ilustrasi menikah (pexels.com/IN STORY)
Sebelum menuju ke pembahasan utama, alangkah baiknya bila mengetahui terlebih dahulu apa itu mayam. Dikutip situs resmi Sekretariat Majelis Adat Aceh, mayam adalah suatu takaran emas khusus yang digunakan oleh masyarakat Aceh.
Biasanya, mayam digunakan sebagai satuan untuk menimbang emas murni yang dijadikan maskawin atau Jeulamee. Istilah Jeulamee merujuk pada maskawin atau mahar, yaitu syarat pernikahan yang wajib dipenuhi oleh calon suami kepada calon istri.
Dalam tradisi masyarakat Aceh, Jeulamee bukan sekadar tanda cinta atau bukti keseriusan dari calon suami kepada calon istri, melainkan juga dianggap sebagai simbol kekeluargaan, bentuk tanggung jawab suami kepada istrinya, dan lambang kehormatan bagi pihak calon istri beserta seluruh keluarganya.
Walaupun begitu, besaran emas yang dijadikan Jeulamee bisa berbeda-beda. Hal ini tergantung pada masing-masing etnis dan adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut, serta kesepakatan dari kedua calon mempelai. Misalnya, besaran Jeulamee bagi etnis Aneuk Aceh sekitar 3-7 mayam, sedangkan bagi etnis Aceh Pidie besarannya bisa sekitar 10-30 mayam.
Lain halnya dengan Aceh Utara dan Bireuen yang telah menentukan besaran Jeulamee, yaitu kisaran 10-100 mayam. Sementara di Aceh Timur, Aceh Besar, dan Banda Aceh, sekitar 5-20 mayam.