Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Negatif apabila Anak Terlalu Banyak Belajar, Catat!

ilustrasi lingkungan belajar (pexels.com/@olia-danilevich)

Orangtua mungkin berharap agar anak-anaknya bisa tumbuh menjadi pribadi yang pintar dan rajin. Namun, tentu saja semua itu tak bisa diperoleh secara instan, serta harus melalui proses pembelajaran yang tidak sebentar.

Sering kali anak justru berada pada posisi dipaksa untuk banyak belajar dan membaca. Padahal segala sesuatu yang berlebihan justru bisa menyebabkan bahayanya tersendiri, apalagi jika anak tak dapat menikmatinya. Jika anak terlalu banyak belajar, maka beberapa dampak negatif berikut ini rentan dialami.

1. Mudah mengalami burnout

ilustrasi gangguan belajar (pexels.com/@Julia-M-Cameron)

Burnout merupakan kondisi dimana anak mengalami kelelahan berlebih karena belajar terlalu sering. Efek dari burnout ini mirip dengan burnout yang dialami orang dewasa apabila terlalu banyak bekerja.

Orangtua semestinya dapat memahami risiko burnout pada anak jika masih terus memaksanya untuk belajar. Alih-alih menikmati sesi pembelajaran dengan baik, anak justru rentan mengalami stres dan pada akhirnya akan sia-sia waktu yang dihabiskan di depan buku.

2. Rentan depresi

ilustrasi anak sedih (unsplash.com/@mero_dnt)

Kata siapa depresi hanya untuk orang dewasa saja? Nyatanya anak-anak juga memiliki potensi besar untuk mengalami depresi dan hal ini memang benar. Justru yang membedakan antara depresi pada anak-anak dan orangtua hanyalah penyebabnya saja.

Terlalu sering belajar justru dapat meningkatkan risiko depresi pada anak. Depresi ini bisa dimulai apabila anak merasa stres dan terkekang dengan aturan belajar tersebut. Jika sudah demikian, maka bisa memengaruhi psikis anak dan pada akhirnya menyebabkan gangguan belajar.

3. Kemampuan sosial yang menurun

ilustrasi anak kecil berteman (unsplash.com/@profwicks)

Orangtua harus menyadari bahwa anak-anaknya merupakan makhluk sosial yang juga membutuhkan sosialisasi. Memaksa anak untuk belajar dengan frekuensi tinggi hanya akan membatasi kemampuan sosialisasinya.

Hal inilah yang semestinya orangtua pahami, sehingga tak akan lagi memaksa anak untuk belajar secara berlebihan. Jangan sampai anak jadi tak mampu bersosialisasi karena terlalu tertekan dengan kewajiban belajarnya.

4. Ilmu yang terserap justru sedikit

ilustrasi anak belajar (unsplash.com/@anniespratt)

Tujuan orangtua untuk meminta anak belajar memang baik, sebab ingin anak-anaknya tumbuh pintar. Namun, sebetulnya proses belajar juga memiliki cara-cara tersendiri dan tak bisa dilakukan dalam satu waktu.

Anak-anak yang dipaksa belajar dalam frekuensi tinggi justru berpotensi membuat mereka hanya memperoleh ilmu yang sangat minim dan sedikit. Hal ini justru akan membuat anak merasa sia-sia karena sudah belajar banyak, tapi hanya sedikit yang terserap.

5. Rentan sakit

ilustrasi anak sakit (pexels.com/@tima-miroshnichenko)

Risiko belajar secara berlebihan ternyata tak hanya menyerang anak secara psikis saja, namun juga fisik. Hal ini karena terkadang rasa stres berlebihan yang dialami seseorang juga akan berdampak pada kondisi fisiknya.

Anak-anak yang dipaksa belajar secara berlebihan akan rentan sakit karena merasa stres atau minim waktu istirahat. Oleh sebab itu, orangtua semestinya tak menambah beban anak, sehingga membuatnya merasa tertekan.

Sekarang orangtua semestinya paham bahwa segala yang berlebihan tidaklah baik. Memaksa anak untuk belajar terlalu sering juga akan memengaruhi kondisi psikis dan fisiknya. Jangan menekan anak!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tresna Nur Andini
EditorTresna Nur Andini
Follow Us