Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kenapa Consent Culture Penting Ditanamkan ke Anak Sejak Dini

Ilustrasi seorang anak ayah dan seorang anak perempuan (Pexels.com/Pavel Danilyuk)
Ilustrasi seorang anak ayah dan seorang anak perempuan (Pexels.com/Pavel Danilyuk)

Ada satu hal yang sering diremehkan, tapi diam-diam punya dampak besar terhadap masa depan anak: pemahaman soal batasan dan persetujuan alias consent. Bukan cuma soal seksualitas atau tubuh, tapi menyangkut semua aspek kehidupan—dari interaksi sosial, cara memperlakukan orang lain, sampai bagaimana anak belajar punya kendali atas dirinya sendiri. Kalau kamu pikir ini cuma urusan nanti pas anak sudah remaja, kamu salah besar. Justru, fondasi terpentingnya ditanam sejak dini, di momen kecil, di keseharian, dan dalam hal-hal yang sering kita anggap sepele.

Berikut ini lima alasan kenapa consent culture sangat penting ditanamkan ke anak sejak dini—dan kenapa kamu perlu lebih sadar dari sekarang.

1. Anak belajar menghargai diri sendiri dan orang lain sejak awal

Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Yan Krukau)
Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Yan Krukau)

Ketika kamu mengajarkan anak untuk memberi atau meminta izin sebelum menyentuh orang lain—bahkan hanya untuk pelukan—itu bukan sekadar sopan santun. Itu adalah pelajaran awal tentang harga diri dan kehormatan pribadi. Anak belajar bahwa tubuh mereka bukan milik orang lain, dan sebaliknya, tubuh orang lain juga bukan miliknya.

Ini membentuk mindset respek dari dalam. Bukan takut dihukum, tapi sadar bahwa tiap orang punya batas yang harus dihormati. Anak-anak yang tumbuh dengan pemahaman ini cenderung lebih percaya diri, tidak mudah ditindas, dan punya sensitivitas sosial yang lebih tinggi saat dewasa nanti.

2. Mengurangi risiko anak jadi korban atau pelaku pelecehan

Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Norma Mortenson)
Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Norma Mortenson)

Anak-anak yang tumbuh tanpa pemahaman soal consent lebih rentan dimanipulasi—karena mereka gak diajarkan bahwa mereka punya hak untuk bilang “tidak”. Di sisi lain, anak yang tak pernah belajar menghormati batasan bisa tumbuh menjadi pelaku yang meremehkan batasan orang lain.

Dengan mengenalkan konsep ini sejak dini, kamu sedang membangun radar peka terhadap perlakuan tidak pantas. Anak belajar membedakan sentuhan yang aman dan tidak, tahu kapan harus bicara, dan berani mengutarakan ketidaknyamanan bahkan kepada orang dewasa sekalipun.

3. Membentuk komunikasi yang lebih sehat dan saling menghargai

Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak perempuan (Pexels.com/Kampus Production)
Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak perempuan (Pexels.com/Kampus Production)

Kebiasaan meminta izin sebelum meminjam barang, menyentuh, atau masuk ruang pribadi mengajarkan komunikasi yang asertif tapi tetap sopan. Ini bikin anak terbiasa untuk tidak asal menganggap keinginan sendiri lebih penting dari kenyamanan orang lain.

Kebiasaan ini akan terbawa ke dalam hubungan sosial anak saat remaja bahkan dewasa, baik dalam hubungan pertemanan, kerja, sampai pasangan. Mereka jadi lebih terbuka menyampaikan pendapat tanpa menyerang, dan lebih peka terhadap respons orang lain.

4. Melatih anak memahami batasan tanpa takut atau rasa bersalah

Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)

Seringkali, anak-anak diajarkan untuk selalu menurut atau “jangan nolak orang tua” tanpa diberi ruang untuk mempertanyakan. Akibatnya, mereka tumbuh merasa bersalah setiap kali berkata “tidak” padahal itu adalah hak dasar.

Dengan menanamkan consent culture, kamu membantu anak memahami bahwa batasan bukan tanda tidak sopan, tapi bentuk tanggung jawab pada diri sendiri. Anak belajar bahwa menjaga kenyamanan diri bukan dosa, tapi bagian penting dari menjadi manusia yang sehat secara emosional.

5. Jadi bekal jangka panjang untuk dunia yang kompleks dan penuh tekanan

Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)

Dunia ini tidak selalu ramah. Anak yang terbiasa tahu apa yang mereka rasa, inginkan, dan izinkan akan lebih siap menghadapi tekanan sosial, relasi beracun, hingga dinamika kerja yang menuntut keberanian bersikap.

Menanamkan consent culture bukan cuma soal mengajarkan sopan santun masa kecil. Ini adalah investasi jangka panjang—bekal mental, sosial, dan emosional yang akan menyelamatkan anak dalam situasi-situasi sulit nanti. Kamu sedang membentuk karakter tahan banting tapi tetap manusiawi.

Mendidik anak soal consent bukan cuma urusan etika, ini soal survival skill di dunia yang sering mengaburkan batas antara hak dan paksaan. Saat kamu serius menanamkannya sejak kecil, kamu tidak hanya membentuk anak yang tahu batas, tapi juga generasi yang lebih waras secara sosial, lebih kuat secara psikologis, dan lebih siap hidup dalam realitas yang sering kali tidak adil.

Jadi, jangan tunggu anakmu besar untuk mengajarkan sesuatu yang semestinya jadi bagian dari napas kehidupan sejak awal. Perubahan besar dimulai dari kesadaran kecil yang konsisten.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us