Sudut Baca Digital, Inovasi SDN Tambakrejo 01 yang Sering Kena Banjir

- Tri Sugiyono menciptakan "Sudut Baca Digital" di SDN Tambakrejo 01, Semarang untuk mengatasi dampak banjir yang merusak fasilitas sekolah dan buku-buku.
- Inovasi "Subadi" memungkinkan siswa membaca melalui laptop, tablet, atau gawai tanpa harus terkena air banjir, meningkatkan minat baca dan literasi.
- Partisipasi guru, siswa, orangtua, dan warga sekitar dalam program literasi ini berhasil meningkatkan tingkat literasi hingga 88,89% pada 2024 serta memperoleh penghargaan sebagai Sekolah Penggerak di Kota Semarang.
Banjir jadi hal fenomena alam yang biasa dialami oleh SDN Tambakrejo 01, Semarang. Fenomena ini nyaris datang setiap musim penghujan di tambakrejo. Hal tersebut cukup berdampak pada sekolah, merusak meja belajar hingga buku-buku di perpustakaan menjadi robek, kusut, bahkan lenyap terbawa arus banjir.
Di tengah kejadian pilu tersebut, di bawah kepemimpinan Tri Sugiyono, M.Pd., ia membuat inovasi yang membuat budaya literasi di sekolah tak ikut terbawa arus air banjir. Tri bersama rekan-rekannya menciptakan "Sudut Baca Digital" di sekolah.
1.Banjir jadi awal mula terciptanya inovasi Sudut Baca Digital

Mendapat penugasan untuk mengajar di SDN Tambakrejo 01 sejak 2021, Tri langsung dihadapkan dengan tantangan sekolah banjir yang kerap merusak fasilitas, termasuk buku-buku. Hal tersebut cukup berpengaruh dalam memperparah rendahnya minat baca peserta didik dan memperlemah dukungan masyarakat terhadap sekolah.
"Buku itu jendela dunia. Kalau jendelanya rusak, bagaimana mereka bisa melihat dunia?," kata Tri.
Kegelisahan itu melahirkan sebuah tekad baru untuk membuka kembali jendela-jendela yang telah ditutup paksa oleh banjir. Berawal dari keresahan tersebut, Tri bersama rekan-rekannya lahirlah ide sederhana yang revolusioner, yakni Sudut Baca Digital yang diberi julukan "Subadi". Kini, setiap kelas dari 1-6 memiliki sudut bacanya sendiri yang bisa diakses melalui laptop, tablet, atau gawai.
Inovasi ini memungkinkan buku gak lagi harus tersusun di rak-rak kayu yang berpotensi terkena air banjir. Siswa bisa lebih nyaman membaca kapan pun mereka mau di sela-sela kelas pembelajaran.
Subadi gak hanya menyelamatkan buku dari air banjir. Lebih dari itu, ia mengubah cara berpikir masyarakat tentang literasi. Membaca bukan lagi beban, melainkan pengalaman yang akrab, menyenangkan, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari peserta didik.
2.Tri Sugiyono ajak seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dalam inovasi ini

Sebagai penggerak, Tri Sugiono sadar betul bahwa inovasi ini gak akan bisa berjalan tanpa dukungan banyak pihak. Maka dari itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat, mulai dari guru, peserta didik, hingga warga sekitar untuk mengikuti pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.
Para guru mengikuti pelatihan literasi dan numerasi yang memanfaatkan teknologi. Siswa didorong untuk menulis cerita digital mereka sendiri, menggambar ilustrasi di buku gambar, memindai setiap halaman, lalu mengunggah hasilnya ke pojok baca digital di kelas masing-masing agar bisa dibaca oleh teman-temannya.
Sementara itu, orangtua juga ikut ambil peran, gak hanya sebatas mengantar anak ke sekolah, tetapi juga ikut mempercantik pojok baca, menyumbangkan alat-alat sederhana, hingga berkontribusi sebagai pengajar dalam program “Orang Tua Mengajar” yang berlangsung setiap Jumat di pekan ke-empat. Semangat gotong royong yang tumbuh menjadikan perubahan terlihat dan terasa di berbagai penjuru sekolah.
"Sebagai guru di sekolah ini, saya sangat mengapresiasi hadirnya Subadi yang diprakarsai oleh Pak Tri," jelas Erma Khristiyowati, S.Pd., guru yang menyaksikan transformasi ini.
3.Sudut Baca Digital meningkatkan literasi siswa

Inovasi Sudut Baca Digital gak hanya menawarkan pengalaman membaca yang menyenangkan, tetapi juga turut berkontribusi dalam meningkatnya tingkat literasi. Siswa jadi lebih aktif dan mandiri dalam mencari informasi dengan lebih mudah.
"Inovasi ini membuat membaca menjadi kegiatan yang lebih menyenangkan. Siswa lebih aktif, mandiri, dan terbiasa mencari informasi melalui sumber digital yang terpercaya. Ini sungguh membantu kami dalam menyelaraskan pembelajaran yang sesuai dengan zamannya," kara Erma.
Berkat Subadi, tingkat literasi pada Rapor Pendidikan Sekolah yang pada 2022 tercatat 50 persen melonjak menjadi 88,89 persen pada 2024. Numerasi yang semula hanya 26,67 persen kini merangkak naik menjadi 77,78 persen.
Selain itu, prestasi di tingkat formal juga patut dibanggakan. SDN Tambakrejo 01 kini telah ditetapkan sebagai Sekolah Penggerak di Kota Semarang, meraih penghargaan sebagai Pelaksana Terbaik ke-2 dalam program Sekolah Ramah Anak tahun 2024, serta menjadi rujukan bagi banyak sekolah lain dalam hal pengembangan literasi dan numerasi.
4.Sudut Baca Digital diharapkan bisa membuat siswa lebih giat belajar

Tri memandang pencapaian ini bukanlah tujuan akhir. Perubahan yang benar-benar berdampak adalah ketika ia melihat pada wajah-wajah kecil yang kini lebih suka membaca, lebih aktif berimajinasi, dan lebih gigih belajar.
Partisipasi di SDN Tambakrejo 01 bukan sekadar slogan, melainkan diwujudkan melalui aksi nyata. Guru-guru yang terus belajar tanpa lelah, siswa yang giat membaca dan menulis, orangtua yang turut andil membangun pojok baca, serta kepala sekolah yang tak henti menyalakan semangat perubahan, semuanya bergerak seirama untuk merajut masa depan anak-anak, meski dalam keterbatasan.
Hari ini, SDN Tambakrejo 01 mungkin masih tampak sederhana di pinggiran kota. Namun, siapa pun yang masuk ke dalamnya akan merasakan bahwa di balik dinding-dinding itu tumbuh mimpi dan harapan yang besar.
“Buat kami, buku digital ini membuatnya aman dari banjir, tetapi lebih dari itu. Cara ini memastikan setiap karya anak tetap tersimpan dan bermanfaat bagi generasi berikutnya,” pungkas Tri.
Di tengah keterbatasan dan kesulitan akibat banjir yang kerap datang, Tri Sugiono menunjukan bahwa literasi bisa tetap tumbuh. Dari sudut-sudut baca digital sederhana, anak-anak Tambakrejo kembali membuka jendela dunia mereka.