ilustrasi bahtera Nabi Nuh (publicdomainpictures.net/Dawn Hudson)
Diriwayatkan Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiya, Nabi Nuh membangun bahtera jauh dari pemukiman warga. Alih-alih di dekat laut, Ibnu Abbas merincikan, kapal tersebut dibuat di area pegunungan, yakni Gunung Nudh yang diyakini sejarawan berada di Sri Lanka.
Orang-orang kafir yang mengetahui hal tersebut tentu tidak tinggal diam. Mereka mengejek dan mengolok-olok Nabi Nuh beserta pengikutnya. Mereka meledek Nuh yang dulu mengaku sebagai utusan Tuhan sekarang beralih profesi sebagai tukang kayu.
Nabi Nuh tetap tenang dan hanya tersenyum. Ejekan mereka dijawabnya dengan,
"Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud, [11]:38–39).
Singkat cerita, selesailah pengerjaan bahtera tersebut. Tak berapa lama setelah itu, tanda-tanda akan terjadinya air bah pun muncul. Disebutkan dalam Surat Hud ayat 40, tanda tersebut berupa keluarnya air dari tanur alias perapian.
Ada yang memaknai kata "tanur" secara harfiah, yaitu tungku perapian di dapur milik Nabi Nuh. Namun, ahli tafsir mengartikan "tanur" pada ayat tersebut lebih luas, yaitu merujuk pada seluruh lubang yang ada di bumi meliputi sumur hingga mata air.
Tatkala semua lubang tersebut mulai memancarkan air, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh untuk mengisi bahtera yang telah ia buat. Dalam Surat Hud ayat 40, Allah SWT berfirman,
"Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya, dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." (QS. Hud, [11]:40).
Masuklah seluruh hewan, baik yang jinak maupun buas, ke dalam bahtera. Berdasarkan kanal YouTube ferry channel, bahtera Nabi Nuh terbagi atas tiga tingkatan. Yang paling bawah diisi oleh binatang-binatang buas, bagian diisi hewan-hewan jinak, sedangkan yang paling atas akan dipenuhi oleh kawanan burung.
Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana bisa hewan buas berbaur dengan hewan yang lebih jinak? Dari referensi yang penulis temukan, itu karena Allah telah menundukkan kepala para hewan buas sehingga nalurinya hilang untuk sementara waktu.
Alasan lain adalah, sekalipun tidak berakal, binatang merupakan makhluk Allah dan mereka sejatinya tetap takut pada Sang Pencipta. Di saat bencana air bah terjadi, mereka tahu bahwa Allah sedang murka sehingga tidak memicu huru-hara di dalam bahtera Nabi Nuh. Wallahu a'lam.
Tak lupa pula Nabi Nuh memberitahu semua orang agar senantiasa menyebut nama Allah (berzikir) di saat kapal tersebut berlayar hingga berlabuh nantinya. Hal ini seperti yang telah diceritakan dalam Surah Al-Mu'minun ayat 28 dan 29 di mana Allah SWT berfirman,
"Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah, 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.' Dan berdoalah, 'Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.'" (QS. Al-Mu'minun, [23]:28–29).