Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/Monstera)

Saat sekolah, kamu mungkin pernah melihat seorang anak yang sering berkelahi dengan temannya. Orang seperti ini cenderung dijauhi dan ditakuti oleh teman-teman sebayanya.

Namun dari sisi anak itu sendiri, perilaku kasar mereka sebenarnya bukan tanpa alasan. Ada banyak faktor yang membuat anak menjadi pribadi yang kasar. Sebagai orangtua, yuk coba pahami bersama alasan yang paling sering mendasarinya.

1. Kurang mendapat perhatian di rumah

ilustrasi anak-anak (unsplash.com/Vitolda Klein)

Untuk beberapa orangtua mereka harus bekerja dari pagi hingga malam hari. Konsekuensinya, mereka pun jadi kurang memiliki waktu untuk anak-anak di rumah. Anak-anak di keluarga seperti itu sering dititipkan ke tempat penitipan anak ataupun dijaga oleh pengasuh.

Padahal di usia itu, anak sangat memerlukan perhatian dari orangtuanya. Tidak adanya orangtua membuat mereka sering merasa kesepian. Lama-kelamaan, mereka akan sering menantang temannya untuk berkelahi, supaya diperhatikan oleh guru dan teman-temannya. 

2. Terlibat kasus perundungan

ilustrasi bullying (pexels.com/Keira Burton)

Kasus perundungan sering ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Baik dalam bentuk fisik ataupun verbal, korban perundungan sering merasa terancam oleh si perundung. Berkelahi pun akhirnya menjadi salah satu cara anak untuk mempertahankan diri.

Kasus perundungan ini harus segera dikenali dan diberi sanksi keras, tidak peduli berapa usianya. Jika tidak, korban perundungan akan terus merasa ketakutan dan tidak bisa mengontrol emosinya.

3. Memiliki kontrol emosi yang belum matang

ilustrasi anak berteriak (pixabay.com/Mandyme27)

Dari segi psikologis, anak-anak di bawah 18 tahun dinilai masih belum memiliki emosi yang stabil. Kebanyakan anak belum bisa menahan emosi dan egonya ketika bertemu suatu hal yang tidak sesuai harapan.

Ketika emosinya meluap, anak pun bisa menyalurkannya dalam bentuk yang kurang baik, misalnya dengan berkelahi. Maka dari itu, orangtua atau pengasuh anak berperan penting dalam mengajarkan anak untuk menahan emosinya. 

4. Lingkup pergaulan yang kurang baik

ilustrasi masa anak-anak (pexels.com/Lukas)

Tidak semua pergaulan di sekitar kita memberikan pengaruh yang baik. Sifat naif dan rasa ingin tahu anak-anak semakin memudahkan mereka masuk ke dalam dunia pergaulan yang sesat. Contoh nyatanya, banyak sekali kasus anak sekolah yang menjadi kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang. 

Mereka yang sudah kecanduan bisa berubah menjadi lebih agresif. Otak mereka tidak bisa berpikir jernih karena berada dalam efek zat-zat psikotropika. Bisa jadi, anak-anak seperti ini juga sering membuat onar di sekolah.

5. Sering melihat orangtua bertengkar

ilustrasi orangtua bertengkar (pexels.com/RODNAE Production)

Terdapat pepatah yang mengatakan bahwa anak adalah cerminan orangtua. Bukan hanya mirip dari tampilan fisik, anak juga sering meniru kebiasaan orang-orang di rumahnya. Tumbuh di keluarga yang penuh konflik membuat anak secara tidak sadar meniru kebiasaan buruk itu.

Saat di rumah, anak mungkin lebih sering diam mengamati orang tuanya berkelahi. Namunm berbeda ketika di luar rumah. Anak bisa mempraktekkannya dalam bentuk kata-kata kasar atau kekerasan fisik.

6. Kurang bisa bersosialisasi dengan teman sebaya

ilustrasi anak sulit bersosialisasi (pexels.com/RODNAE Productions)

Tidak semua orang bisa mudah bergaul. Sebagian orang merasa kurang luwes jika berbicara dengan orang yang belum dikenal. Hal yang lbeih menyedihkan lagi adalah mereka justru sering dicap sebagai pribadi yang kurang ramah dan tidak mau bergaul.

Dalam pergaulan anak-anak, mereka terkadang cenderung menjauhi teman sebaya yang dianggap pendiam. Lama-lama, mereka yang dijauhi akan merasa kesepian dan sakit hati. Bukan tidak mungkin mereka jadi balik berperilaku kasar, karena sudah merasa sakit hati.

Sebisa mungkin dampingilahe buah hatimu selama mereka masih bertumbuh. Dengan asuhan yang penuh kasih sayang, mereka bisa tumbuh menjadi seseorang yang bijak dalam mengontrol emosinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team