Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi keluarga (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi keluarga (pexels.com/RDNE Stock project)

Kalau belakangan istri gampang kesal dan sedih, sebagai suami kamu jangan cuma menyalahkan sensitivitasnya. Coba lihat kembali sikapmu padanya. Barangkali ada ucapan dan perbuatanmu yang lebih dari sekali membuatnya tidak nyaman.

Apalagi istrimu belum lama ini melahirkan. Perubahan hormon tentu membuat emosinya gak stabil. Bila ditambah dengan tekanan yang kamu berikan, dia akan merasa jauh lebih rapuh. Baik ini kelahiran anak pertama atau kedua dan seterusnya, bersikaplah sebaik mungkin pada pasanganmu.

Anggapan bahwa melahirkan dan mengasuh anak kedua lebih mudah daripada anak pertama sering kali cuma mitos. Sebab, perubahan hormon yang dialami istri tetap sama. Pun setiap bayi memberikan tantangan sekaligus tanggung jawab yang amat besar bagi orangtuanya. Sikapmu yang seperti di bawah ini bakal bikin istri tidak bahagia. 

1. Tidak mau tahu pekerjaan rumah tangga termasuk pengasuhan anak

ilustrasi membuat susu (pexels.com/MART PRODUCTION)

Pekerjaan rumah tangga menjadi berlipat-lipat dengan kehadiran momongan. Sementara itu, tenaga istri terbatas bahkan belum pulih setelah melahirkan. Apabila kamu tidak dapat diajak bekerja sama dalam mengerjakan tugas domestik termasuk mengasuh anak, dia kelelahan sekaligus stres.

Padahal, stres pada ibu menyusui dapat membuat ASI tidak lancar. Nanti kamu marah lagi dan menyudutkannya karena menjadi harus membelikan susu formula buat anak. Seakan-akan istri manja atau gak mau memberikan ASI. Perasaan istri makin tak keruan bila sikapmu seperti itu.

Peran suami sangat penting agar istri terbantu dan terjauhkan dari kelelahan fisik serta psikis yang berlebihan. Bagi waktu serta tenagamu antara pekerjaan dengan menjalankan tugas sebagai pasangan yang baik di rumah. Jadikan urusan rumah tangga sebagai pekerjaan bersama.

2. Berkomentar negatif tentang perubahan tubuh istri

ilustrasi keluarga (pexels.com/Laura Garcia)

Kehamilan tentu membuat istrimu mengalami kenaikan berat badan yang cukup drastis. Setelah bayi lahir, bukan berarti berat badan istri langsung kembali ke sebelum ia mengandung. Kamu gak boleh jahat pada ibu dari anakmu dengan berkomentar negatif atas bentuk tubuhnya.

Di dalam tubuh itulah buah hatimu terlindungi selama 9 bulan lebih. Dari tubuh yang sama, ia dilahirkan ke dunia ini sehingga dirimu bisa menimangnya. Perjuangan selama dan seberat itu jangan dikecilkan hanya oleh urusan berat badan istri yang menjadi tidak ideal.

Nanti ada waktunya beratnya turun perlahan-lahan. Tugas utamamu adalah memastikan istri sembuh dari luka persalinannya, cukup nutrisi agar bisa menyusui buah hati, dan terus bersama-sama denganmu menjaga gaya hidup sehat. Alih-alih menjadi komentator atas bentuk tubuhnya, rutin saja mengajak istri jalan-jalan pagi sambil mengasuh bayi kalian.

Bila perlu datangkan ahli perawatan tubuh ke rumah supaya istri dapat rileks dan makin percaya diri dengan penampilannya. Nanti jika luka persalinannya benar-benar sudah sembuh, kamu gantian dengan istri dalam menjaga anak.

Biarkan istri berolahraga dengan leluasa di rumah, seperti ikut senam atau bersepeda. Istri kembali, baru dirimu berolahraga. Atau, kalian bareng-bareng latihan di rumah.

3. Membicarakan perempuan lain yang cepat singset sehabis melahirkan

ilustrasi menggendong bayi (pexels.com/Kampus Production)

Istri mana yang gak cemburu apabila suaminya malah suka membahas perempuan lain? Terlebih perempuan itu cepat sekali ramping kembali ketika istrimu berbulan-bulan setelah melahirkan masih belum dapat menurunkan bobotnya sedikit pun. Walaupun dalam hati kamu bertanya-tanya tentang rahasia perempuan tersebut, gak usah dibicarakan di depan istri.

Kecuali, istri yang terlebih dahulu menyampaikan keheranannya pada perempuan tersebut. Kamu dapat membantu mencari rahasianya kalau istri juga ingin lebih cepat menurunkan berat badannya. Misalnya, dengan membaca berbagai artikel terkait. Namun, tekankan buat istri tetap mengutamakan kesehatan daripada sekadar kurus dengan cepat.

Bila dirimu hanya mengacu pada artis-artis yang bentuk tubuhnya seperti tidak berubah dari sebelum hamil, bayanganmu mungkin keliru. Mereka tentu punya pengasuh anak, konsultan gizi, serta pelatih profesional yang membantu menurunkan berat badannya dalam waktu singkat serta tetap fit. Sementara kamu gak menyediakan fasilitas yang sama buat istrimu.

4. Tidak merespons kecemasan istri dengan baik

ilustrasi mengasuh anak (pexels.com/Yan Krukau)

Istri butuh teman bicara yang baik. Khususnya setelah kelahiran anak kalian karena biasanya ini membuatnya sering cemas. Baik ia khawatir tentang kesehatan bayi, kondisinya sendiri setelah melahirkan, aneka kebutuhan dan pekerjaan rumah tangga, maupun pekerjaannya selepas masa cuti habis.

Respons semua keluhan istri dengan perhatian penuh. Jangan cuma diam atau justru bersikap ketus seolah-olah kamu bosan mendengarnya. Ini tentang istri dan buah hati kalian. Jika dia gak membicarakan kecemasannya padamu, apakah kamu ingin melihatnya mengadu pada pria lain?

Mendengarkan serta menanggapi cerita istri tentang kecemasannya juga bentuk dari sikap suami yang melindungi. Bahaya yang mengancam keluargamu gak cuma serangan fisik. Namun juga berbagai tekanan psikis. Bagus sekali istrimu masih dapat mengeluarkan unek-uneknya.

Itu membuka peluang untukmu segera membantunya sebelum kondisi mentalnya kian buruk. Amat berbahaya apabila ia sudah tidak dapat mengeluarkan kecemasannya dalam kata-kata.

Nanti tindakannya bisa gak rasional dan mengancam keselamatan diri maupun anak kalian. Jika perlu, ajak istri berkonsultasi dengan psikolog.

5. Mendadak jarang di rumah dan justru nongkrong sama teman

ilustrasi ibu dan bayinya (pexels.com/Anna Shvets)

Saat kalian baru menjadi pasutri, kamu gak betah berlama-lama di luar rumah. Dirimu selalu cepat-cepat pulang karena kangen pada istri. Namun setelah anak kalian lahir dan istri membutuhkan banyak bantuanmu di rumah, kamu malah keluyuran gak jelas. 

Dirimu bahkan memilih nongkrong dengan sejumlah teman daripada berada di tengah-tengah keluarga. Sikap begini menandakan istri dan anak bukan prioritasmu. Kamu bersikap masa bodoh pada mereka sekalipun alasanmu barangkali melepas penat selepas bekerja.

Daripada berjam-jam nongkrong sama teman, mending dirimu segera pulang sambil membawakan makanan yang lezat buat istri. Kamu jadi gak terlalu capek di luar rumah dan malamnya bisa gantian dengan istri untuk mengganti popok anak atau bikin susu. Nanti jika anak sudah cukup tangguh untuk diajak jalan-jalan, dirimu dan istri bisa membawanya saat makan di luar.

6. Tak bergairah atau malah memaksa istri berhubungan seks

ilustrasi mengasuh anak (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Ketika istri masih dalam masa nifas atau luka persalinannya belum sembuh, kamu memang harus menahan diri. Akan tetapi, dia tentu merasa buruk sekali kalau setelahnya dirimu seakan-akan tidak lagi tertarik padanya. Bahkan istri sudah memberimu kode hingga secara terang-terangan mengajakmu bercinta.

Tapi kamu malah menolaknya. Istri menjadi overthinking, rendah diri dengan penampilannya, sampai takut dirimu mempunyai kekasih lain. Walaupun penampilan istri tidak sama dengan sebelum ia hamil, sebagai suami kamu harus melihatnya lebih dari sekadar fisiknya. Itu akan membuatnya selalu tampak cantik di matamu.

Namun demikian, suami juga gak boleh memaksa istri untuk berhubungan seks apabila belum memungkinkan untuknya. Selain masa nifas dan luka persalinan yang belum sembuh, dia barangkali sedang amat lelah. Pijat dulu sampai istri rileks atau tidur sebentar. Setelahnya baru kalian bercinta. Jangan sekali minta jatah harus langsung dituruti.

Gak sulit kok, membuat istri yang baru melahirkan cukup bahagia. Asal dirimu menghindari enam sikap di atas, istri telah puas dan yakin mampu menangani kerepotan mengurus bayi bersamamu. Jangan biarkan istri merasa harus menjadi yang paling bertanggung jawab atas kelahiran anak dan segala konsekuensinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team