ilustrasi silaturahmi (pexels.com/mentatdgt)
Terkait perintah silaturahmi, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 36 yang artinya,
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS. An-Nisa, [4]:36).
Begitu juga dengan hadis yang diriwayatkan Abu Ayyub Al Anshori, Rasulullah SAW berkata ketika ditanyai amalan yang dapat membawa seseorang menuju surga:
"Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orangtua dan kerabat)." (HR. Bukhari no. 5983).
Selain amalan yang dapat mengantarkan ke surga, laman Rumaysho menyebutkan bahwa menyambung tali silaturahmi juga menyebabkan dilapangkannya rezeki dan umur oleh Allah SWT. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
Dari hadis tersebut, bisa kita lihat bahwa silaturahmi memiliki banyak keutamaan. Namun sebaliknya, kalau kita sengaja memutus silaturahmi, maka balasan dari perbuatan tersebut akan disegerakan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah dari Abu Bakroh yang artinya,
"Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya (di dunia ini)—berikut dosa yang disimpan untuknya (di akhirat)—daripada perbuatan melampaui batas (kezaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)". (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, sahih).
Jadi, baik silaturahmi atau silaturahim, keduanya sama-sama boleh kita ucapkan. Wallahu a'lam bishawab.
Penulis: Fria Sumitro