Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi penerima beasiswa (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi penerima beasiswa (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Intinya sih...

  • Kriteria seleksi yang kurang optimal, mengabaikan kondisi sosial ekonomi calon penerima

  • Proses verifikasi yang lemah, memicu kecurangan dan manipulasi data penerima beasiswa

  • Kurangnya sosialisasi dan informasi, menyebabkan banyak calon penerima tidak menyadari program tersebut

  • Praktik kecurangan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, menyebabkan penerima beasiswa tidak sesuai kriteria

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Beasiswa seharusnya menjadi jalan pembuka akses pendidikan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan dan berprestasi. Namun, dalam kenyataannya, penerimaan beasiswa tidak selalu berjalan sesuai tujuan awalnya. Lebih parahnya beasiswa selalu tidak mengenai kepada orang yang tepat.

Mulai dari lemahnya proses seleksi, kurangnya transparansi, hingga penyalahgunaan informasi oleh penerima. Berikut adalah beberapa alasan kenapa penerimaan beasiswa bisa tidak tepat sasaran. Simak terus selengkapnya, ya!

1. Kriteria seleksi yang kurang optimal

ilustrasi wanita sedang main komputer (instagram.com/Mikhail Nilov)

Banyak program beasiswa yang berpusat pada nilai akademik tinggi atau prestasi tertentu, tanpa mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi calon penerima. Hal ini menyebabkan siswa dari keluarga kurang mampu dengan potensi akademik yang baik, namun belum mencapai prestasi tinggi, kesulitan mendapatkan beasiswa.

Sebaliknya, siswa dari keluarga mampu dengan prestasi baik justru bisa mendapatkan beasiswa yang sebenarnya tidak terlalu mereka butuhkan. Tentunya, hal ini menimbulkan masalah berupa ketidakadilan yang dialami oleh sebagian calon penerima beasiswa.

2. Proses verifikasi yang lemah

ilustrasi wanita sedang verifikasi pekerjaan (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Beberapa hal sering terjadi proses seleksi dan verifikasi data penerima beasiswa yang tidak transparan dan akuntabel. Hal ini tentu memicu terjadinya kecurangan dan manipulasi data. Beberapa oknum mungkin memalsukan data atau memanfaatkan koneksi untuk mendapatkan beasiswa, meskipun tidak memenuhi syarat.

Kurangnya integrasi data calon penerima beasiswa juga menjadi masalah, sehingga bantuan KIP Kuliah rawan diselewengkan. Banyaknya bantuan yang harusnya didapatkan oleh seseorang yang berhak malah beralih ke orang yang mampu karena tidak adanya efisiensi dalam mengolah dan memeriksa data calon penerima secara transparansi dan jelas.

3. Kurangnya sosialisasi dan informasi yang didapatkan

ilustrasi wanita sedang melihat handphone (pexels.com/Mikhail Nilov)

Salah satu hal yang sebenarnya simpel namun sering membuat calon penerima beasiswa tidak menyadari adalah kurangnya sosialisasi mengenai persyaratan dan prosedur pendaftaran beasiswa. Hal ini menyebabkan banyak calon penerima yang membutuhkan, tetapi tidak mengetahui adanya program tersebut.

Hal ini terutama berlaku untuk calon penerima beasiswa dari keluarga kurang mampu yang mungkin tidak memiliki akses informasi yang cukup. Akan tetapi, balik lagi pada para calon penerima beasiswa yang harus aktif serta lembaga sekolah dan universitas yang saling koordinasi dengan baik, agar informasi lebih mudah untuk didapatkan.

4. Terdapatnya praktik kecurangan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab

ilustrasi pria berbuat kecurangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Praktik manipulasi data, pemalsuan dokumen, dan nepotisme dalam proses seleksi penerimaan beasiswa dapat menyebabkan penerima beasiswa tidak sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab berkeinginan untuk mendapatkan barang gratisan, sehingga melakukan kecurangan untuk mendapatkan beasiswa.

Juga pihak-pihak yang terlibat dalam praktik manipulasi data dan tindakan nepotisme atau menggunakan jalur orang dalam agar pihak yang diuntungkan bisa menerima beasiswa. Akibatnya, calon penerima yang sepantasnya bisa mendapatkan akhirnya tergeser dengan sendirinya.

Beasiswa seharusnya menjadi jembatan harapan, bukan sekadar simbol prestise atau koneksi. Jika penerimaannya terus melenceng dari sasaran, maka cita-cita pemerataan pendidikan hanya akan menjadi utopia. Sudah saatnya semua pihak berbenah, agar kesempatan itu benar-benar jatuh ke tangan yang tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team