Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Cara Mindful Parenting Bikin Mental Anak Kuat Tanpa Hilang Empati

ilustrasi sebuah keluarga duduk di lantai membaca buku
ilustrasi sebuah keluarga duduk di lantai membaca buku (pexels.com/Vlada Karpovich)
Intinya sih...
  • Anak belajar dari kegagalan orang tua, bukan kesempurnaan.
  • Empati diajarkan melalui pengalaman langsung, bukan ceramah panjang.
  • Latihan membaca emosi orang lain, mengelola rasa bosan, dan menceritakan pengalaman masa kecil tanpa menggurui.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Membangun mental anak yang kuat tidak harus dilakukan dengan cara keras atau penuh larangan. Justru, anak lebih mudah tumbuh tangguh saat mereka merasa diterima dan dipahami. Orang tua yang hadir dengan kesadaran penuh bisa membantu anak mengenali emosi dan memahami dunia tanpa takut salah.

Dari situ, kekuatan dan empati tumbuh beriringan, bukan saling meniadakan. Agar lebih mudah diterapkan, berikut delapan cara mindful parenting yang bisa membuat anak kuat tanpa kehilangan sisi empatinya.

1. Biarkan anak melihat kamu gagal, bukan selalu sempurna

ilustrasi anak laki-laki menghibur ibunya
ilustrasi anak laki-laki menghibur ibunya (pexels.com/Keira Burton)

Anak yang selalu melihat orang tuanya berhasil bisa merasa takut untuk mencoba. Saat kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa salah atau kecewa, anak belajar bahwa gagal bukan akhir dari segalanya.

Mereka melihat bahwa keberanian untuk bangkit jauh lebih penting daripada hasil sempurna. Anak juga jadi tidak mudah menekan diri sendiri ketika menghadapi kesalahan. Dengan cara ini, mereka tumbuh memahami bahwa kegagalan adalah bagian alami dari belajar.

2. Ajarkan empati lewat hewan atau tanaman, bukan ceramah

ilustrasi wanita dan anaknya memberi makan burung
ilustrasi wanita dan anaknya memberi makan burung (pexels.com/Kru Los Muertos)

Anak lebih cepat belajar dari pengalaman langsung daripada nasihat panjang. Saat mereka merawat hewan atau tanaman, mereka belajar memperhatikan tanda-tanda kebutuhan makhluk lain.

Dari situ, anak memahami bahwa kasih sayang tidak harus besar, cukup dengan perhatian kecil yang konsisten. Mereka melihat bagaimana kehidupan lain juga butuh dirawat. Tanpa disadari, hal sederhana ini menanamkan empati yang tumbuh dari tindakan nyata.


3. Biasakan anak membaca emosi orang lain, bukan cuma emosi sendiri

ilustrasi ayah berbicara dengan putranya
ilustrasi ayah berbicara dengan putranya (pexels.com/August de Richelieu)

Anak sering diajak mengenali perasaannya sendiri, tapi jarang diminta memperhatikan perasaan orang lain. Kamu bisa melatihnya dengan mengajak anak menebak ekspresi atau suasana hati orang di sekitar.

Dengan begitu, mereka belajar peka terhadap nada bicara, wajah, dan bahasa tubuh. Kemampuan ini penting agar mereka tidak tumbuh egois saat berinteraksi. Melalui latihan kecil ini, empati menjadi refleks alami dalam hubungan sosial mereka.


4. Biarkan anak bosan, agar mereka belajar mengelola diri

ilustrasi seorang gadis muda berekspresi bosan
ilustrasi seorang gadis muda berekspresi bosan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Banyak orang tua langsung mencari cara menghibur anak saat mereka bilang bosan. Padahal, rasa bosan mengajarkan anak untuk mengenal diri dan menemukan ide baru.

Dalam waktu hening itu, anak belajar mengatur fokus, berimajinasi, dan menikmati kesendirian. Mereka jadi tidak bergantung pada hiburan dari luar untuk merasa tenang. Rasa bosan bisa jadi ruang tumbuh bagi kreativitas dan kedewasaan emosi.


5. Ajak anak melihat sisi tidak sempurna orang lain

ilustrasi orang-orang membersihkan pantai
ilustrasi orang-orang membersihkan pantai (pexels.com/Ron Lach)

Saat anak tahu bahwa orang lain juga bisa lelah atau melakukan kesalahan, mereka belajar melihat manusia secara utuh. Kamu bisa mencontohkannya dengan cara sederhana, seperti membicarakan situasi tanpa menghakimi.

Anak jadi paham bahwa setiap orang punya cerita dan latar belakang berbeda. Mereka belajar menghargai orang lain tanpa cepat menilai. Kesadaran ini membantu anak tumbuh dengan empati yang realistis dan tidak naif.


6. Ajak anak mengenali perubahan suasana hati dalam tubuhnya

ilustrasi sesorang sedang meditasi
ilustrasi sesorang sedang meditasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Emosi sering muncul lebih dulu di tubuh sebelum disadari oleh pikiran. Saat anak tahu bahwa napasnya jadi cepat atau tangannya mengepal saat marah, mereka belajar mengenali sinyal emosi. Dari situ, anak bisa menenangkan diri sebelum bereaksi. Mereka jadi lebih sadar akan apa yang terjadi di dalam diri mereka sendiri. Keterampilan ini membentuk dasar dari kemampuan mengatur emosi dengan sehat.


7. Ceritakan pengalaman masa kecilmu tanpa menggurui

ilustrasi seorang wanita bercerita dengan anak-anaknya
ilustrasi seorang wanita bercerita dengan anak-anaknya (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Anak lebih mudah memahami pelajaran hidup lewat cerita nyata daripada nasihat. Saat kamu menceritakan pengalamanmu waktu kecil, anak merasa dekat dan tidak dihakimi. Mereka mendengar kisah tentang takut, marah, dan belajar dari kesalahan dengan cara yang hangat. Dari situ, mereka tahu bahwa orang dewasa pun pernah berproses. Cerita sederhana bisa menjadi jembatan untuk menumbuhkan keberanian dan kejujuran emosional.


8. Tunjukkan cara memulihkan diri setelah marah atau sedih

ilustrasi keluarga duduk di luar dan berpelukan
ilustrasi keluarga duduk di luar dan berpelukan (pexels.com/Proyek Saham RDNE)

Anak belajar bukan dari kata-kata, tapi dari contoh yang mereka lihat setiap hari. Saat kamu menenangkan diri setelah marah atau sedih, mereka mengamati cara mengelola emosi. Mereka melihat bahwa perasaan tidak harus disembunyikan, tapi bisa dirawat dengan lembut. Anak jadi tahu bahwa tenang bukan berarti lemah, tapi bentuk kendali yang matang. Teladan seperti ini menanamkan kekuatan batin tanpa kehilangan empati.

Mindful parenting bukan tentang menjadi orang tua sempurna, melainkan orang tua yang hadir dengan sadar. Setiap respons kecil yang kamu berikan bisa menjadi pembelajaran berharga bagi anak. Mereka tidak butuh aturan yang rumit, tapi butuh contoh yang jujur dan penuh kasih. Dengan cara ini, anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, lembut, dan mampu memahami orang lain. Saat kamu hadir dengan penuh kesadaran, anak belajar bahwa kekuatan sejati justru lahir dari hati yang tenang dan empatik.


This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us

Latest in Life

See More

23 Oktober Merayakan Hari Apa? Simak 3 Perayaannya!

18 Okt 2025, 10:03 WIBLife