Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Fatherless? Dampak Buruk dalam Pengasuhan Anak

Hubungan yang dibangun Ayah dan Anak/Photo by Vitolda Klein on Unsplash

Fenomena fatherless tentu masih terdengar baru dibandingkan dengan istilah single mother atau broken home. Fenomena fatherless atau father hunger diartikan sebagai hilangnya peran ayah dalam pertumbuhan dan pengasuhan anak. Faktor yang dapat mempengaruhi fatherless dalam pengasuhan anak adalah ekonomi, sosial dan budaya. Apa itu fatherless dan apa yang menjadi latar belakangnya?

1. Masih melekatnya budaya patriarki di masyarakat

Budaya patriarki yang masih melekat/Photo by Colin Maynard on Unsplash

Berdasarkan fakta di lapangan banyak keluarga yang mengalami fatherless atau kehilangan figur ayah dikarenakan seorang ayah yang sibuk bekerja, mendapatkan tugas keluar kota, tidak memprioritaskan keluarga, dan keluarga yang tidak memiliki figur ayah karena faktor tertentu.

Budaya patriarki yang masih banyak melekat di masyarakat yang mana meyakini bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah, sedangkan perempuan memiliki tanggung jawab untuk pekerjaan domestik. 

Perdebatan peran ini dalam rumah tangga yang menyebabkan banyak rumah tangga yang berakhir dengan perceraian. Menurut laporan Badan Statistika Indonesia, kasus perceraian di Indonesia di tahun 2022 meningkat dari tahun sebelumnya yakni mencapai 516.344 kasus. Kasus perceraian akan sangat berdampak pada anak, seorang anak akan kehilangan salah satu figur dalam tumbuh kembangnya. Hal ini akan berpengaruh pada psikologis anak. 

2. Dampak fatherless

Dampak fatherless/Photo by Arleen wiese on Unsplash

Fatherless bagi anak akan mempengaruhi tumbuh kembangnya. Tidak hanya tumbuh kembang saat anak-anak dan remaja tetapi akan berpengaruh sampai sang anak menjadi dewasa. Berikut dampak fatherless bagi anak:

  • Tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup;
  • Rentan melakukan kenakalan, kriminal hingga kekerasan;
  • Rendahnya penghargaan atas diri sendiri;
  • Memiliki potensi kesehatan mental;
  • Pencapaian akademik yang kurang baik;
  • Memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan;
  • Merasa takut, cemas dan tidak bahagia.

3. Peran penting ayah yang tidak boleh dilewatkan

Peran penting Ayah yang tidak boleh dilewatkan/Photo by Boston Public Library on Unsplash

Tidak semua orang beruntung mendapatkan sosok ayah dalam hidupnya, yang mau ikut andil dalam mengerjakan pekerjaan domestik apalagi dalam mengurus anak. Tidak hanya anak perempuan yang merasa membutuhkan sosok ayah, tetapi anak laki-laki juga sangat memerlukan kehadiran sosok ayah. Edukasi akan pentingnya kehadiran sosok ayah dalam berumah tangga sangat penting untuk pasangan yang ingin memulai kehidupan baru sebagai pasangan suami istri. Adapun pentingnya peran ayah adalah sebagai berikut:

  • Mengajarkan prinsip hidup;
  • Mengajarkan kemandirian;
  • Mengajarkan tanggung jawab;
  • Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah;
  • Mengajarkan memecahkan permasalahan;
  • Menjadi guru dan teman;
  • Mengajarkan moral dan tata krama;
  • Menjadi contoh kepada anak untuk memakai logika, kemandirian, dan keberanian.

4. Hak ayah yang harus dilindungi

Hak ayah yang harus dilindungi/Photo by Jessica Rockowitz on Unsplash

Peran ayah dapat dilakukan dengan interaksi dalam membantu menyelesaikan masalah, menjadi teman bermain untuk anak, mengajarkan berperilaku yang dapat diterima sosial. Peran ayah juga perlu difasilitasi negara agar sosok ayah dapat hadir dalam rumah tangga.

Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dapat memberikan cuti yang efektif untuk menemani istri melahirkan, memang sudah diatur dalam (pasal 93 ayat [4] huruf e) UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi “upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja karena istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama dua hari”.

Akan tetapi kebijakan tersebut dirasa kurang cukup, karena melihat peran ayah untuk menjaga dan menemani sang anak dan istri yang memerlukan dukungan besar pasca melahirkan.

Peran ayah dalam rumah tangga bukan hanya sebagai sosok kepala keluarga dan mencari nafkah. Bersinergi dalam mengasuh dan mendidik anak sudah seharusnya menjadi peran kedua orangtua, bukan hanya ibu saja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Delvia Y Oktaviani
Merry Wulan
Delvia Y Oktaviani
EditorDelvia Y Oktaviani
Follow Us