5 Tips Bijak Menghadapi Kesalahan Anak yang Berulang, Jadilah Solutif!

Menjalani peran sebagai orangtua memang tak mudah untuk dilakukan. Ibaratnya, sudah lelah mencari nafkah hingga membimbing serta mendidik anak. Ternyata, masih juga ditambah dengan beban permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari anak.
Sebagai orangtua yang bijak, tentu rasionalitas menjadi hal yang utama dibandingkan dengan emosional semata. Namun, tak jarang emosi itu bak auto membara, terlebih saat menghadapi anak yang terus berbuat kesalahan lagi, lagi, dan lagi. Lantas, bagiamana cara bijak untuk menanganinya? Jawabannya, jadilah sosok orangtua yang solutif, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
1. Jangan hanya menyuruh anak perbaiki, bantu memperbaiki

Hal pertama dan utama yang perlu ditanamkan ialah tugas orangtua bukan hanya memerintahkan. Tak sekadar memberi perintah untuk anak melakukan hal baik serta meninggalkan hal buruk.
Melainkan lebih daripada itu, terlebih saat anak terlanjur terjerumus pada kesalahan yang sama berulang kali. Jangan hanya memerinah anak untuk memperbaiki kesalahannya, bantulah dia untuk memperbaikinya.
Secara sadar dan logis, orangtua jelas sudah pernah mengalami fase kehidupan sang anak. Lebih dulu berada di fase kehidupan anak-anak, artinya orangtua punya pengalaman lebih yang bisa dijadikan bekal untuk membantu anak memperbaiki kesalahannya yang berulang.
2. Bantu temukan faktor sebab akibat agar tak terulang kembali

Rasionalnya, tak mungkin ada asap jika tidak ada api bukan? Hal serupa juga berlaku atas kesalahan anak yang terus menerus terjadi lagi dan lagi. Jika ingin memutus rantai kesalahan anak, maka temukan faktor penyebabnya.
Ajak anak berbincang dengan baik-baik, posisikan diri sebagai anak, bukan sosok orangtua yang menghakimi secara sepihak. Dengan menjadi sosok yang tidak menakutkan, orangtua perlahan bisa masuk ke dunia anak untuk mencari tahu penyebab sang anak terjebak dalam kesalahan yang sama.
Dengan kata lain, cobalah menjadi rumah yang nyaman bagi anak untuk bisa pulang dan berbagi aneka cerita kehidupannya. Termasuk, cerita hubungan sebab dan akibat akan kisah kelam kesalahan sang anak terus terjadi hingga saat ini.
3. Temani proses anak dalam memperbaiki diri

Tak hanya berfokus pada sisi membantu perbaiki kesalahan anak, orangtua juga bisa mengenalkan dunia baru yang lebih baik untuk sang anak tercinta. Terlebih, temani proses anak dalam perjalanan memperbaiki dirinya dengan menjadi teman sejati yang bisa mengakrabkan diri dengan anak.
Sembari membuat anak sadar akan kesalahannya hingga bisa meninggalkan hal buruk yang mungkin sudah jadi candu atau kebiasaannya. Orangtua bisa mengajak anak mengenal hingga berinteraksi dengan luasnya serta betapa indahnya dunia dengan sudut pandang yang positif.
Mulai dari mengenalkan anak akan hobi baru yang mendidik tapi juga menyenangkan. Bisa juga mengajak anak bereksperimen, berkegiatan sosial, hingga traveling ke tempat yang unik dan menarik. Perlahan tapi pasti, aneka kegiatan itu akan menstimulasi anak untuk asyik dan hidup di dalamnya. Terlebih, juga bisa memberikan experience berapa penyadaran supaya stop melakukan kesalahan serupa di masa sekarang maupun secara jangka panjang.
4. Ada baiknya orangtua turut evaluasi diri, terlebih ketika pola asuh yang dianut

Tak bisa dipungkiri, saat orangtua mengetahui sang anak berbuat kesalahan yang sama lagi, lagi, dan lagi, pastinya sulit untuk mengendalikan emosinya. Apalagi, jika posisinya orangtua sudah lelah dengan aneka beban serta tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Dengan begitu, bukan tidak mungkin orangtua bisa bersikap buruk terhadap sang anak. Mulai dari memarahinya hingga memberikan hukuman yang cukup berat. Namun, sebelum itu terjadi, alangkah lebih baiknya untuk orangtua bisa belajar memposisikan diri.
Sesederhana seperti bisa jadi anak kembali mengulangi kesalahannya hanya untuk mencari perhatian dari orangtuanya yang sibuk. Sayangnya, sang orangtua yang salah menangkap artinya malah justru menganggap anaknya nakal dan berakhir jadi pertengkaran.
Jadi, baik orangtua maupun anak sudah selayaknya saling mendinginkan diri serta saling memposisikan diri. Dengan begitu, besar harapannya untuk kedua belah pihak bisa saling memahami keresahan masing-masingnya. Terlebih terkait kesalahan anak yang kerap terjadi dan bisa jadi dikarenakan kesalahan pola asuh orangtuanya.
5. Paham kapan bisa menjadi teman, kapan harus tegas ke anak

Mengapa orangtua harus belajar menjadi teman di saat tahu anaknya melakukan kesalahan itu lagi dan lagi? Jelas karena setiap orang tak luput dari kesalahan, termasuk seorang anak. Dengan menjadi teman, orangtua bisa memposisikan diri agar tidak semakin menyudutkan anak di saat anak memang sudah tersudut.
Jangan membuat anakmu semakin jauh dari dirimu karena terus menerus kamu sudutkan. Sebaliknya, menjadi orangtua juga tidak bisa terus-terusan jadi teman baik anaknya. Harus ada batasan dan aturan mainnya, terlebih untuk menghadapi anak yang kerap hobi berbuat onar dengan tiada hentinya.
Misalnya saja kesepakatan bersama akan jatah anak untuk berbuat salah ialah 3 kali kesalahan kecil hingga sedang. Maka, di momen tiga kali itu orangtua wajib menjadi teman baik yang setia dan bertanggung jawab penuh dalam menemani proses anaknya untuk bisa memperbaiki diri.
Namun, jika setelah batasan 3 kali ini itu habis tapi masih terulang terus. Maka, orangtua berhak untuk menjadi sosok yang tegas dengan berani mendisiplinkan sang anak. Sepakat dengan batasan akan aturan main dalam menghadapi anak akan kesalahannya yang terus terulang itu?