisik dan mental, tapi tidak punya ruang untuk benar-benar rehat. Kabar baiknya, meski kamu tidak bisa ambil cuti, ada cara cerdas dan efektif untuk menghadapi burnout agar tidak makin parah.

Berikut lima cara yang bisa kamu lakukan untuk mengelola burnout dari dalam rutinitas harianmu, tanpa harus keluar dari pekerjaan atau menunggu cuti panjang.

1. Beri napas di tengah kesibukan dengan microbreak

ilustrasi berjalan di area kantor (pexels.com/Ricky Esquivel)

Saat tidak bisa ambil cuti, penting untuk menyelipkan waktu istirahat singkat di sela-sela pekerjaan. Microbreak adalah jeda 3–10 menit yang bisa dilakukan setelah menyelesaikan satu tugas atau sebelum masuk ke tugas berikutnya. Sekilas terdengar sepele, tapi dampaknya besar untuk menyegarkan otak dan menjaga energi tetap stabil.

Gunakan microbreak untuk melakukan hal yang ringan dan menyenangkan: tarik napas dalam-dalam, berdiri dan meregangkan tubuh, menatap jendela, atau sekadar berjalan sebentar. Hindari menggunakan waktu ini untuk membuka media sosial karena bisa membuat otak tetap aktif dalam mode konsumsi informasi, bukan relaksasi.

2. Kurangi tekanan dengan menurunkan standar sementara

ilustrasi memprioritaskan tugas (pexels.com/MART PRODUCTION)

Saat burnout mulai terasa tapi kamu tidak bisa rehat total, saatnya menurunkan sedikit standar diri. Tidak semua tugas harus sempurna. Ada kalanya kamu perlu mengatakan, "cukup baik sudah cukup." Ini bukan berarti kamu bekerja asal-asalan, tapi memilih untuk tidak menyiksa diri dengan perfeksionisme saat kamu sedang kekurangan energi.

Tentukan tugas-tugas yang benar-benar penting dan butuh perhatian maksimal, lalu sisihkan yang bisa ditunda atau disederhanakan. Dengan begitu, kamu memberi ruang untuk bernapas tanpa harus keluar dari tanggung jawab. Ingat, menjaga diri sendiri juga bagian dari performa kerja yang berkelanjutan.

3. Atur ulang batasan dan komunikasikan dengan jelas

ilustrasi mengobrol dengan atasan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sering kali burnout makin parah karena kamu merasa harus selalu tersedia, menjawab pesan dengan cepat, atau menerima semua tugas tambahan. Padahal, kamu bisa mulai memulihkan energi dengan mengatur ulang batasan kerja. Misalnya, batasi waktu membalas email hanya di jam-jam tertentu atau hindari membawa pekerjaan ke luar jam kantor.

Yang terpenting: komunikasikan batasanmu dengan rekan kerja atau atasan secara asertif. Jelaskan bahwa kamu sedang dalam fase padat dan ingin tetap perform sambil menjaga keseimbangan. Komunikasi yang jujur bisa membangun pengertian, dan membuat orang lain lebih menghargai ruang pribadimu.

4. Rawat diri dengan ritual sederhana di luar jam kerja

ilustrasi minum segelas teh (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Meski kamu tidak bisa ambil cuti, kamu tetap punya kendali atas waktu di luar jam kerja. Gunakan waktu tersebut untuk aktivitas yang memberi efek pemulihan: tidur cukup, makan makanan bernutrisi, menonton hal yang ringan dan menyenangkan, atau melakukan hobi kecil yang membuatmu senang. Ritual sederhana seperti minum teh sore, mandi air hangat, atau journaling juga bisa menjadi "oase" di tengah padatnya hari.

Burnout sering kali terasa lebih berat karena kita tidak punya momen untuk "menyentuh diri sendiri" di luar identitas sebagai pekerja. Maka penting untuk kembali ke hal-hal kecil yang membuat kamu merasa menjadi manusia utuh, bukan hanya mesin produktivitas.

5. Cari dukungan, jangan hadapi sendiri

ilustrasi dukungan pasangan (pexels.com/Jack Sparrow)

Kesalahan paling umum saat burnout adalah memendam semuanya sendiri. Padahal, berbagi cerita dengan orang yang kamu percaya bisa sangat melegakan. Bicarakan apa yang kamu rasakan ke teman, pasangan, mentor, atau bahkan profesional seperti psikolog jika perlu. Sekadar didengar tanpa dihakimi bisa membuat beban terasa lebih ringan.

Dukungan sosial adalah pelindung alami dari kelelahan emosional. Ketika kamu merasa dilihat dan dipahami, tubuh dan pikiran lebih mudah untuk pulih. Jadi jangan takut terlihat "lemah" hanya karena kamu butuh bantuan karena justru meminta tolong adalah bentuk kekuatan.

Menghadapi burnout tanpa cuti memang tidak ideal, tapi bukan tidak mungkin. Dengan strategi kecil yang terintegrasi ke dalam keseharian, kamu bisa menjaga diri tetap berdiri dan bahkan perlahan bangkit. Kuncinya bukan pada pelarian, tapi pada penyesuaian.

Ingat, kamu berhak merasa lelah, kamu berhak istirahat even saat kamu tidak bisa pergi liburan atau mengambil cuti panjang. Dan yang terpenting, kamu tidak sendiri. Banyak orang sedang berjuang juga. Yuk, mulai dari satu langkah kecil untuk pulih untuk kamu, bukan hanya untuk pekerjaanmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us