5 Novel Dark Academia Berlatar Sekolah Seni, Penuh Drama!

Sekolah seni sering kali dibayangkan sebagai tempat penuh warna, kreativitas, dan kebebasan berekspresi. Namun, di balik lukisan yang memesona, ada dunia yang jauh lebih kompleks penuh tekanan, ambisi, persaingan, dan rahasia gelap. Dalam genre dark academia, sekolah seni menjadi latar yang sempurna untuk menggali sisi-sisi kelam dari para karakter.
Lima novel ini menawarkan kisah misterius yang tidak hanya menyelami dunia seni rupa, tapi juga hubungan yang rumit, pengkhianatan, dan trauma yang mendalam. Dari kampus seni elite yang penuh intrik sampai studio tua yang menyimpan rahasia masa lalu, deretan novel dark academia berlatar sekolah seni ini memperlihatkan betapa seni bisa menjadi cermin dari kerapuhan jiwa manusia.
1. Sirens & Muses – Antonia Angress

Di lingkungan kampus seni elite Wrynn College of Art, persaingan bukan hanya soal bakat, tapi juga kekuasaan dan identitas. Louisa langsung merasa terpesona sekaligus iri pada Karina, teman sekamarnya yang karismatik dan sudah dianggap bintang kampus. Hubungan mereka berkembang dari kekaguman menjadi cinta, tapi juga tersimpan konflik dan tekanan.
Antonia Angress membangun dunia seni yang tak hanya indah secara visual, tapi juga gelap secara emosional. Sirens & Muses menyelami bagaimana rasa iri, cinta, dan ambisi bisa saling bertabrakan dalam kehidupan para seniman muda. Novel ini cocok untuk pembaca yang menyukai cerita dengan dinamika karakter intens dan latar dunia seni yang glamor namun penuh konflik.
2. The Masterpiece – Fiona Davis

Fiona Davis membawa pembaca ke Grand Central Terminal dengan kisah yang terbentang antara dua era. Di masa lalu, Clara adalah seniman muda yang berhasil menjadi pengajar di Grand Central School of Art, meski ia harus berjuang keras melawan stigma terhadap perempuan di dunia seni. Namun, segala pencapaian dan kebebasannya mulai runtuh saat depresi besar melanda.
Selang 5 dekade kemudian, Virginia yang tengah mencari arah hidup menemukan studio seni tersembunyi milik Clara. Penemuan ini mengarahkannya pada misteri tentang lukisan tak bertanda tangan dan masa lalu yang terlupakan. The Masterpiece tak hanya mengangkat soal seni, tapi juga warisan yang hilang dan keberanian untuk menemukan kembali jati diri melalui sejarah.
3. Tell Me I’m an Artist – Chelsea Martin

Joey adalah mahasiswi seni di San Francisco yang merasa dirinya seperti orang asing di antara teman-temannya yang lebih mapan dan bergaya hidup bebas. Ia berasal dari keluarga pekerja yang kacau dan berusaha mati-matian menyembunyikan kondisi rumah tangganya. Di tengah tugas kampus yang menuntutnya, Joey justru merasa belum mengenal dirinya sebenarnya.
Chelsea Martin dengan jujur menggambarkan pergulatan batin seorang seniman muda yang tidak hanya berjuang di ruang kelas, tapi juga dalam hidup nyata. Tell Me I’m an Artist menghadirkan refleksi tentang identitas, harapan, dan beban keluarga dalam dunia seni yang sering kali terlihat glamor dari luar, tetapi menyimpan banyak tekanan pribadi di baliknya.
4. Wendy, Master of Art – Walter Scott

Dalam novel grafis ini, kamu akan diajak masuk ke University of Hell, nama fiktif yang mewakili absurditas dunia kampus seni. Wendy, tokoh utamanya, adalah perempuan dua puluhan yang sedang mencoba mencari arah antara mimpi menjadi seniman, hubungan yang kacau, dan masalah pribadi yang terus menumpuk.
Gaya narasi Scott penuh satir, menggambarkan realitas yang suram, tapi tetap jenaka. Dengan ilustrasi ekspresif dan dialog yang cerdas, Wendy, Master of Art memperlihatkan sisi lucu dan getir dari perjuangan generasi muda yang ingin membuat karya bermakna, tapi terus terganggu oleh ego, tekanan sosial, dan kecemasan eksistensial.
5. Radiant Days – Elizabeth Hand

Merle adalah mahasiswi seni angkatan 1978 yang lebih tertarik pada seni jalanan dan coretan grafiti. Setelah dikeluarkan dari sekolah dan kehilangan tempat tinggal, ia mengekspresikan dirinya lewat mural di dinding kota. Di waktu dan tempat lain, remaja Prancis bernama Arthur Rimbaud juga menjalani hidup sebagai seniman gelandangan yang dipenuhi amarah dan visi puitis.
Lewat kisah yang melompati waktu, Radiant Days menghubungkan dua jiwa pemberontak dalam pertemuan magis yang mengubah cara mereka melihat dunia dan seni. Novel ini menyoroti bagaimana seni bisa menjadi jalan pelarian, bentuk perlawanan, sekaligus penyembuhan bagi mereka yang merasa tidak punya tempat.
Dunia seni memang identik dengan kreativitas dan ekspresi, tapi di balik itu tersimpan banyak konflik batin, ketimpangan sosial, dan tekanan psikologis yang tak kalah besar. Kalau pernah bermimpi kuliah di sekolah seni, apakah kamu siap menghadapi gelap dan terangnya dunia ini?