Produktif atau Pura-Pura Aktif? 6 Penyebab Kerjamu Gak Efisien

- Kebanyakan rencana dan cadangannya membuat daftar tugas yang terlalu panjang, menyebabkan target tidak tercapai dan malah membuat malas.
- Perlu diskusi untuk membahas hal kecil agar tidak terlalu banyak pendapat yang memperlambat penyelesaian pekerjaan.
- Keseringan cek notifikasi dapat mengganggu fokus kerja dan membuang waktu yang seharusnya digunakan untuk hal lain.
Efisien adalah ketika suatu usaha bisa menghasilkan output maksimal dengan input seminimal mungkin. Mengukur produktivitas harian gak hanya dari waktu yang dihabiskan, tapi juga seberapa banyak yang dihasilkan. Mengerjakan sesuatu tanpa target biasanya bikin terlihat produktif, padahal sebenarnya cuma biar merasa aktif.
Waktu bisa terasa sebentar atau lama, tergantung dari cara penggunaannya. Banyaknya aktivitas suka bikin seseorang lupa waktu. Kerja dari pagi sampai tau-tau udah mau pagi lagi tanpa terasa. Capeknya ada, tapi ternyata hasilnya gak begitu ketara. Bukan karena kurang berusaha, enam alasan berikut bisa jadi alasan kenapa cara bekerjamu gak efisien.
1. Kebanyakan rencana dan cadangannya

Gampang aja untuk menulis to-do list. Memasukkan angka-angka tanpa mengingat bahwa daftar itu dibuat untuk diselesaikan, bukan sekedar disimpan. Niatnya ingin optimis, memasang target yang banyak biar semangat untuk bekerja lebih giat. Percaya gak ada yang gak mungkin kalau niat. Kalau sudah dituliskan, nanti pasti ada keinginan untuk mengerjakannya. Padahal kenyataannya gak begitu, to-do list yang terlalu panjang justru bisa jadi lingkaran setan. Hal-hal yang gak bisa diselesaikan hari ini, sering kali dimasukkan jadi PR untuk hari besok. Supaya bisa men-check list daftar yang sebenarnya gak realistis. Begitu seterusnya sampai akhirnya gak mood lagi untuk mengerjakan karena merasa gak pernah mencapai target. Ambisi yang terlalu besar justru sering bikin orang jadi malas.
Gak cukup dengan satu rencana, perlu ada rencana B dan C untuk jaga-jaga kalau rencana A gak berhasil. Punya antisipasi itu baik, tapi terlalu banyak rencana bisa jadi distraksi. Mengalihkan fokus dari rencana utama. Ujung-ujungnya malah bikin gak ada rencana yang terlaksana. Karena kita merasa akan selalu ada alternatif rencana-rencana palsu lainnya. Coba fokus pada satu hal dalam satu waktu. Selalu selesaikan satu pekerjaan itu sampai tuntas, baru masuk ke pekerjaan lainnya. Meskipun beberapa pekerjaan bisa dilakukan secara bersamaan. Tapi gak semua orang bisa melakukan multi-tasking.
2. Perlu diskusi untuk membahas hal kecil

Menghargai keberagaman itu penting. Namun, tak bisa dipungkiri kalau terlalu banyak pendapat kadang bikin penyelesaian pekerjaan lebih lambat. Meeting yang gak terarah bisa menyedot waktu berjam-jam tanpa menghasilkan keputusan berarti. Kehadiran hukumnya wajib dan ketidakhadiran dianggap gak kooperatif. Ada alasan kenapa diciptakan berbagai media komunikasi. Sesuatu yang bisa diselesaikan dengan gampang lewat chat atau email gak perlu disampaikan lewat telepon atau rapat dadakan. Jadikan agenda rapat jadi sesuatu yang lebih esensial. Kalau gak ada banyak agenda yang harus di bahas dalam rapat, pembahasannya justru bisa jadi kemana-mana. Tanpa sadar hanya diskusi hal-hal yang sebenarnya gak penting.
3. Keseringan cek notifikasi
.jpg)
Berawal dari membuka satu notifikasi, berakhir dengan scroll media sosial sejam. Terkesan sebentar, tapi fokus yang sudah terlajur hilang susah untuk dikembalikan. Cuma punya aplikasi chatting dan medial sosial di perangkat kerja aja udah bikin tergoda untuk ngecek notifikasi. Seolah ada hal penting yang akan terlewatkan kalau kita gak membukanya. Aplikasi-aplikasi itu kayak punya magnet yang menarik jari kita untuk reflek mengetuknya. Buka pesan dari pengirim yang benar-benar penting, angkat telepon kalau benar-benar mendesak. Menerapkan aturan kerja kayak "zona bebas notifikasi" atau "jangan ganggu" perlu dilakukan selama jam-jam fokus kerja.
4. Fokus ke pekerjaan gampang

Tanpa ada prioritas, pekerjaan gampang lebih cepat bikin puas. Gampang selesai dan menghasilkan rasa punya pencapaian. Apalagi dalam kasus membantu orang lain. Udah lebih gampang, terasa lebih bermanfaat juga. Kepuasan diri auto bertambah dua kali lipat. Semua tugas-tugas charity selesai, kecuali tugas kamu sendiri. Niat membantu memang baik, tapi bukan berarti jadi pelarian menyelesaikan tanggung jawab pribadi. Semua orang melihat kamu super sibuk dan orang paling baik sedunia, tapi performance report bakal tetap memperlihatkan tugas kamu yang belum beres.
5. Banyak belajar strategi minim aksi
.jpg)
Terlalu banyak mengonsumsi konten tentang cara manajemen waktu, life hacks atau rutinitas orang-orang sukses justru bisa menyabotase produktivitas. Kamu merasa belajar padahal sebenarnya cuma lagi menunda eksekusi. Semakin banyak yang ditonton atau dibaca, semakin muncul ilusi udah ikut berproses. Semua konten itu mungkin menambah semangat dan membuat kamu terinspirasi untuk melakukannya. Semua terlihat produktif sampai bikin kamu ngerasa seolah ngerjain sesuatu hanya dengan menonton konten tentang kerja. Padahal ibarat produk, sebagus apa pun research and development-nya, gak akan ada konsumen yang tau produk itu bagus kalau gak pernah dieksekusi pembuatannya.
Banyak orang rajin mencatat ide, to-do list, hasil meeting, dan insight dari buku atau video. Ketika catatan itu gak pernah direviu, semuanya cuma bakal jadi dokumentasi. Pas lagi butuh informasi penting, mereka tetap bingung cari lagi. Lupa kalau udah pernah menuliskannya. Tetap perlu penjelasan baru dan jadi kerja dua kali.
6. Suka buka banyak tab sekaligus

Terlalu banyak informasi membuat otak jadi overwhelmed. Semisal kamu buka lima dokumen jurnal, tiga data excel, email, YouTube Music, dan beberapa kolom pencarian sekaligus. Hasilnya? Bukannya mempercepat pekerjaan, kamu malah terdistraksi dan bingung harus mulai dari mana. Coba baca jurnal-jurnal yang kamu perlukan satu-satu. Tutup setelah selesai membaca. Nantinya bisa kamu buka lagi juga satu-satu kalau ada informasi yang kamu butuhkan tapi lupa detilnya. Buka banyak tab sekaligus mirip sama permasalahan multi-tasking. Otak manusia gak didesain untuk mengerjakan dua tugas kompleks sekaligus. Bukan gak bisa sama sekali, tapi kadang bikin kerjaan gak teliti dan berujung perlu diulang lagi.
Tekanan untuk merasa produktif sering datang dari sendiri. Keinginan untuk gak menyia-nyiakan waktu. Kayak ada keharusan untuk terlihat aktif dan sibuk. Padahal, kerjaan banyak sebenarnya gak harus selalu menyita banyak waktu juga, kan?