Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Anak Memberikan Silent Treatment dan Cara Menghadapinya

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/Mick Haupt)

Pernah gak sih, kamu merasa bingung karena anak tiba-tiba diam seribu bahasa? Rasanya seperti ada tembok tak terlihat yang memisahkan, ya? Fenomena ini dikenal dengan silent treatment, di mana anak memilih untuk bungkam tanpa penjelasan. Bagi orangtua atau pengasuh, situasi ini bisa memicu berbagai pertanyaan.

Tapi, tenang dulu. Silent treatment bukan sekadar aksi diam tanpa alasan. Ini bisa jadi cara anak menunjukkan perasaan mereka, entah itu marah, sedih, atau sekadar ingin mendapatkan perhatian. Biar kamu gak makin bingung, yuk cari tahu lima alasan anak memberikan silent treatment dan bagaimana cara menghadapinya.

1. Anak merasa terluka atau marah dan tidak tahu cara menyampaikannya

ilustrasi anak (pexels.com/cottonbro studio)

Diamnya anak bisa jadi tanda mereka sedang terluka atau marah, tapi tidak tahu cara mengungkapkannya. Perasaan ini bisa muncul dari masalah kecil, seperti teguran di rumah, hingga hal yang lebih serius, seperti perselisihan di sekolah.

Cara menghadapinya: Tetap tenang dan beri mereka waktu untuk memproses emosinya. Jangan paksa mereka bicara jika belum siap. Sebaliknya, tunjukkan bahwa kamu ada untuk mendengarkan kapan pun mereka mau berbagi. Pastikan mereka tahu bahwa perasaan mereka valid dan penting.

2. Anak mencari perhatian karena merasa diabaikan

ilustrasi anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Kadang, silent treatment adalah cara anak untuk mengatakan bahwa mereka butuh perhatian lebih. Mereka mungkin merasa kurang didengar atau dilibatkan, sehingga memilih untuk menarik perhatianmu dengan diam.

Cara menghadapinya: Luangkan waktu berkualitas bersama anak. Gak perlu aktivitas besar; cukup dengan bermain bersama, membaca buku, atau ngobrol santai. Perhatian kecil seperti ini bisa bikin anak merasa lebih dihargai dan diperhatikan.

3. Anak menghindari konflik yang mungkin terjadi

ilustrasi anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Jika pernah mendapat reaksi negatif saat berbicara jujur, anak bisa jadi memilih diam untuk menghindari konflik. Mereka merasa lebih aman dengan tidak mengatakan apa pun daripada memicu masalah.

Cara menghadapinya: Ciptakan lingkungan yang mendukung untuk berdiskusi. Pastikan anak tahu bahwa mereka bisa berbicara tanpa takut dihukum atau dimarahi. Berikan contoh dengan menunjukkan cara menangani konflik secara tenang dan terbuka.

4. Anak menggunakan silent treatment untuk mengontrol situasi

ilustrasi keluarga (pexels.com/cottonbro studio)

Dengan silent treatment, anak mungkin mencoba mengambil kendali atas situasi yang menurut mereka sulit diatur. Ini bisa menjadi cara mereka menunjukkan bahwa mereka juga punya suara, meski tanpa kata-kata.

Cara menghadapinya: Berikan anak kesempatan untuk membuat pilihan sederhana. Misalnya, biarkan mereka memilih pakaian atau memutuskan menu makan malam. Dengan memberikan sedikit kendali, anak akan merasa dihargai dan lebih percaya diri.

5. Anak tidak tahu cara mengungkapkan perasaan mereka

ilustrasi anak (pexels.com/Norma Mortenson)

Anak-anak, terutama yang lebih kecil, mungkin merasa bingung dengan emosi yang mereka rasakan. Mereka belum tahu bagaimana mengekspresikannya, sehingga memilih diam sebagai jalan keluar.

Cara menghadapinya: Bantu anak mengenali dan menamai emosi. Gunakan buku cerita atau permainan untuk mengenalkan berbagai jenis perasaan. Ajarkan cara mengungkapkan emosi dengan sehat, misalnya dengan kata-kata sederhana atau menggambar. Semakin mereka paham tentang perasaannya, semakin mudah mereka berbicara.

Komunikasi yang sehat selalu jadi kunci dalam membangun hubungan yang kuat dengan anak. Jadi, jangan ragu untuk memberikan ruang, perhatian, dan dukungan yang mereka butuhkan. Semoga tips ini bermanfaat, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhamad Aldifa
EditorMuhamad Aldifa
Follow Us