TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Arti Jimak dalam Islam dan Aturannya saat Puasa serta Haid

Perhatikan waktu saat berjimak

ilustrasi berhubungan seks (pexels.com/MART Productions)

Jimak ternyata tidak boleh dilakukan di waktu-waktu tertentu, lho! Jimak adalah hubungan intim antara suami dan istri yang dilarang dilakukan saat haid dan berpuasa dalam Islam.

Bahkan, seorang muslim diharuskan membayar denda apabila berjimak di masa haid atau berpuasa. Berikut penjelasan soal jimak dalam Islam serta aturannya saat haid dan puasa.

1. Apa itu jimak?

Ilustrasi pasutri (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Jimak atau jima adalah hubungan suami-istri yang mengikuti sunah Rasulullah SAW serta menghindari larangan-larangan-Nya. Bahkan faktanya, pasangan muslim seharusnya bisa menghindari hubungan intim yang bersifat badaniah karena bisa berujung pada zina.

Dikutip dari islampos.com, jimak bagi pasangan suami-istri yang dipenuhi sifat badaniah atau materiel dikatakan haram hukumnya. Sebaliknya, pasangan suami-istri dianjurkan untuk berhubungan intim dengan mengedepankan unsur kepuasan batin atau batiniah.

Arti batiniah adalah mengedepankan kualitas dan penuh rasa kasih sayang agar keduanya bisa meraih kepuasan batin. Utamakan hanya untuk mengharapkan keberkahan dari Allah SWT serta diberikan keturunan yang baik.

Selain itu, pasangan suami istri juga sebaiknya memperhatikan keadaan masing-masing sebelum berhubungan intim. Pasalnya, ada larangan melakukan jimak di waktu-waktu tertentu, seperti saat haid atau berpuasa, lho!

Baca Juga: Tips Melakukan Aktivitas Seksual Tahan Lama Menurut Islam, Berdoa Juga

2. Hukum jimak saat berpuasa

ilustrasi berhubungan seks atau jimak (pexels.com/Ron Lach)

Bagi umat Islam, menahan hawa nafsu di kala puasa merupakan sebuah kewajiban serta tantangan tersendiri. Hal ini pun termasuk dengan bersetubuh saat puasa Ramadan atau puasa sunah lainnya.

Bahkan, Ustaz Khalid Basalamah menjelaskan, berhubungan intim saat istri sedang haid sama halnya seperti membatalkan puasa saat Ramadan, sehingga wajib hukumnya untuk bertaubat kepada Allah SWT dan membayar dendanya.

Beda halnya saat bersetubuh memasuki waktu berbuka puasa. Ada sebuah hadis sahabat Nabi SAW yang bernama Abdullah bin Umar atau dikenal Ibnu Umar. Di dalam kitab Siyar A’lam Nubala’  karya Imam al-Dzahabi meriwayatkan sebuah perkataan Ibnu Umar berikut ini:


لَقَدْ أُعْطِيتُ مِنَ الجِماعِ شَيْئًا ما أعْلَمُ أحَدًا أُعْطِيَهُ إلاَّ أنْ يَكُونَ رَسُولَ اللهِ

Artinya:

"Aku diberikan sedikit (kenikmatan) hubungan intim yang setahuku tidak ada orang lain yang diberikan kenikmatan itu kecuali Rasulullah SAW."

Al-Dzahabi menambahkan:


وقِيلَ: كانَ ابْنُ عُمَرَ يُفطِرُ أوَّلَ شَيْءٍ عَلى الوَطْءِ


Artinya:

"Konon Ibnu Umar mengawali berbuka dengan jimak."

Demikian pula disebutkan Imam at-Tabrani dalam kitab al-Mujamul Kabir dari Muhammad ibn Sirin:

ربما أفطر ابن عمر على الجماع

Artinya:

"Terkadang Ibnu Umar itu berbuka puasa dengan jimak."

3. Hukum jimak saat haid

ilustrasi berhubungan seks atau jimak (pexels.com/cottonbro)

Dalam Islam, bersetubuh atau jimak pada saat istri haid tidak diperbolehkan atau disebut haram. Larangan bersetubuh saat haid berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:

"Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran’. Maka dari itu, hendaklah kamu menjauhi istrimu (tidak bersetubuh) pada saat haid. Janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci,” (Al-Qur'an Al-Baqarah ayat 222).

Hukum jimak ataupun melakukan hubungan intim saat haid pun adalah bisa dilihat dari kondisinya. Bila suami tidak bisa memasukkan kepala penis karena tertutupnya vagina wanita, maka hal tersebut belum dianggap sebagai seks.

Dikutip dari Islamqa, jimak yang dimaksud dalam Islam adalah masuknya kepala penis pada organ intim wanita. Ibnu Qudamah RA berkata di dalam al Mughni: 7/156 tentang hukum jimak saat menstruasi atau haid:

"Hukum-hukum yang berkaitan dengan jimak bergantung pada masuknya kepala penis."

Hal tersebut didukung oleh An Nawawi RA, yang berkata dalam al Majmu’: 2/152,

“Semua hukum-hukum yang berkaitan dengan jimak disyaratkan dengan masuknya kepala penis dengan sempurna ke dalam vagina."

Dengan demikian, bila tidak terjadi penetrasi kepala penis ke vagina, maka seorang wanita tidak harus membayar 'denda'.

Baca Juga: Waktu Makruh dan Haram Hubungan Intim dalam Islam

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya