Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tradisi Malam Suro di Jawa, Sakral dan Penuh Makna

ilustrasi percakapan (unsplash.com/ Arya Krisdyantara)
ilustrasi percakapan (unsplash.com/ Arya Krisdyantara)
Intinya sih...
  • Malam suro merupakan awal baru yang bermakna
    • Malam ini menjadi awal bulan pertama penanggalan Jawa dan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah
    • Perayaan kirab di Yogyakarta dan Surakarta, suasananya sakral, meriah, dan bermakna
    • Waktu yang tepat untuk berintrospeksi dan mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa
    • Tradisi malam suro di berbagai daerah Jawa
      • Di Solo, kehadiran Kebo Bule dianggap sakral. Kerbau tersebut adalah keturunan kebo bule Kyai Slamet
      • Keraton Yogyakarta memiliki tradisi rut

Malam Suro adalah malam yang bernuansa sakral bagi masyarakat Jawa dan beberapa daerah lainnya. Banyak yang memercayai bahwa malam ini memiliki energi spiritual yang kuat, sehingga suasananya terasa khidmat. Banyak warga di beberapa daerah seperti Yogyakarta, Surakarta dan lainnya melakukan kegiatan doa bersama, serta melaksanakan berbagai tradisi sebagai wujud penghormatan terhadap malam ini.

Bagi masyarakat Jawa, malam Suro tak sekadar tentang awal tahun baru Jawa dan Islam, tapi sekaligus momen perenungan dan membersihkan diri sehingga siap menyambut lembaran baru dengan hati dan pikiran yang tenang.

Untuk menambah wawasan, yuk, simak penjelasan berikut mengenai tradisi-tradisi yang berlangsung pada malam suro.

1. Awal baru yang bermakna

ilustrasi sekelompok orang berjalan (unsplash.com/ Mufid Majnun)
ilustrasi sekelompok orang berjalan (unsplash.com/ Mufid Majnun)

Malam suro bukan malam biasa, terutama di Jawa dan sekitarnya. Malam ini menjadi awal bulan pertama penanggalan Jawa, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Jadi, malam suro bisa dikatakan merupakan momen istimewa dari sisi budaya Jawa dan religi.

Zaman semakin modern, namun berbagai tradisi yang berkaitan dengan malam suro tetap lestari hingga kini. Di Yogyakarta dan Surakarta, biasanya ada perayaan kirab yang digelar di tengah kota. Suasananya sakral, meriah, dan bermakna. Malam ini dimaknai sebagai waktu yang tepat untuk berintrospeksi, melihat lebih jeli ke dalam diri. Maka, tak heran kalau banyak orang lebih memilih mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa.

2. Tradisi malam suro di berbagai daerah Jawa

ilustrasi senjata tradisional nusantara (budaya.jogjaprov.go.id/KERIS BUDAYA ASLI MASYARAKAT INDONESIA)
ilustrasi senjata tradisional nusantara (budaya.jogjaprov.go.id/KERIS BUDAYA ASLI MASYARAKAT INDONESIA)

Setiap daerah memiliki caranya dalam merayakan malam suro. Di Solo, kehadiran Kebo Bule berwarna putih dianggap sakral oleh masyarakat sekitar. Kerbau ini adalah keturunan kebo bule Kyai Slamet, kerbau keramat peninggalan Keraton Surakarta. Beberapa kerbau diarak mengelilingi kota. Banyak warga lokal hingga luar daerah berdatangan untuk menyaksikan prosesi ini.

Sementara di Yogyakarta suasananya juga begitu sakral. Keraton Yogyakarta memiliki tradisi rutin yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk memperingati malam ini dikenal dengan Jamasan Pusaka. Benda-benda pusaka seperti kereta kencana, senjata, gamelan, semuanya dibersihkan secara khusus.

Selain itu, di beberapa daerah lainnya, masyarakat menggelar tirakatan atau doa bersama. Biasanya dilaksanakan di satu rumah warga, masjid, maupun tempat keramat. Inti dari pelaksanaannya adalah untuk merenung, berdoa, dan memohon perlindungan, serta keberkahan pada tahun yang baru. Tradisi ini sekaligus ajang silaturahmi warga, saling mendoakan dalam nuansa keakraban.

Ada pula tradisi kenduri dan ziarah kubur mendoakan para leluhur sambil mengingat kembali nilai-nilai hidup yang diajarkan dan masih relevan diterapkan dalam kehidupan sekarang.

3. Ketenteraman dan kewaspadaan

ilustrasi orang tersenyum (pexels.com/Ditta Alfianto)
ilustrasi orang tersenyum (pexels.com/Ditta Alfianto)

Di balik berbagai tradisi, ada pesan mendalam yang bisa menjadi pegangan hidup masyarakat untuk berkehidupan yang lebih baik, yaitu tentang ketenteraman dan kewaspadaan agar selamat. Sepanjang bulan Suro, masyarakat Jawa diharapkan mampu mengingat dirinya, rendah hati, dan sadar diri.

Kemudian, juga perlu memiliki sisi kewaspadaan supaya terhindar dari godaan yang menyesatkan. Entah berupa sikap angkuh, iri hati, marah, dan sebagainya yang bisa menjauhkan diri dari hal-hal yang baik.

Belajar dan mengenali tradisi malam suro, selain menambah wawasan budaya sekaligus mengajarkan nilai-nilai kehidupan tentang perasaan bersyukur, mengenali diri, dan pentingnya selalu terhubung dengan Sang Pencipta.

Masyarakat di berbagai daerah Jawa, bahkan di wilayah lain masih melestarikan tradisi malam suro sebagai warisan leluhur yang layak dijaga. Di tengah perubahan zaman, marilah ikut menjaga hal yang berharga ini. Menghormati dan melestarikan tradisi tak berarti ketinggalan zaman, justru mampu membimbingmu semakin cerdas, bijaksana, dan tenang berkehidupan di tengah arus modernitas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us