Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Negatif Over Parenting, Menghambat Perkembangan Anak!

Ilustrasi seorang anak perempuan dan seorang ibu (Pexels.com/Barbara Olsen)
Ilustrasi seorang anak perempuan dan seorang ibu (Pexels.com/Barbara Olsen)
Intinya sih...
  • Perlindungan berlebihan merugikan perkembangan anak.
  • Over parenting meningkatkan kecemasan dan perfeksionisme.
  • Tidak memberi ruang untuk berkembang, belajar dari kegagalan, dan menghadapi tantangan secara mandiri.

Di dunia yang semakin cepat dan penuh tuntutan ini, banyak orang tua yang merasa cemas dan ingin melindungi anak-anak mereka dari segala kesulitan. Namun, tahukah kamu bahwa perlindungan berlebihan atau over-parenting justru bisa merugikan perkembangan anak?

Mungkin kamu berpikir bahwa semua yang dilakukan orang tua adalah demi kebaikan anak, tapi kadang-kadang, sedikit jarak dan kebebasan bisa membawa manfaat yang lebih besar. Yuk, simak lima dampak negatif dari over-parenting yang mungkin belum kamu sadari!

1. Kehilangan kemampuan untuk menghadapi tantangan

Ilustrasi seorang anak dan seorang ayah (Pexels.com/Kampus Production)
Ilustrasi seorang anak dan seorang ayah (Pexels.com/Kampus Production)

Ketika orang tua selalu siap sedia untuk mengatasi setiap masalah yang muncul dalam kehidupan anak, anak kehilangan kesempatan untuk belajar cara menghadapi tantangan secara mandiri. Ketika anak tidak pernah diberi kesempatan untuk mencoba dan gagal, mereka tidak belajar ketahanan mental yang diperlukan untuk mengatasi rintangan di masa depan. Dalam kehidupan dewasa nanti, mereka bisa merasa terjebak saat menghadapi masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan bantuan orang lain.

Sebagai contoh, jika orang tua selalu turun tangan untuk menyelesaikan PR atau membantu anak menghindari konflik sosial, anak jadi cenderung menghindari kesulitan. Mereka tidak belajar bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Padahal, kegagalan itulah yang mengajarkan ketekunan dan cara untuk bangkit kembali.

2. Kurangnya rasa tanggung jawab

Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Over-parenting membuat anak merasa bahwa segala sesuatu sudah diatur untuk mereka. Ketika segala keputusan dan kebutuhan anak diurus orang tua, mereka tidak merasa perlu bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Hal ini bisa berdampak besar ketika mereka beranjak dewasa, karena mereka mungkin kesulitan mengatur hidup mereka sendiri tanpa bimbingan yang ketat.

Dengan tidak diberi ruang untuk membuat keputusan sendiri, anak jadi terbiasa dengan kehidupan yang ‘diatur’ dan tidak belajar mengambil inisiatif. Ini bisa mengarah pada ketergantungan yang berbahaya, terutama ketika mereka harus menghadapi kehidupan nyata yang penuh ketidakpastian.

3. Kekurangan keterampilan sosial

Ilustrasi seorang ibu dan anak perempuan (Pexels.com/Ron Lach)
Ilustrasi seorang ibu dan anak perempuan (Pexels.com/Ron Lach)

Orang tua yang terlalu mengontrol bisa membuat anak tidak pernah belajar cara berinteraksi dengan teman sebaya secara alami. Jika anak terlalu dilindungi dari situasi sosial yang penuh tantangan, mereka bisa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru atau membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Anak yang tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah sosial secara mandiri akan kesulitan membangun rasa empati, komunikasi yang efektif, dan keterampilan bekerja sama.

Sebagai contoh, jika orang tua terlalu sering ikut campur dalam masalah persahabatan atau percintaan anak, anak mungkin tidak akan mengerti cara mengelola konflik atau mengembangkan hubungan yang sehat. Mereka juga mungkin cenderung merasa cemas dan ragu dalam berinteraksi dengan orang lain.

4. Meningkatnya rasa kecemasan dan perfeksionisme

Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)

Ketika orang tua memberikan tekanan tinggi untuk selalu tampil sempurna, anak bisa merasa cemas dan takut gagal. Ini sering kali terjadi pada anak yang tumbuh dengan ekspektasi tinggi dan pengawasan yang ketat. Over-parenting yang terlalu fokus pada pencapaian anak bisa membuat mereka merasa bahwa mereka harus selalu memenuhi standar yang sangat tinggi, bahkan jika itu berarti mengorbankan kesejahteraan mental mereka.

Akibatnya, anak bisa mengalami kecemasan yang berlebihan tentang kegagalan atau tidak memenuhi harapan orang tua. Kecemasan ini bisa mengarah pada masalah kesehatan mental di kemudian hari, seperti gangguan kecemasan atau depresi, yang berasal dari ketakutan terus-menerus untuk tidak cukup baik.

5. Menurunnya rasa percaya diri

Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Mikhail Nilov)
Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Anak yang selalu dibantu atau dikontrol oleh orang tua mungkin merasa kurang percaya diri dalam mengambil keputusan atau melangkah sendiri. Mereka merasa bahwa hanya orang tua yang dapat membuat pilihan terbaik untuk mereka, sehingga mengurangi kepercayaan diri mereka. Ketika orang tua selalu mengarahkan atau melindungi mereka, anak tidak belajar untuk mempercayai insting mereka sendiri.

Keterbatasan ini sangat berbahaya, karena anak yang tumbuh tanpa rasa percaya diri bisa kesulitan untuk mengambil keputusan yang penting dalam hidup mereka. Selain itu, kurangnya keyakinan pada kemampuan diri sendiri bisa membuat mereka takut mencoba hal baru atau menghadapi situasi yang membutuhkan keberanian.

Di dunia yang penuh tekanan ini, sebagai orang tua kita ingin yang terbaik untuk anak-anak kita. Namun, terkadang yang terbaik bukan berarti melindungi mereka dari segala sesuatu. Justru, dengan memberi mereka ruang untuk berkembang, belajar dari kegagalan, dan menghadapi tantangan secara mandiri, kita sedang menyiapkan mereka untuk masa depan yang lebih kuat dan mandiri. Jadi, mari kita berhenti sejenak, pikirkan kembali pendekatan kita, dan berikan anak-anak kita kebebasan untuk tumbuh sesuai dengan potensinya sendiri. Sebab, terkadang, kebebasan itu adalah cara terbaik untuk mengasah kemampuan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us