Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Memvalidasi Perasaan Anak, Akui dengan Empati

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Gustavo Fring)
Intinya sih...
  • Validasi emosi anak penting agar mereka merasa didengar dan dipahami
  • Mengakui perasaan anak dengan seni, kata-kata, dan tulisan merupakan cara memvalidasi emosi mereka dengan empati
  • Sikap perhatian dan imajinasi juga dapat digunakan untuk mengakui perasaan anak dengan baik

Apakah memvalidasi perasaan anak merupakan suatu hal yang penting? Jawabannya tentu penting. Validasi emosi berarti kamu sebagai orang tua mendengar serta berupaya memahami anak. Alih-alih mengabaikan dengan mengatakan hal-hal seperti, “Gitu aja kok nangis”, akan lebih baik jika kamu berupaya memahami si kecil dengan mengucapkan kalimat-kalimat empati.

Namun, hal yang juga perlu diingat ialah memvalidasi perasaan bukan berarti kamu sebagai orang tua setuju dengan tindakan anak, kemudian langsung memberikan apa yang mereka inginkan. Berikut merupakan cara yang bisa kamu lakukan untuk memvalidasi perasaan anak dengan empati.

1.Akui perasaan anak dengan seni

ilustrasi anak kecil melukis (pexels.com/Rosemary Ketchum)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata seni berarti keahlian membuat karya yang bermutu. Selain itu, seni juga dapat bermakna karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, ukiran. Ketika kamu mengakui perasaan anak dengan seni, berarti kamu senantiasa melibatkan imajinasi sang anak untuk merepresentasikan suatu hal dalam pikirannya. Misalnya, kamu mengatakan kepada anakmu bahwa anakmu tampak sedih. Kamu lantas menggambar orang dengan air mata yang banyak. Ketika menggambar, kamu bisa menawarkan pensil atau alat gambar apa pun kepadanya supaya anak turut mengekspresikan perasaannya melalui gambar.

2.Akui perasaan anak dengan kata-kata

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Mengakui perasaan anak dengan kata-kata terbilang mudah. Meskipun demikian, kamu perlu mengungkapkannya dengan baik sehingga tidak timbul kesalahpahaman. Misalnya, anakmu kesal karena mainannya hancur berantakan. Kamu bisa mengakui perasaannya dengan mengatakan, “Kamu pasti kesal mainanmu ini hancur berantakan. Kamu sedih juga, kan.” Bukan malah mengatakan, “Kakak udah gede, jangan cengeng cuma gara-gara mainan rusak.”

Oh, iya, saat anak sedang kesal, kamu bisa membiarkannya memahami dan menerima perasaan tersebut. Berikanlah ia waktu untuk tenang. Jangan langsung menanyainya, ya!

3.Akui perasaan anak dengan tulisan

ilustrasi orang tua mendongeng untuk anak (pexels.com/MART PRODUCTION)

Orang tua juga bisa mengakui perasaan anak dengan tulisan. Hal ini berarti kamu perlu melibatkan anak untuk mengekspresikan perasaannya melalui kegiatan menulis. Misalnya, kamu mengetahui bahwa anakmu menginginkan mainan Lego. Kamu lantas memvalidasi keinginan anak dengan ucapan seraya membuat anak mau menuliskannya dalam daftar keinginan.

Ajaklah anak untuk menulis apa yang mereka inginkan dalam daftar tersebut. Kegiatan ini menunjukkan bahwa kamu peduli dan menghargai keinginan mereka. Namun, bukan berarti kamu menuruti semua yang mereka inginkan, ya! Ingat bahwa semua perasaan bisa diterima, tetapi sebagian tindakan perlu dibatasi.

4.Akui perasaan anak dengan perhatian

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sikap perhatian menjadi hal yang penting dalam memvalidasi anak dengan empati. Kata perhatian dalam konteks ini dapat berwujud respons baik kamu dalam memahami perasaan anakmu bahkan tanpa perlu berkata-kata. Misalnya dengan ekspresi yang menujukkan bahwa kamu peduli padanya. Atau hanya respons singkat seperti, “Wah!”, “Oh”, maupun “Wow!”. Meskipun terdengar singkat, tetapi jika kamu menyampaikannya secara baik dan penuh empati, anak akan menyadari bahwa kamu menghargainya. Lakukan respons tersebut secara tulus dan dramatis.

5.Aku perasaan anak dengan imajinasi

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Emma Bauso)

Kamu juga bisa mengakui perasaan anak dengan imajinasi, lho! Joanna Faber dan Julie King dalam buku mereka yang berjudul Seni Berbicara pada Anak Panduan Mendidik Anak tanpa Ngegas mengatakan bahwa untuk mengatasi emosi anak, orang tua bisa memberikan dalam fantasi yang tidak dapat diberikannya dalam realitas. Misalnya, kamu mengetahui bahwa anakmu masih ingat bermain di taman kota. Namun, waktu sudah menjelang malam sehingga kamu dan anakmu harus pulang. Kamu bisa mengatakan, “Seandainya kita punya waktu sejuta jam lagi untuk bermain” untuk memvalidasi perasaannya. Melalui kalimat tersebut, kamu seakan menegaskan bahwa kamu memahami apa yang anak rasakan.

Ingat, pola komunikasi yang baik bisa memengaruhi ikatan anak dengan kamu sebagai orang tua. Oleh karena itu, memvalidasi perasaan anak perlu dilakukan dengan benar, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Riani Shr
EditorRiani Shr
Follow Us