Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Menulis Esai Opini agar Tidak Terjebak Subjektif Berlebihan?

ilustrasi menulis esai (pexels.com/Lee Campbell)
Intinya sih...
  • Penulis membatasi ruang opini pribadi agar relevan dengan topik utama dan tidak terlalu personal.
  • Argumen disusun berdasarkan data yang terverifikasi untuk tampil lebih objektif dan kredibel.
  • Kalimat disusun secara proporsional dan tidak emosional, serta sudut pandang disusun secara variatif.

Menulis esai bisa menjadi cara yang efektif untuk menyampaikan gagasan, termasuk dalam bentuk opini. Tapi, ketika kamu menulis esai opini, tantangannya bukan sekadar menyatakan pendapat, melainkan bagaimana membuat pembaca memahami sudut pandangmu tanpa merasa digurui. Banyak yang keliru mengira bahwa opini berarti bebas sepenuhnya dari batas logika atau data, padahal kenyataannya tidak sesederhana itu.

Tantangan utama dalam menulis esai opini adalah menjaga keseimbangan antara suara pribadi dan argumen yang berdasar. Kalau terlalu menonjolkan perasaan, esai bisa kehilangan kekuatan intelektualnya. Tapi kalau terlalu kaku dengan data tanpa suara personal, tulisan bisa terasa hambar. Supaya tulisan tetap kuat dan tidak jatuh pada subjektivitas berlebihan, penting memahami cara menyusun gagasan secara terstruktur dan adil. Berikut lima hal penting yang perlu kamu perhatikan agar esai opinimu tidak terjebak dalam subjektivitas berlebihan.

1. Penulis membatasi ruang opini pribadi

ilustrasi menulis esai (pexels.com/RDNE Stock project)

Menjaga agar opini tetap relevan dengan topik utama penting supaya pembaca tidak merasa dibawa terlalu jauh dari pokok bahasan. Penulis perlu tahu bagian mana yang bisa diberi sentuhan pribadi dan mana yang sebaiknya tetap netral. Kalau semuanya berbasis perasaan atau pengalaman sendiri, esai akan kehilangan daya jelajahnya. Itu sebabnya membatasi ruang opini pribadi bisa memberi tulisan arah yang lebih jelas.

Bukan berarti pengalaman pribadi tidak boleh muncul, tapi porsi dan konteksnya harus tepat. Misalnya, menambahkan ilustrasi dari pengalaman hidup bisa mendukung argumen, tapi jangan dijadikan dasar utama tanpa ada dukungan lain. Penulis yang baik tahu kapan harus bicara sebagai individu dan kapan memberi ruang untuk fakta. Di titik ini, keseimbangan menjadi kunci agar opini tetap kuat tanpa menjadi terlalu personal.

2. Argumen disusun berdasarkan data yang terverifikasi

ilustrasi menulis esai (pexels.com/Kampus Production)

Opini yang baik tetap butuh fondasi yang kokoh, dan itu datang dari data yang bisa dipercaya. Menyusun argumen berdasarkan data membantu tulisan tampil lebih objektif dan menghindari kesan mengada-ada. Tidak semua orang harus setuju, tapi ketika kamu punya dasar yang kuat, pembaca lebih terbuka untuk mendengarkan sudut pandangmu.

Kamu bisa mengambil data dari laporan riset, kutipan ahli, atau hasil survei yang kredibel. Jangan asal mengambil informasi dari sumber yang belum jelas. Esai opini tetap harus menunjukkan bahwa kamu berpikir kritis, bukan hanya menyalurkan emosi. Kombinasi antara pendapat pribadi dan bukti konkret membuat tulisanmu punya nilai lebih.

3. Kalimat disusun secara proporsional dan tidak emosional

ilustrasi menulis esai (pexels.com/Vlada Karpovich)

Ciri esai opini yang terlalu subjektif adalah penggunaan kalimat yang emosional atau hiperbolis. Kalimat seperti itu mungkin terasa kuat, tapi justru mengurangi kredibilitas tulisan. Saat kamu menulis dengan nada terlalu marah, sedih, atau menggampangkan sesuatu, pembaca jadi sulit percaya bahwa kamu benar-benar memahami topik tersebut.

Keseimbangan bisa dijaga lewat pilihan kata yang netral dan susunan kalimat yang logis. Hindari klaim mutlak atau generalisasi seperti “semua orang tahu” atau “sudah pasti begitu.” Sebaliknya, gunakan frasa seperti “berdasarkan temuan” atau “dalam beberapa kasus.” Dengan begitu, tulisanmu tetap terasa kuat tanpa harus memaksa pembaca untuk langsung sepakat.

4. Sudut pandang disusun secara variatif dan tidak hitam putih

ilustrasi menulis esai (pexels.com/Zen Chung)

Menulis opini bukan tentang memaksakan kebenaran tunggal, tapi tentang membuka ruang diskusi. Esai yang terlalu hitam putih bisa terkesan tertutup terhadap pandangan lain. Padahal, kemampuan melihat dari berbagai sudut justru membuat tulisan lebih bernilai. Menyajikan dua sisi persoalan tidak melemahkan argumenmu, malah memperkuatnya.

Kamu bisa mengakui bahwa ada argumen lawan yang masuk akal, lalu jelaskan kenapa pandanganmu tetap relevan. Ini akan menunjukkan bahwa kamu mempertimbangkan perspektif lain secara adil. Dengan begitu, tulisanmu tidak terjebak menjadi opini satu arah yang sempit. Justru pembaca akan melihat bahwa kamu menulis dengan pemikiran terbuka.

5. Gagasan dipilah agar tidak menjadi curahan perasaan

ilustrasi menulis esai (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Kesalahan umum dalam esai opini adalah mencampurkan pendapat dengan curhatan. Kalau tidak dipilah dengan baik, tulisanmu bisa berubah menjadi catatan emosional tanpa arah. Gagasan yang kuat perlu disusun secara logis, bukan sekadar dikeluarkan karena sedang merasa tertentu. Itu sebabnya penting memisahkan antara gagasan rasional dan luapan perasaan.

Kamu bisa menulis dengan jujur tanpa harus larut dalam narasi personal. Tanyakan ke diri sendiri: apakah bagian ini mendukung gagasan utama atau hanya sekadar unek-unek? Kalau hanya ingin meluapkan emosi, lebih baik simpan di jurnal pribadi. Tapi kalau ingin menulis esai opini yang bisa dibaca luas, pastikan isinya tetap terstruktur dan bernilai diskusi.

Menulis esai opini tidak harus sepenuhnya dingin dan bebas emosi, tapi tetap perlu kerangka yang logis agar pembaca bisa mengikuti alur pikiranmu dengan baik. Keseimbangan antara suara personal dan ketajaman argumen membuat tulisan terasa hidup sekaligus kredibel. Dengan pendekatan yang tepat, kamu bisa menyampaikan opini tanpa terjebak dalam subjektivitas yang berlebihan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us