Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Cancel Culture? Pengertian, Contoh, dan Dampak yang Timbul

ilustrasi cancel culture (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah cancel culture semakin sering terdengar di media sosial dan berita. Banyak orang yang kariernya hancur hanya karena satu kesalahan, bahkan jika mereka sudah meminta maaf. Tapi, ada juga kasus saat cancel culture berhasil menekan individu atau institusi untuk berubah menjadi lebih baik.

Fenomena ini sering terjadi di dunia hiburan, politik, dan media sosial saat seseorang atau suatu merek bisa diboikot dalam hitungan jam jika dianggap melakukan sesuatu yang salah. Namun, apakah cancel culture benar-benar solusi terbaik atau justru menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan dan sulit untuk berkembang? Mari kita bahas lebih dalam apa itu cancel culture.

1. Pengertian cancel culture

ilustrasi cancel culture (pexels.com/Omotayo Tajudeen)

Cancel culture merupakan fenomena di mana seseorang atau suatu entitas mengalami tekanan sosial yang besar setelah melakukan sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, terutama di media sosial. Bentuk tekanannya bisa berupa pemboikotan, kecaman massal, atau bahkan dipecat dari pekerjaannya. Istilah ini berasal dari kata "cancel" yang berarti membatalkan atau menghapus, yang menggambarkan bagaimana seseorang atau suatu brand bisa tiba-tiba kehilangan dukungan dalam sekejap.

Fenomena ini berawal dari niat baik, yaitu untuk menuntut keadilan sosial dan meminta pertanggungjawaban. Namun, dalam praktiknya, cancel culture sering kali berubah menjadi bentuk penghakiman tanpa proses yang adil. Alih-alih memberikan ruang bagi seseorang untuk memperbaiki kesalahan, masyarakat cenderung langsung menghakimi dan menutup semua peluang bagi individu tersebut untuk bangkit kembali. Hal ini menciptakan suasana di mana orang-orang menjadi takut untuk berbicara atau melakukan sesuatu karena khawatir akan dihapus oleh publik.

2. Dampak positif dan negatif cancel culture

ilustrasi cancel culture (pexels.com/SHVETS production)

Cancel culture memiliki dampak yang bisa bersifat positif maupun negatif. Dari sisi positif, cancel culture bisa menjadi alat untuk menegakkan tanggung jawab sosial. Ketika seseorang melakukan kesalahan yang serius, cancel culture bisa menjadi cara masyarakat untuk menunjukkan bahwa perilaku tersebut tidak bisa diterima. Ini bisa membantu membangun norma sosial yang lebih baik, di mana orang lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara.

Namun, di sisi lain, cancel culture juga bisa menjadi bumerang yang merugikan. Ada banyak kasus di mana seseorang dihukum secara sosial karena kesalahan kecil atau kesalahpahaman. Bahkan, ada kasus di mana orang yang sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki diri tetap tidak diterima kembali oleh masyarakat. Ini menunjukkan bahwa cancel culture bisa menjadi sesuatu yang tidak adil jika tidak disertai dengan pemahaman yang lebih dalam tentang konteks sebuah kesalahan.

3. Bagaimana cara menghindari cancel culture?

ilustrasi cancel culture (pexels.com/cottonbro studio)

Mencegah cancel culture tidak berarti kita harus takut berbicara atau menyampaikan pendapat. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar tidak mudah terjebak dalam fenomena ini. Pertama, selalu berpikir sebelum berbicara atau menulis sesuatu di media sosial. Pastikan apa yang kita sampaikan tidak menyinggung atau menyakiti pihak lain. Jika ingin mengomentari suatu isu, gunakan bahasa yang bijak dan tidak provokatif agar tidak menimbulkan kontroversi yang tidak perlu.

Kedua, jika suatu saat kamu menghadapi cancel culture, jangan langsung panik atau terpancing emosi. Cobalah untuk memahami apa yang menyebabkan kecaman tersebut dan apakah memang ada kesalahan yang perlu diperbaiki. Jika memang salah, jangan ragu untuk meminta maaf dengan tulus dan menunjukkan upaya untuk memperbaiki diri. Sikap yang terbuka untuk belajar dan berubah bisa menjadi cara terbaik untuk mengatasi cancel culture dengan lebih baik.

4. Contoh cancel culture di Indonesia

ilustrasi contoh cancel culture di Indonesia (pexels.com/JIUN-JE LIN)

Cancel culture bisa berdampak besar pada individu yang menjadi sasaran. Di Indonesia, misalnya, Saipul Jamil menghadapi kecaman publik setelah keluar dari penjara karena kasus pelecehan seksual. Ketika ia mencoba kembali ke dunia hiburan, masyarakat melancarkan gerakan boikot yang menolak kemunculannya di televisi. Banyak orang merasa bahwa dia tidak pantas mendapatkan panggung lagi, sehingga tekanan sosial ini membuatnya sulit kembali berkarier seperti sebelumnya.

Selain itu, cancel culture juga dapat terjadi karena kesalahan ucapan publik figur. Baru-baru ini, Abidzar Al Ghifari mengalami hal serupa setelah blunder dalam komentarnya tentang film A Business Proposal. Ucapannya membuat para penggemar KDrama kecewa dan mereka pun menyerukan cancel culture terhadapnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa opini publik di media sosial bisa dengan cepat berbalik dan mempengaruhi reputasi seseorang dalam waktu singkat.

5. Perlukah cancel culture dihapus?

ilustrasi cancel culture (pexels.com/Markus Winkler)

Banyak yang berpendapat bahwa cancel culture seharusnya dihapus karena sering kali menimbulkan dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya. Namun, di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa cancel culture masih diperlukan sebagai alat untuk menegakkan keadilan sosial. Hal yang seharusnya dilakukan bukan menghapus cancel culture sepenuhnya, tetapi menggunakannya dengan lebih bijak.

Jika cancel culture bisa diterapkan dengan lebih adil dan tidak terburu-buru dalam memberikan hukuman sosial, mungkin fenomena ini masih bisa bermanfaat. Namun, jika terus digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan seseorang tanpa alasan yang jelas, maka cancel culture justru bisa merusak sistem sosial yang lebih sehat. Oleh karena itu, yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai masyarakat bisa lebih bijak dalam menanggapi sebuah isu sebelum ikut-ikutan melakukan cancel culture tanpa memahami konteksnya secara menyeluruh.

Cancel culture menjadi fenomena sosial yang semakin marak di era digital, di mana seseorang bisa dihukum secara sosial karena tindakan atau perkataan yang dianggap salah. Meskipun dalam beberapa kasus cancel culture bisa membawa perubahan positif, namun sering kali juga digunakan secara berlebihan tanpa pertimbangan yang adil. Semoga kamu gak mengalami cancel culture di kehidupan kamu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Annisa Nur Fitriani
EditorAnnisa Nur Fitriani
Follow Us