Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Waktu yang Gak Tepat untuk Baca Buku Motivasi, Justru Bikin Overthinking

Seorang perempuan membaca buku di kamar tidur.
ilustrasi seorang perempuan membaca buku (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Saat fisik dan mentalmu sedang sangat lelah: Ketika tubuh dan pikiran sedang benar-benar lelah, membaca buku motivasi bisa jadi pedang bermata dua. Pesan-pesan seperti "kerja lebih keras" bisa terasa sebagai tekanan baru.
  • Ketika emosimu sedang tidak stabil: Saat emosi lagi naik turun, buku motivasi terasa seperti sermon yang tidak kamu butuhkan. Emosi yang tidak stabil membuat otak lebih mudah menangkap kalimat negatif.
  • Saat kamu baru saja mengalami kegagalan besar: Membaca buku motivasi setelah gagal bisa memicu pola pikir "kenapa aku gak seperti mereka yang sukses?". Lebih tepat digunakan untuk menenangkan diri dan membiarkan luka emosionalmu pulih
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Buku motivasi memang bisa jadi penyelamat ketika kamu lagi butuh dorongan ekstra. Tapi sayangnya, gak semua waktu cocok untuk membacanya. Ada momen-momen tertentu yang justru bikin isi buku terasa "menusuk", memicu overthinking, atau membuat kamu merasa makin gak cukup. Bukannya dapat inspirasi, yang ada pikiranmu malah penuh dengan perbandingan dan tuntutan baru yang memberatkan.

Supaya kamu gak salah timing, penting banget buat tahu kapan sebaiknya menjauh dulu dari buku-buku motivasi. Karena kadang, yang kamu butuhkan bukan kata-kata penyemangat dari orang lain, tetapi istirahat, pelan-pelan memahami diri sendiri, atau sekadar jeda dari semua tekanan hidup. Yuk, simak lima waktu yang tidak tepat banget untuk baca buku motivasi!

1. Saat fisik dan mentalmu sedang sangat lelah

Seorang perempuan sedang burnout.
ilustrasi seorang perempuan burnout (freepik.com/cookie_studio)

Ketika tubuh dan pikiran sedang benar-benar lelah, membaca buku motivasi bisa jadi pedang bermata dua. Alih-alih terasa menenangkan, pesan-pesan seperti "kerja lebih keras", "kamu pasti bisa", atau "semangat gak boleh padam" justru bisa terasa sebagai tekanan baru. Kamu mungkin jadi merasa bersalah karena belum produktif, padahal tubuhmu sedang berusaha memberi sinyal bahwa ia perlu istirahat, bukan dorongan untuk bergerak lebih jauh.

Dalam kondisi burnout berat, membaca buku motivasi sering kali malah memicu overthinking. Kamu mulai mempertanyakan kenapa yang lain bisa maju sementara kamu stuck, dan akhirnya terjebak dalam lingkaran membandingkan diri yang tidak sehat. Di momen seperti ini, lebih baik pilih istirahat total atau cari aktivitas yang menenangkan dulu sebelum kembali mencoba mencari semangat dari luar.

2. Ketika emosimu sedang tidak stabil

Seorang perempuan sedang sedih.
ilustrasi seorang perempuan sedih (pexels.com/cottonbro studio)

Saat emosi lagi naik turun—entah karena stres kerja, masalah hubungan, atau beban hidup—buku motivasi bisa terasa seperti sermon atau khotbah yang tidak kamu butuhkan saat itu. Pesan-pesan idealis dalam buku sering terdengar terlalu rasional untuk kondisi emosionalmu yang lagi sensitif. Kamu mungkin malah merasa makin tidak berdaya karena merasa harus kuat dan positif, padahal suasana hati belum siap menerima nasihat apa pun.

Emosi yang tidak stabil juga bikin otak lebih mudah menangkap kalimat negatif daripada pesan utamanya. Kamu jadi overthinking, memikirkan segala kemungkinan buruk, atau merasa harus berubah saat itu juga. Padahal, di kondisi seperti ini, yang paling kamu butuhkan adalah validasi bahwa wajar untuk merasa kacau dan kamu tidak harus langsung bangkit seketika. Healing dulu, motivasi belakangan.

3. Saat kamu baru saja mengalami kegagalan besar

ilustrasi seorang pria mengalami kegagalan (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi seorang pria mengalami kegagalan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setelah gagal, hati dan pikiranmu masih sibuk memproses rasa kecewa. Di fase ini, membaca buku motivasi yang isinya bicara tentang growth mindset atau "bangkit dari kegagalan" bisa terasa terlalu cepat. Meskipun maksudnya baik, kamu bisa merasa makin terpojok jika belum siap menerima pesan-pesan itu. Menyuruh diri sendiri untuk langsung bangkit kadang malah memperpanjang rasa frustasi.

Selain itu, membaca buku motivasi setelah gagal bisa memicu pola pikir "kenapa aku gak seperti mereka yang sukses?". Alih-alih belajar, kamu malah sibuk membandingkan prosesmu dengan orang lain. Waktu seperti ini lebih tepat digunakan untuk menenangkan diri, memahami perasaanmu, dan membiarkan luka emosionalmu pulih dulu. Baru setelah itu, kamu bisa kembali membaca motivasi dengan kepala yang lebih jernih.

4. Ketika kamu butuh jawaban praktis, bukan kata-kata penyemangat

Seorang perempuan sedang berpikir.
ilustrasi seorang perempuan berpikir (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Ada situasi tertentu di mana kamu sebenarnya butuh solusi nyata, bukan kalimat inspiratif. Misalnya, kamu bingung soal karier, stuck dalam pekerjaan, atau butuh langkah konkret untuk menghadapi masalah tertentu. Buku motivasi yang terlalu abstrak hanya akan membuatmu makin bingung karena isinya cenderung bersifat general, bukan panduan yang benar-benar teknis.

Alih-alih merasa tercerahkan, kamu malah bisa overthinking karena isi buku terasa tidak langsung membantu situasi yang sedang kamu hadapi. Kamu jadi merasa harus mengubah mindset-mu, padahal yang kamu butuhkan sebenarnya hal sederhana seperti merapikan jadwal, mengatur ulang prioritas, atau berbicara dengan orang yang tepat. Di kondisi ini, lebih baik cari referensi yang lebih praktis seperti artikel, buku self-help yang teknis, atau mentor.

5. Saat kamu sedang terlalu produktif dan tidak mau berhenti

Seorang perempuan sedang bekerja.
ilustrasi perempuan bekerja (freepik.com/tirachardz)

Menariknya, waktu paling nggak tepat baca buku motivasi justru saat kamu sudah berada dalam mode super produktif. Karena tanpa sadar, kamu bisa terdorong untuk terus menambah target dan memperluas to-do list. Alih-alih merasa cukup, kamu justru merasa belum maksimal atau belum mencapai standar tertentu. Ini berbahaya karena mudah membuatmu jatuh ke hyper-productivity yang akhirnya melelahkan.

Pada fase super produktif, buku motivasi bisa memperkuat keinginan untuk terus bergerak tanpa henti. Kamu lupa istirahat, lupa batas, dan akhirnya menguras mental sendiri. Padahal, produktif pun butuh rem agar kamu tidak burnout. Jadi kalau kamu sedang berada di puncak aktivitas, lebih baik simpan dulu buku motivasi dan beri ruang untuk menikmati progresmu.

Itulah 5 waktu yang justru nggak tepat untuk baca buku motivasi. Ingat, semangat itu penting, tapi tahu kapan harus berhenti juga sama pentingnya. Kenali kondisi diri, baru tentukan kapan waktu terbaik untuk kembali mencari inspirasi!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us

Latest in Life

See More

4 Jenis Lampu Baca Nyaman untuk Kamu yang Suka Membaca di Malam Hari

25 Nov 2025, 00:00 WIBLife