6 Tips Ajarkan Keterampilan Manajemen Amarah pada Remaja, Penting!

Intinya sih...
- Remaja butuh bantuan untuk mengelola emosi
- Orang tua harus memahami dan mengajarkan keterampilan manajemen amarah
- Mengendalikan kemarahan dengan cara yang tepat sangat penting bagi remaja
Sebagai orang tua, pernahkah kamu melihat amarah pada remaja yang membuncah dan tidak terkendali? Menurut Lauren Allerhand, PsyD, seorang prikolog klinis, dikutip Child Mind Institute, kemarahan merupakan bagian penting dari kehidupan emosional manusia.
Ini bukanlah sesuatu yang buruk dan setiap orang tentunya memiliki cara tersendiri untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Namun jika kemarahan yang ditunjukkan sudah terlampau ekstrem dan sulit terkendali, hal itu mungkin saja bisa menjadi tanda adanya kondisi kesehatan mental yang mendasarinya.
Masa remaja merupakan fase yang sulit bagi kebanyakan anak karena mereka akan mengalami berbagai perubahan fisik dan mental yang dapat memengaruhi kondisi suasana hatinya. Belum lagi jika mereka menghadapi situasi yang sulit, baik di sekolah, di rumah, ataupun di luar rumah, tentu ini bisa memicu reaksi kemarahan dalam diri sang anak.
Oleh karena itu, orang tua sangat berperan penting untuk membantu remaja dalam mengendalikan kemarahan mereka melalui cara-cara yang tepat dan aman. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa kamu terapkan untuk mengajarkan keterampilan manajemen amarah pada remaja.
1.Hindari memaksakan kendali
Ketika anak remaja mengalami situasi emosional yang buruk, seperti marah-marah. Kebanyakan orang tua mungkin akan langsung bertindak tegas untuk mengambil kendali atau mendisiplinkan mereka.
Padahal, menurut Aneesha Amonz, MSc., seorang penulis yang memiliki gelar sarjana di bidang Bioteknologi dari USTM Meghalaya dan gelar master di bidang Mikrobiologi Terapan dari VIT, Vellore serta sudah ditinjau secara medis oleh psikolog klinis berlisensi, Shreshtha Dhar, MA, M.Phil., dikutip Momjunction, berusaha untuk mengendalikan remaja yang sedang marah dengan cara mirip seperti menangani anak kecil bisa membuat mereka merasa tidak didengarkan atau diabaikan.
Alih-alih langsung mengambil tindakan tegas, Amonz menyarankan agar orang tua membiarkan anak sejenak untuk mengungkapkan pendapatnya tanpa rasa takut. Namun, pastikan bahwa mereka juga memahami batasan serta aturan saat marah.
2.Kembangkan keterampilan dalam mengatasi masalah
Penting diingat, bahwa remaja yang tidak memiliki keterampilan dalam mengatasi masalah biasanya cenderung menggunakan agresi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Salah satunya saat melampiaskan kemarahan. Oleh sebab itu, orang tua wajib mengajarkan remaja strategi penyelesaikan konflik yang positif.
Misal, ketika remaja tengah dihadapkan oleh kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah atau berselisih dengan teman sebayanya, bantulah mereka untuk mengidentifikasi beberapa alternatif solusi. Di samping itu, ajak mereka untuk menilai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing solusi tersebut sebelum akhrinya dapat menentukan solusi yang paling tepat.
Dengan begini, anak remaja bisa memahami bahwa ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah tanpa perlu menggunakan sikap agresi. Seiring berjalannya waktu, mereka pun akan lebih percaya diri dengan kemampuan mereka sendiri dalam menghadapi tantangan dan masalah di masa depan.
3.Ketahui kapan harus menjauh
Amonz menjelaskan, ketika menghadapi anak remaja yang sedang marah, sebaiknya orang tua tidak boleh meneriaki atau menyerang mereka dengan kata-kata kasar. Sebab, hal tersebut justru akan menambah buruk situasi dan mungkin bisa mengakibatkan hubungan orang tua dengan anak menjadi renggang.
Kemarahan remaja yang meledak-ledak sering kali membuat banyak orang tua merasa jengkel dan frustasi. Namun ketika remaja mulai kehilangkan kendali, pendekatan yang lembut untuk menenangkan mereka akan terasa lebih efektif.
Setelah situasi sudah mulai kondusif, beri jarak dengan cara menjauh sementara waktu darinya. Berikan mereka ruang untuk merenung dan mengelola emosi sendiri. Seperti halnya orang dewasa, anak remaja juga membutuhkan waktu untuk memproses perasaan dan memahami emosi yang tengah dialaminya.
4.Beri waktu istirahat
Di satu sisi, bertindak berdasarkan dorongan hati saat sedang marah merupakan hal yang wajar. Namun di sisi lain, tindakan impulsif ini sering kali menimbulkan dampak yang buruk karena kamu tidak mampu berpikir jernih mengenai apa yang harus dilakukan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajari remaja cara beristirahat ketika mereka mulai merasa amarahnya meningkat. Kesadaran diri ini bisa diperoleh dengan mengarahkan remaja untuk mengidentifikasi akar kemarahan dan menilai dampaknya terhadap orang lain, sehingga mereka pun bisa meredakan emosi dengan lebih efektif.
“Ajarkan remaja untuk menghentikan percakapan saat situasi mulai memanas. Ini menunjukkan bahwa tidak apa-apa untuk menjauh dan beristirahat ketika emosi mulai memuncak. Hal tersebut juga bertujuan untuk mencegah timbulnya rasa penyesalan atau konsekuensi buruk yang akan mereka terima saat bertindak di luar kendali,” ujar Tiffany Nielsen, LCSW, pekerja sosial dan manajer perawatan residensial remaja di Hutsman Mental Health Institute, dilansir Health University of Utah.
5.Bantu anak untuk mengutarakan penyebab kemarahannya
Orang tua perlu mengajarkan anak remaja cara mengutarakan penyebab kemarahan dengan tepat. Meskipun kemarahan pada remaja sering kali dikaitkan dengan tugas sekolah atau teman sebaya, tetapi kemarahan juga bisa disebabkan oleh suatu masalah yang lebih serius.
Penting diketahui, bahwa ada berbagai faktor mengapa seseorang enggan untuk memberitahu penyebab kemarahan mereka. Jika hal itu terjadi pada anak remajamu, maka kamu perlu waspada.
“Reaksi terhadap trauma atau pengalaman negatif yang membuat anak merasa tidak mampu mengatasinya juga bisa menimbulkan luapan emosi,” terang Dr. Allerhand.
“Ini berarti bahwa di balik kemarahan, biasanya terdapat kesedihan, rasa bersalah, atau rasa malu. Remaja yang sering depresi sering kali tidak menunjukkan kesedihan, tetapi mereka cenderung mudah tersinggung dan marah. Pertimbangkan apa yang mungkin menjadi penyebab kemarahannya. Apakah ada emosi lain yang ikut berperan? Kamu bisa berbicara dengan anak remajamu tentang hal itu. Namun, pastikan untuk mengajak anak berbicara saat dirinya sudah lebih tenang,” imbuh Nielsen.
6.Ajarkan cara mengendalikan kemarahan dengan tepat
Menurut Nielsen, setiap individu perlu mengetahui cara yang tepat untuk menenangkan dirinya saat sedang marah. Keterampilan ini sangat penting dikuasai, termasuk bagi anak remaja. Terlebih, di usia mereka yang masih dalam tahap perkembangan emosional, mengendalikan amarah kerap menjadi tantangan tersendiri.
Maka dari itu, tugas orang tua adalah mengajarkan anak remaja mengendalikan kemarahan dengan cara yang tepat. Kamu bisa membagikan kepada anak remajamu tentang bagaimana cara kamu menenangkan diri ketika dilanda kemarahan. Biarkan mereka melihatnya karena dengan begini mereka bisa mencari tahu metode apa yang dapat bekerja untuk mereka.
“Mengajarkan cara mengendalikan kemarahan bukan berarti mencoba untuk menghilangkan kemarahan itu sendiri. Ini lebih kepada upaya untuk membantu anak remaja mengetahui ekspresi emosional atau tindakan apa yang tepat untuk mereka gunakan saat menghadapi emosi yang sulit. Bagaimana mereka dapat memprosesnya, apakah dengan berlari, menulis jurnal, menarik napas dalam atau apa pun,” pungkas Nielsen.
Menghadapi remaja yang sedang marah bukanlah perkara mudah. Meskipun amarah merupakan bagian dari emosi yang normal, namun penting diingat bahwa fase ini bisa memengaruhi dampak atau konsekuensi akhir yang akan mereka terima lewat ekspresi dan tindakan mereka saat marah.
Oleh karena itu, ketika anak remajamu sedang dilanda kemarahan, berusahalah untuk tetap bersikap sabar dan penuh kasih sayang. Ajarkan mereka cara mengelola emosi dengan melatih manajemen amarah dengan tepat serta berikan dukungan agar mereka tidak merasa sendirian.