Riset yang menjadi pilar utama pembangunan nasional rupanya masih belum menjadi fokus penting bagi bangsa Indonesia. Berdasarkan data dari UNESCO, pada tahun 2018, Indonesia hanya memiliki sekitar 110 peneliti per satu juta penduduk. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata dunia dengan 1.198 peneliti per satu juta penduduk.
Pada tingkat Asia, Indonesia juga tertinggal dari negara-negara tetangganya, seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang. Malaysia diketahui memiliki 503 peneliti per satu juta penduduk. Singapura lebih tinggi dengan 509 peneliti per satu juta penduduk. Sementara, Jepang mengungguli rata-rata dunia dengan 6.000 peneliti per satu juta penduduk.
Kondisi ini bisa dibilang cukup memprihatinkan. Namun, pemerintah lewat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih berusaha memperbaikinya dengan menetapkan target untuk meningkatkan jumlah peneliti di Indonesia sebanyak 9.000 peneliti pada tahun 2045.
Tentunya, iklim riset tidak bisa berkembang hanya dengan usaha pemerintah. Peran mahasiswa dan peneliti muda sebagai pelaku riset juga dibutuhkan. Oleh sebab itu, UNESCO dan Tanoto Foundation berusaha turut campur melalui program di Youth as Researchers - Tanoto Scholars Research Awards (YAR-TSRA) yang bertujuan untuk untuk memberikan wadah bagi peneliti muda Indonesia untuk mengembangkan potensi mereka dalam penelitian sosial yang dapat berkontribusi dalam pembuatan kebijakan publik.
Program ini telah ada sejak tahun 2023 dan kembali diadakan pada Jumat (22/11/2024) di FX Sudirman, Jakarta. Di puncak program YAR-TSRA, Tanoto Foundation juga mengadakan podcast live on-stage bertajuk “Unlocking Potential” bersama Director of the UNESCO Regional Office, Maki Katsuno Hayashikawa serta dipandu oleh Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma.
Dalam diskusi di podcast tersebut, Maki menekankan tiga poin penting untuk meningkatkan iklim riset di Indonesia lewat tangan peneliti muda, termasuk mahasiswa. Yuk, simak ulasannya!