7 Cara Menghadapi Fase Anak Susah Diatur Tanpa Marah-marah

Menghadapi anak yang mulai susah diatur memang bikin emosi naik turun. Apalagi kalau kamu sudah capek seharian, lalu anak mulai melawan, rewel, atau enggan nurut. Wajar kalau rasanya ingin langsung meninggikan suara atau mengeluarkan ultimatum. Tapi justru di fase inilah kamu diuji sebagai orang tua—bukan hanya soal sabar, tapi juga soal strategi.
Fase anak susah diatur bukan berarti kamu gagal sebagai orang tua. Justru itu tanda bahwa anak mulai mengeksplorasi batas dan mencari pengakuan atas dirinya. Saat itulah mereka butuh kamu lebih hadir, bukan lebih keras. Yuk, pelan-pelan ubah pendekatanmu, tanpa harus marah-marah terus.
1. Tarik napas dan beri jeda sebelum bereaksi

Waktu anak mulai membuatmu kesal, coba tarik napas dulu dan beri jeda beberapa detik sebelum bereaksi. Jangan buru-buru marah, karena biasanya respons pertama yang muncul adalah emosi, bukan solusi. Saat kamu menenangkan diri duluan, kamu jadi lebih bisa memilih kata dan nada yang tepat. Anak pun tidak merasa diserang atau dipermalukan.
Kamu tetap bisa tegas tanpa harus membentak. Justru sikapmu yang tenang bisa menular ke anak, dan jadi pelajaran berharga buat mereka soal cara mengatur emosi. Kadang, yang dibutuhkan anak bukan jawaban cepat, tapi orang tua yang tetap tenang saat situasi memanas. Emosi yang dikelola baik akan membawa percakapan ke arah yang lebih sehat.
2. Dengarkan alasan mereka dengan sungguh-sungguh

Sebelum kamu menilai anak “bandel” atau “ngeyel”, coba beri ruang untuk mereka menjelaskan kenapa mereka melakukan hal itu. Mungkin mereka lelah, bingung, atau merasa tidak dimengerti. Dengan mendengarkan tanpa menghakimi, kamu sedang membangun kepercayaan dua arah. Anak pun merasa aman untuk jujur, bukan takut dihukum.
Mendengarkan bukan berarti kamu membenarkan, tapi itu cara menunjukkan bahwa kamu peduli. Setelah itu, kamu bisa menjelaskan kenapa perilakunya tidak tepat, dengan cara yang lebih mudah mereka pahami. Ini juga mengajarkan anak untuk terbuka dan bertanggung jawab atas tindakannya. Jadi, jangan buru-buru memotong, dengarkan dulu sampai selesai.
3. Ubah instruksi jadi ajakan yang hangat

Daripada menyuruh dengan nada tinggi seperti “Cepat bereskan mainanmu!”, coba ubah jadi ajakan yang lebih lembut, misalnya, “Yuk, kita beresin bareng, biar kamarnya rapi lagi.” Perbedaan kecil dalam nada dan pilihan kata bisa mengubah reaksi anak secara signifikan. Mereka jadi merasa dilibatkan, bukan diperintah. Hal ini bisa membuat mereka lebih kooperatif.
Kadang yang bikin anak melawan bukan tugasnya, tapi cara kita menyampaikannya. Dengan gaya ajakan yang lebih hangat, anak lebih mudah mengikuti karena merasa dihargai. Kamu pun jadi tidak lelah marah-marah terus. Anak belajar disiplin, tapi tetap merasa dicintai.
4. Beri pilihan agar anak merasa punya kendali

Daripada memaksa anak melakukan sesuatu, coba beri mereka pilihan terbatas. Misalnya, “Kamu mau mandi sekarang atau 10 menit lagi?” atau “Mau pakai baju merah atau biru hari ini?” Dengan begitu, mereka merasa punya kendali atas hidupnya, meski tetap dalam batas yang kamu tetapkan. Ini bisa mengurangi drama dan adu argumen.
Anak yang merasa punya pilihan cenderung lebih mudah diajak kerja sama. Mereka belajar mengambil keputusan dan merasakan konsekuensinya secara langsung. Ini juga bikin mereka merasa dihormati, meskipun masih kecil. Kamu tetap pegang kendali, tapi dengan cara yang lebih halus dan penuh empati.
5. Jadwalkan waktu bermain dan bonding secara rutin

Kadang, anak bersikap susah diatur karena merasa kurang mendapat perhatian. Bisa jadi mereka hanya ingin kamu meluangkan waktu lebih banyak untuk bermain dan terhubung. Jadwalkan waktu khusus setiap hari, meskipun sebentar, untuk melakukan aktivitas bersama yang mereka suka. Ini bisa memperkuat koneksi dan mengurangi konflik sehari-hari.
Waktu bonding yang rutin bikin anak merasa lebih aman dan dicintai. Saat koneksi emosional kuat, anak akan lebih mudah mendengar arahanmu. Mereka tahu kamu hadir bukan hanya untuk mengatur, tapi juga untuk menemani. Kehadiran yang konsisten adalah dasar dari hubungan yang sehat dan penuh kerja sama.
6. Puji perilaku positif mereka, sekecil apa pun

Kebanyakan orang tua sibuk menegur kesalahan, tapi lupa memuji saat anak melakukan hal baik. Padahal, penguatan positif sangat ampuh untuk membentuk perilaku anak. Misalnya, saat mereka mau membereskan mainan sendiri, kamu bisa bilang, “Wah, kamu keren banget udah bisa rapiin sendiri.” Itu akan memotivasi mereka untuk mengulanginya lagi.
Dengan dipuji, anak merasa dihargai dan termotivasi untuk melakukan hal baik. Mereka jadi tahu apa yang kamu harapkan, bukan hanya apa yang kamu larang. Jadi, jangan pelit pujian kalau ingin anak lebih mudah diatur. Fokuslah juga pada hal-hal baik yang sudah mereka lakukan.
7. Ingatkan dirimu bahwa anak sedang belajar

Perilaku susah diatur bukan berarti anak tidak sopan atau membangkang, bisa jadi mereka sedang belajar mengenali batas dan mengekspresikan diri. Fase ini memang melelahkan, tapi juga penting buat proses tumbuh kembang mereka. Mereka masih mencari tahu bagaimana cara bersikap dan berkomunikasi. Jadi, kamu juga perlu banyak sabar dan pengertian.
Saat kamu sadar bahwa anak belum sepenuhnya paham cara bersikap, kamu bisa lebih legowo dalam mendampingi. Anggap ini sebagai fase belajar yang perlu bimbingan, bukan hukuman. Dengan begitu, kamu jadi lebih mudah mengontrol reaksi dan memberi arahan yang membangun. Anak pun tumbuh dengan percaya diri dan tetap merasa disayangi.
Menghadapi anak yang sedang sulit diatur memang menguji kesabaran, tapi marah-marah bukanlah solusi terbaik. Justru dengan pendekatan yang lebih lembut dan penuh empati, kamu bisa membentuk hubungan yang lebih sehat dan kuat. Anak akan lebih mudah diajak kerja sama saat mereka merasa dimengerti, bukan dimarahi terus-menerus.
Perjalanan menjadi orang tua memang penuh tantangan, tapi juga penuh kesempatan untuk belajar bersama. Dengan strategi yang tepat, kamu bisa membantu anak melewati fase ini dengan lebih baik. Dan yang terpenting, kamu tetap jadi sosok yang hangat dan bisa mereka andalkan. Karena dalam proses tumbuhnya, kehadiranmu lebih penting daripada kemarahanmu.