Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulama

Dibenarkan hati, diakui lisan, dan dikerjakan badan

Kita tentu ingat rukun iman yang ada enam, yakni iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul utusannya, hari kiamat, serta qada dan qadar. Namun, apa arti iman itu sendiri?

Kebanyakan dari kita mungkin mengaitkan iman dengan percaya. Tidak sepenuhnya salah, tetapi iman lebih dari itu. Selain hati yang percaya, keimanan perlu disokong dengan lisan yang membenarkan serta perbuatan yang mencerminkan pembenaran hati dan lisan.

Kali ini, IDN Times akan mengajakmu untuk melihat pengertian iman secara bahasa dan juga istilah dalam syariat oleh para ulama. Yuk, simak sampai habis!

1. Pengertian iman secara bahasa

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulamailustrasi orang salat (Pexels.com/Alena Darmel)

Jika dilihat secara etimologi atau asal kata, kata "iman" berasal dari bahasa Arab, yakni "امن" yang disusun oleh huruf hamzah, mim, dan nun. Kata "امن" bisa bermakna 'aman', 'damai', ataupun 'tentram', tetapi juga bisa berarti 'keyakinan' atau 'kepercayaan'.

Sementara itu, secara bahasa, iman dapat diartikan sebagai tashdiq yang berarti 'membenarkan'. Namun, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, iman bukan hanya sekadar membenarkan saja. Dilansir muslim.or.id, ia menyebutkan pengertian iman secara bahasa sebagai pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk.

2. Pengertian iman secara istilah menurut para ulama

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulamailustrasi orang sedang berdoa (Unsplash.com/Rachid Oucharia)

Sementara itu, dalam mengartikan iman berdasarkan istilah syar'i, para ulama beragam pendapatnya, tetapi tidak jauh berbeda. Dari laman muslim.or.id, Imam Malik, Asy Syafi'i, Ahmad, Al Auza'i, Ishaq bin Rahawaih, beserta ulama madinah dan ahli hadis mendefinisikan iman sebagai

"pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan."

Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (1:38). Dilansir Rumaysho, ia mengatakan bahwa

"Para sahabat dan tabi'in serta ulama ahlus sunnah sesudahnya sepakat bahwa amalan termasuk bagian dari iman. Mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan akidah (keyakinan)."

Dari kedua pengertian di atas, bisa kita lihat sebuah kesamaan, yakni bahwa iman melibatkan hati yang membenarkan, lisan yang mengucapkan, serta anggota tubuh yang mengerjakan perintah-perintah Allah. Ketiganya harus hadir agar dapat disebut iman sehingga apabila satu komponen saja tidak hadir, maka belum lengkap dan bahkan keimanan seseorang perlu dipertanyakan.

Selain dua pengertian di atas, juga ada beberapa pengertian iman secara istilah dari ulama-ulama lain. Berikut beberapa di antaranya:

  • Muhammad Nawawi Al-Jawi
    "Iman adalah mereka yang percaya dengan segenap hati mereka—tidak sepeti orang-orang yang berkata, tetapi tidak sesuai dengan hati mereka."
  • Ibnu Katsir
    "Iman menurut pengertian syar'i tidaklah bisa terwujud kecuali dengan adanya keyakinan (iktikad), perkataan, dan perbuatan."

  • Sahl At Tusturiy
    "Iman adalah perkataan, perbuatan, niat, dan mengikuti ajaran Nabi. Karena perkataan dan amalan tanpa didasari niat, maka itu termasuk kemunafikan. Jika perkataan, amalan, dan niat tanpa disertai tuntunan Nabi, maka itu adalah bidah.”

  • Ustaz Khalid Basalamah
    "Iman adalah mengikrarkan suatu hal dengan pikiran, lalu diucapkan dengan menggunakan lisan dan diyakini di dalam hati serta diaplikasikan dengan menggunakan anggota tubuh."

Baca Juga: Pengertian Iman Kepada Malaikat Sebagai Rukun Iman Kedua  

3. Surah Al-Qur'an yang membahas tentang iman

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulamailustrasi Al-Qur'an (Freepik.com/freepik)

Di samping konsensus pada definisi iman yang melibatkan ucapan, perbuatan, dan keyakinan, para ahlus sunnah juga memiliki kesamaan pendapat mengenai iman yang dapat bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman karena seseorang banyak mengingat Sang Pencipta.

Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menjadi bukti bahwa iman bisa bertambah, di antaranya

1. Surah Ali Imran ayat 173

"(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, 'Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka', maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.'"

2. Surah Al-Anfal ayat 2

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal."

3. Surah Maryam ayat 76

"Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya."

4. Surah Al-Muddatstsir ayat 31

"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?' Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia."

Apa yang bertambah tentu bisa berkurang. Itulah pernyataan imam Sufyaan bin ‘Uyainah. Iman seseorang dapat berkurang apabila dirinya semakin jauh dari Allah SWT. Dalam hal ini, perbuatan maksiat dan hal-hal lain yang dilarang-Nya yang mampu melemahkan iman.

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 137. Mereka yang bermain-main dalam keimanan dengan berpindah-pindah dari kafir dan beriman, kelak tidak akan diberikan petunjuk—berarti tidak ditambahkan keimanan—oleh Allah Azza wa Jalla.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus." (QS. An-Nisa, [4]:137).

dm-player

Pernyataan bahwa keimanan bisa naik-turun juga didukung oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari. Dilansir Rumaysho, keduanya mengatakan

"Iman adalah perkataan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang." (Imam Ahmad, diriwayatkan oleh anaknya 'Abdullah dalam kitab As Sunnah, 1: 207).

"Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang." (Imam Bukhari, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Al Iman).

4. Ciri-ciri orang yang beriman

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulamailustrasi berdoa (Pixabay.com/Javad_esmaeili)

Pada hakikatnya, orang yang beriman kepada Allah SWT, yakni yang meyakini akan keesaan-Nya dan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain-Nya, akan senantiasa berperilaku sesuai dengan wahyu-Nya dalam Al-Qur'an. Dalam hal ini, orang tersebut akan mengerjakan yang Ia perintahkan dan berusaha menjauhi larangan-Nya.

Ini berarti, orang yang beriman dapat dilihat dari perilaku dan perbuatannya. Kepada Sang Pencipta, seseorang yang beriman akan menunjukkan perilaku berikut:

  • Khusyuk ketika salat dengan hatinya fokus kepada Allah dan anggota badannya tenang.
  • Senantiasa memelihara salat dengan sembahyang tepat waktu serta memerhatikan rukun dan sunah salat.
  • Menghindari perkataan maupun perbuatan yang kurang bermanfaat.
  • Menjauhkan diri berbagai penyakit hati, seperti iri, dengki, atau riya.
  • Menjaga diri dari perbuatan zina maupun berbuat maksiat secara terang-terang atau sembunyi-sembunyi.

Bukan hanya hubungan secara vertikal kepada Sang Khalik, orang beriman juga senantiasa memerhatikan hubungan secara horizontal dengan sesama manusia. Ciri-ciri yang bisa dilihat adalah

  • patuh kepada kedua orangtua;
  • berkata dan berbuat dengan jujur;
  • berperilaku adil;
  • menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya;
  • tidak memakan harta anak yatim; dan
  • tidak membunuh.

5. Tingkatan iman dalam ajaran agama Islam

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah menurut para Ulamailustrasi membaca Al-Qur'an (Pexels.com/Abdullah Ghatasheh)

Dalam agama Islam, terdapat tingkatan-tingkatan untuk beberapa hal, misalnya surga dan neraka. Surga yang paling tinggi adalah Firdaus, sedangkan neraka yang paling atas adalah Jahanam.

Begitu juga dengan iman, ada tingkatan yang membedakan setiap muslim di mata Allah SWT. Dari laman Bacaan Madani, Rumaysho, dan muslim.or.id, ada lima tingkatan iman dalam Islam, yakni

a. Muslim

Berasal dari kata islam atau salima yang berarti 'selamat' atau 'sejahtera'. Ini merupakan tingkatan terendah karena seorang muslim merupakan orang yang baru menyatakan berserah diri atau tunduk kepada Allah SWT dan hanya mengakui bahwa Allah-lah Tuhan yang berhak disembah.

b. Mukmin

Ketika seorang muslim membarengi pengakuannya terhadap Allah dengan memantapkan keyakinan hati, mengucapkan lewat lisan, serta membuktikannya dengan perbuatan, maka dirinya disebut sebagai mukmin.

Secara etimologis, mukmin berasal dari kata iman yang bermakna 'percaya'. Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya, iman tentu bukan perkara pengakuan saja, tetapi juga tentang meyakini secara penuh serta dibarengi dengan ucapan dan perbuatan yang membenarkan keyakinan tersebut.

c. Muhsin

Di atas mukmin, ada golongan muhsin. Akar katanya adalah ihsan yang berarti 'baik'. Bagaimanakah orang yang muhsin itu?

Dalam sebuah hadis panjang, Rasulullah SAW pernah didatangi oleh Malaikat Jibril dalam wujud seorang laki-laki ketika sedang "duduk-duduk" bersama para sahabat. Malaikat Jibril bertanya tentang ihsan, Nabi pun menjawab,

"Yaitu engkau beribadah kepada Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Muslim).

d. Mukhlis

Ikhlas artinya tulus. Ketika seseorang beribadah dengan tulus kepada Allah, semata-mata hanya mengharapkan rida-Nya dan bukan mengharap pujian manusia, maka ia disebut sebagai mukhlis.

e. Muttaqin

Yang terakhir adalah muttaqin atau orang yang bertakwa. Mereka bukan sembarang menjalankan ibadah. Para muttaqin dengan totalitas penuh menghamba kepada Allah. Mereka beribadah semata-mata untuk mendapatkan rahmat-Nya serta meninggalkan perbuatan maksiat karena takut akan siksa-Nya.

Untuk sampai ke derajat ini, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gemerlap dunia dan bisikan setan kerap melalaikan kita. Selain itu, Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa perkara takwa bukan hanya pada anggota badan saja, tapi juga melibatkan hati.

Oleh karena itu, mereka yang senantiasa menjaga takwa sama sekali tidak disia-siakan oleh Allah SWT. Golongan muttaqin diberi ganjaran luar biasa, mulai dari

  • mendapat ampunan dan diberi jaminan surga (QS. Ali Imran, [3]:146);
  • diberi solusi terhadap permasalahan hidup yang dihadapi (QS At-Thalaq, [65]:2);
  • dihapuskan dosa serta diberi pahala yang berlipat (QS At-Thalaq, [65]:5); dan
  • diberi rezeki dari arah yang tak terduga-duga (QS At-Thalaq, [65]:3).

Wallahu a'lam bishawab.

Setelah mengetahui pengertian iman di atas, sudah sepatutnya bagi kita untuk mengoreksi diri, "Sudahkah hati kita percaya? Sudahkah ucapan dan perbuatan kita mencerminkan kepercayaan tersebut?" Semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk serta menjaga dan mengokohkan keimanan kita. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin.

Baca Juga: 6 Rukun Iman dalam Islam yang Wajib Dipelajari Umat Muslim

Topik:

  • Bella Manoban
  • Febriyanti Revitasari
  • Retno Rahayu

Berita Terkini Lainnya